Senin, 24 November 2014

Solusi Kenaikan BBM bagi Nelayan Pesisir (Kepulauan Riau)

Oleh Alyuan Dasira

Per tanggal 18 oktober 2014 pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi sebanyak Rp 2.000,-, BBM jenis bensin yang semula harganya Rp. 6.500,- menjadi Rp. 8.500’- dan solar harganya menjadi Rp. 7.500,-. Menurut Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto, kenaikan tersebut dapat memicu naiknya inflasi. Berkaca pada pengalaman pemerintahan presiden SBY sebelumnya, kenaikan BBM ini berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan, karena tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan.

Inflasi ini ditandai dengan naiknya harga makanan pokok, jasa, transportasi, dan hampir semua aspek secara kontinu. Naiknya harga harga barang ini akan sangat berdampak besar pada masyarakat pesisir. Jika di Jakarta atau kota kota besar harga sembako diperkirakan naik sekitar 30% maka di daerah daerah naiknya sembako tentunya akan lebih besar lagi. Mengingat pola distribusi dan akses logistik untuk masyarakat daerah membutuhkan biaya lebih. Apalagi daerah yang letak geografisnya tidak strategis dalam pola alur distribusi logistik, seperti daerah pesisir yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Tentunya efek kenaikan BBM ini menjadi momok yang sangat menakutkan.

Di daerah pesisir yang notaben penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, kenaikan harga BBM sangat memberatkan, ditambah lagi susahnya untuk mendapatkan pasokan BBM. Untuk melaut saja, mereka harus meronggoh uang lebih dari biasanya dan itupun belum ada jaminan hasil tangkapan ikan yang didapat lebih banyak dari sebelumnya. Menaikkan harga jual ikan adalah solusi praktisnya. Akan tetapi, nelayan tidak bisa menaikkan harga jual yang cukup tinggi untuk memenuhi biaya operasionalnya, mengingat adanya mekanisme pasar dan ditambah lagi adanya tengkulak yang nakal. Disisi lain, nelayan harus menanggung beban lebih besar dengan naiknya harga barang pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bagai memakan buah simalakama, tidak ada pilihan lain bagi nelayan. Jika tidak melaut pekerjaan tidak ada, jika melaut nelayan harus menanggung resiko rugi jika hasil tangkapannya tidak memenuhi target.

Gambar 1. Perahu Nelayan Kepulauan Riau


Kembali ke akar permasalahan ini yaitu naiknya harga BBM, maka langkah terbaik adalah kita mencari solusi untuk menekan biaya operasional yang berkaitan dengan meningkatnya harga BBM. Salah satu solusi yang bisa digunakan untuk menekan biaya operasional nelayan adalah efisiensi penggunaan bahan bakar untuk perahu motor nelayan. Secara garis besar efisiensi dalam kontek ini diartikan sebagai perbandingan antara luaran yang dihasilkan (pendapatan) per modal biaya melaut, artinya semakin banyak uang yang dihasilkan dari menjual ikan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaut maka semakin besar nilai efisiensinya. Dalam hal ini, Nelayan tidak bisa berbuat banyak dalam mengatur luaran (pendapatan) karena telah diatur oleh mekanisme pasar dan ketersediaan ikan yang semakin hari semakin berkurang. Berkurangnya ketersediaan ikan dipengaruhi oleh pola penangkapan yang tidak memperhatikan pelestarian serta ditambah lagi adanya pencurian ikan (Ilegal fishing) oleh nelayan asing.

Celah yang bisa dimanfaatkan untuk tetap dapat meningkatkan efisiensi nelayan adalah dengan menekan biaya operasional semaksimal mungkin. Efisiensi penggunaan bahan bakar kapal motor nelayan adalah faktor kuncinya.

Jika merujuk pada ilmu keteknikan bidang Perkapalan, efisiensi kapal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain desain kapal, pola pengoperasian kapal (operator), dan faktor lingkungan seperti cuaca, kondisi gelombang, dan lain lain. Faktor faktor ini jugalah yang menentukan tinggi rendahnya efisiensi perahu nelayan. Selama ini nelayan membuat perahu dan memilih motornya by tradisi dan intuisi. Nelayan secara turun temurun membuat kapal hanya berpatokan pada perahu sebelumnya yang sudah dibuat tanpa mengetahui nilai efisiensi perahunya. Padahal pembuatan perahu dan pemakaian motor serta pemilihan jenis penggeraknya (Baling baling) merupakan satu kesatuan sistem untuk menentukan baik tidaknya efisiensi perahu motor tersebut. 
Gamabr 2. Perahu Motor Nelayan Dabo Singkep yang dibuat secara tradisi


Dalam satu penelitian ilmiah oleh J.M Lauren dan Alyuan D (2014) yang dipublikasikan di 3th Internasional Simposium on Fishing Vessel Energy Efficiency di Vigo, Spanyol, mendapatkan kesimpulan bahwa dengan pemilihan sistem penggerak yang tepat dengan pola pengoperasian kapalnya dapat meningkatkan efisiensi sebesar 13%. Artinya biaya operasional bisa dihemat hampir 13% dari biaya normal melaut sehari hari.

Nelayan memang tidak mempunyai keahlian khusus dalam mengevaluasi efisiensi perahu motornya secara ideal hanya berdasarkan data visual. Tetapi sebagai celah untuk menekankan efek naiknya harga BBM ditanah air ini, sudah selayaknya pemerintah pusat dan daerah bersinergi untuk memecahkan masalah ini dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan tepat guna. Permasalahan ini adalah tanggung jawab bersama. Adapun sebagai langkah konkret untuk memecahkan masalah ini ada beberapa peran yang bisa diambil untuk masing masing stakeholder, antara lain:

1.      Peran Dinas Kelautan dan Perikanan

Peran Dinas Kelautan dan Perikanan daerah adalah memberikan penyuluhan kepada nelayan tentang bagaimana pentingnya efisiensi kapal nelayan untuk menekan biaya operasionalnya. Dinas ini bisa bekerjasama dengan akademisi akademisi lokal maupun akademisi dari kampus kampus yang fokus di bidang Perkapalan untuk mengkaji permasalahan dalam hal teknis dalam pembuatan dan pengoperasian perahu nelayan. Hasil kajian ini bisa dikemas dalam suatu guidance atau panduan praktis yang mudah dipahami oleh masyarakat nelayan dan tentunya mudah diaplikasikan. Tentunya monitoring oleh petugas dinas yang ditunjuk sangat diperlukan untuk menjamin penerapan pembekalan dan penyuluhan ini. Dinas Kelautan dan Perikanan mengambil peran sebagai mediator antara akademisi dan nelayan serta sebagai mentor dalam pelaksanaan kegiatan.

2.      Peran Akademisi Kampus 

Akademisi berperan dalam mengkaji dan mengemas hasil penelitiannya menjadi suatu kemasan praktis yang akan disampaikan di masyarakat nelayan melalui mediator dinas kelautan dan perikanan. Bagi akademisi ini menjadi media untuk menjalankan fungsinya sebagai civitas tridharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Sehingga penelitian yang dilakukan lebih tepat guna dan bermanfaat serta bisa menjadi pemacu untuk pengembangan penelitian yang berkelanjutan. Terutama penelitian mengenai pengembangan efisiensi perahu motor nelayan, pengembangan alternative bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan, serta penelitian renewable energy sebagai project skala kecil untuk masyarakat nelayan.    


Gambar 3. Baling Baling bersirip hasil Inovasi Dosen Teknik sistem perkapalan ITS Surabaya


3.      Peran Masyarakat nelayan       

Masyarakat nelayan disini berperan sebagai eksekutor sekaligus sebagai objek pada penerapan kebijakan untuk memecahkan permasalahan. Masyarakat hendaknya berperan proaktif dalam menyerap masukan masukan yang telah dikemas dalam guidance atau panduan praktis dalam membangun perahu nelayan, pemilihan mesin dan penggerak, serta pola pengoperasiannya sehingga pemecahan permasalahan tepat sasaran dan tidak membuang waktu dan energi.



Nelayan tidak bisa menghindar dari dampak naiknya harga BBM yang signifikan ini. Namun demikian, ada celah untuk nelayan bisa menekan tingginya biaya operasional karena dampak dari kenaikan BBM ini, yaitu dengan meningkatkan efisiensi perahu motor nelayan. Pemerintah daerah hendaknya menjemput permsalahan yang ada dilapangan langsung, mengingat sebagian besar masyarakat pesisir bermata pencaharian sebagai nelayan. Kenaikan BBM ini menjadi pukulan telak ekonomi masyarakat pesisir jika tidak diimbangi dengan pemasukan pendapatan yang mampu menopang efek domino ini. Dengan adanya solusi yang sistematis dan berjangka panjang, penguatan ekonomi masyarakat pesisir akan mulai terbentuk. Dengan kata lain efisiensi adalah solusinya.      

Salam,
Alyuan Dasira
   

3 komentar:

  1. Nice pak cik, Efisiensi !!! sadar diri dan peduli lingkungan, perlu gerakan akademisi sebagai civitas cedikiawan untuk membantu pemerintah menjelaskan dan membimbing masyarakat akan efisiensi ini terwujud dan nantinya keseimbangan energi/ alam terbarukan ...

    BalasHapus
  2. Terima kasih Pak Anton, setidaknya Dinas terkait sebagai mediator antara akademisi dan masyrakat sangat dibutuhkan.

    BalasHapus
  3. Untuk mendapatkan produk baling baling bersirip dimana yaa

    BalasHapus