STRATEGI
PEMBANGUNAN MASYARAKAT DABO SINGKEP Oleh: Alyuan Dasira, (Part 2, Sektor
Kebudayaan Dan Pariwisata, Sektor Pertanian, Perhubungan Komunikasi Dan
Informasi, Sektor Kesehatan )
Awal
Kata, Saya Sadar Saya Bukanlah Apa Apa. Hanya Masyarakat Biasa Yang Hidup Dalam
Sistem Ini. Tetapi Saya Sebagai Putra Yang Dilahirkan Dari Kampung Ini Tentunya
Ingin Melihat Kampung ini Maju. Bukan Sekedar Maju Infrastrukturnya, Tetapi
Maju Ekonominya Dan Mentalnya. Mungkin ini sedikit yang bisa saya sumbangkan.
Berikut saya lanjutkan
postingan tentang ocehan strategi untuk masyarakat singkep di blog saya yang
melengkapi postingan sebelumnya
salah satu icon kota Dabo
sumber://bakhtiarsyarif.blogspot.com/
·
SEKTOR
KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
Objek Wisata potensial pulau Berhale
sumber: www.pelitedabo.blogspot.com
Sektor ini merupakan
sektor yang potensial untuk menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang cukup
besar jika diolah dengan niat dan visi yang baik. Budaya dan pariwisata bisa
dikawinkan untuk dikemas dan dijual sebagai objek wisata yang menjanjikan.
Adapun beberapa strategi dalam mengolah sumber daya ini antara:
1. Membenah
diri terlebih dahulu baru lakukan sedikit promisi
Saya pernah membaca
bahwa dinas pariwisata mengadakan kegiatan promosi budaya sampai ke Negara
Singapura. Alangkah senangnya saya membaca berita tersebut. Sepulangnya ke
kampung halaman, saya langsung pergi ke pantai salah satu objek wisata yang ada
di Dabo. Apa yang saya lihat tidak sama dengan apa yang saya bayangkan ketika
membaca berita tersebut.
Seharusnya kita mengevaluasi
diri terlebih dahulu sebelum melakukan mempromosi yang cukup menelan biaya.
Karna apa? jika kita mensosialisasikan suatu objek wisata misalnya pantai batu
berdaun ke Negara Singapura, Malaysia, sementara objek wisata yang dipromosikan tidak diperhatikan (Banyak
Sampah, terjadi Abrasi, bahkan tidak ada yang mau mengurus dll), pekerjaan itu
nama lainnya adalah “JALAN JALAN PROMOSI” tidak ada hasilnya. Jangankan
wisatawan asing, wisatawan domestik pun enggan untuk datang, datangpun karena
tidak ada pilihan lainnya. Katakalanlah promosi tersebut berhasil “MENIPU” wisatawan
untuk datang pertama kalinya, tetapi untuk datang kedua kalinya mereka
dibayarpun tidak mau. Bahkan sialnya lagi, kejelekan ini akan berdampak pada
PROMOSI JELEK dari wisatawan ke wisatawan lainnya. Kalau seperti ini apakah
efek Promosi tadi cukup efisien? Pandangan orang terhadap budaya dan keindahan
itu memang bersifat relative, tetapi kalau kotor dan tak terawat itu mutlak.
2. Kebersihan
adalah Sebagian dari Promosi
Persoalan pertama
adalah masalah kebersihan. Memang kadang kita melihat dilapangan solusinya
adalah dengan memasang plank “Jagalah Kebersihan dan buanglah sampah pada
tempatnya”. Ini sangat tidak efektik, bagaimana tidak, tempat sampahpun kadang
entah kemana perginya. Inilah yang perlu kita benahi. Dengan potensi yang ada,
cukup bersih saja mungkin ada nilai jualnya. Konsepnya sederhana yaitu dengan
menempatkan petugas kebersihan untuk bertugas menjaga kebersihan objek setiap
hari yang diawasi oleh pemerintah ataupun melalui dinas pariwisata. Jika alasannya
adalah pemerintah atau dinas tidak ada uang, maka timbul pertanyaan? Uang untuk
gaji tenaga honorer saja ada, yang notabenenye jumlahnya sudah lebih dari cukup
ada. Berarti ada yang salah dengan sistemnya. Ya, mungkin dengan membayar
petugas kebersihan dari dinasnya lebih efektif daripada hanya membayar orang
kantoran untuk bekerja dalam hal ini.
Jikapun uangnya tidak
cukup banyak dan menjaga efektifitas pekerjanya, maka kita harus menerapkan
system baru pada pemberian gaji. Ini hanya untuk mengoptimalkan uang yang
keluar dari kocek pemerintah. Sistem pemberian gaji pun berdasarkan kinerja,
untuk mencegah pekerja “MALAS”. Beri uang gaji pokok, kemudian berapa banyak
sampah yang dibersihkan akan dinilai untuk tunjangannya perhari, mungkin mereka
akan termotivasi. Terapkan system kerja swasta. Mungkin ini hanya sekedar ide
agak gila.
Insyaallah kalau sistem
sederhana seperti ini saja sudah jalan, mungkin dengan biaya tak sebanyak yang
dikeluarkan untuk mempromosi ke luar negeri, hasilnya sudah dapat terlihat. Kalau
pantainya bersih mungkin orang tidak ragu untuk membayar tiket masuk jika ingin
berwisata. Ya, walaupun uangnya tidak banyak, tetapi ini penting untuk mendidik
dan belajar mencari uang bagi pemerintah daerah. Dengan berkembangnya objek
wisata dengan niat dan visi yang jelas, uang ini akan semakin berlipat.
3. Menbangun
Konsep Sistem Objek wisata terintegrasi (Kampung Budaya dan Wisata Melayu)
Berbicara masalah
wisata, maka terlebih dahulu kita harus menganalisa pola tingkah laku wisatawan
dalam menghabiskan uangnya. Inilah kuncinya, bagaimana kita bisa membuat
wisatawan menghabiskan uang mereka di tempat kita. Dari pengalaman, kita bisa
belajar bahwa pola wisatawan dari luar adalah mereka menghabiskan waktu untuk
wisata bukan hanya sementara tapi mereka menghabiskan waktu (masa liburan) yang
cukup lama pada suatu tempat. Makanya tidak heran mereka untuk pergi ke Resort yang
ada di lagoi, Bintan dan menetap disana sampai 2 minggu atau bahkan sepanjang
musim liburnya bersama teman teman dan keluarganya. Ya, jelas saja mereka
memilih resort yang ada di sana untuk itu, karena konsep wisata yang
terintegrasi dengan sistem transportasi, akomodasi, budaya dan kuliner serta banyak
lagi system pendukungnya.
Jika kita mempunyai
visi yang baik untuk mengembangkan sektor pariwisata, kita harus memulai dengan
konsep yang baik pula. Tentunya tidak “KETINGGIAN” pula untuk membangun pola
pariwisata seperti konsep resort tetapi namanya sedikit berbeda yaitu “KAMPUNG
BUDAYA DAN PARIWISATA MELAYU”. Salah satu daerah yang punya potensi adalah
pulau Berhala. Pulau berhala bisa dijadikan objek untuk pembangunan kampung
budaya dan pariwisata melayu. Pembangunan ini bisa dijadikan proyek multi-year,
boleh dikatan sebagai proyek VISIONER atau proyek berjangka panjang (melibatkan
beberapa masa pemerintahan). Bangunlah sedikit demi sedikit dengan visi yang
jelas. Seperti kata pepatah, “sedikit
demi sedikit lama lama jadi bukit”. Sedikit demi sedikit kita melengkapi
apa yang kurang, tetapi tetap bereferensi pada “Green Design” yang telah
dibuat. Jika konsep ini mulai dijalankan, mungkin tidak mustahil dalam 10 tahun
kedepan Singkep menjadi kiblat wisatawan dari masyarakat batam, karimun maupun
luar negeri seperti Singapura, Malaysia.
Konsep KAMPUNG BUDAYA
DAN PARIWISATA, yaitu membangun konsep wisata gabungan budaya dan pariwisata.
Mungkin inilah potensi yang bisa kita poles. Konsepnya adalah dengan membuat suatu kampung wisata yang
terintegrasi. Misalnya, suatu kampung di Pulau Berhala tadi mempunyai wisata
alam (pantai dan terumbu karang) dilengkapi dengan kuliner melayu dan dipenuhi
dengan bangunan corak khas busaya melayu serta selalu diadakan event event
Budaya disana (Seperti Festival fishing yang sekarang telah ada), kemudian
lebih berangan lagi membuat museum sejarah budaya melayu.
Selain pembangunan
infrastruktur, kita juga harus membangun mental budaya untuk masyarakat di
pulau berhala. Secara tidak langsung, merekalah nantinya yang menjadi tuan
rumah dari kampung budaya dan pariwisata di pulau Berhala. Untuk itu, perlulah melakukan
penyuluhan kepada masyarakat setempat untuk mempersiapkan diri menjadi pulau
wisata, dengan menjaga kelestarian lingkungan, menjaga ekosistem laut maupun
memberikan pelatihan pengolahan untuk pembuatan cendera mata.
Bapak bapak setiap
kepala keluarga didorong untuk membuat pancang pancang ikan di laut (tempat
ikan berkumpul) untuk dijadikan tempat wisata pemancingan ikan. Selain itu juga
membuat boat boat (kapal kapal kecil) yang dipersiapkan untuk membawa wisatawan
pergi memancing. Jika sistem ini sudah mulai dibangun, maka sedikit demi
sedikit BERHALA bisa disulap menjadi tempat wisatawan terkenal, terutama dengan
potensi wisata Fishingnya saja.
Kemudian setelah sistem
akomodasi dan transportasinya sudah tersedia, saatnya bagian promosi memainkan
peran. Sistem promosi yang efisien adalah dengan membelanjakan uang daerah
untuk pembangunan daerah sekaligus mempromosikan diri (Optimasi Anggaran).
Contoh sederhananya adalah dengan mengadakan Berhala Festival Fishing, Event Hari
budaya melayu, RAKER (rapat kerja) orang orang dinas di pulau berhala, maupun
event event lainnya. Selain memang membelanjakan duit daerah untuk kegiatan
tersebut, tetapi ini memberikan efek pada perkembangan daerah pariwisata ini.
Jika pariwisata ini
dikemas dengan paket paket wisata lainnya, maka semakin menjadi magnet
tersendiri bagi wisatawan untuk menghabiskan waktu berliburnya di pulau
berhala. Paket yang ditawarkan bisa wisata memancing dengan menyediakan
peralatan mancing dan kapal beserta guide dan tempat pemancingan (kelong kelong
atau pancang pancang tadi), menyediakan tempat dan alat untuk melihat keindahan
alam bawah laut (Snorkling), wisata ke museum melayu, kuliner makanan melayu
dan dilengkapi dengan budaya melayu yang kental dari rumah rumah adat melayu yang
dibangun sebagai akomodasi. Lengkap sudahlah kampung budaya dan wisata ini.
Saya yakin ini konsep
ini akan mempunyai dampak yang signifikan yang terus menerus dan menghasilkan
banyak uang daripada hanya membuat program wisata yang “ala kadarnya”, tidak
memikirkan secara visioner dan integral pada sektor lainnya. Dan hebatnya lagi
potensi PAD yang didapat melebihi dari PAD dari pembukaan lahan tambang yang
merusak ekosistem lingkungan.
4. Konsep
pembangunan infrastruktur daerah yang berbasiskan Budaya daerah (Komplek
Perkantoran MELAYU)
Kata kuncinya adalah
OPTIMASI PEMBANGUNAN dan ANGGARAN. Selama ini kita hanya berpikir “IN THE BOX”.
Masalah utamanya adalah bagaimana dengan uang yang ada kita harus
mengoptimasikan pembangunan?. Itulah yang saat ini harus benar benar kita
pahami, memutar otak untuk menyelesaikannya, bukan memutar otak untuk
mendapatkan proyeknya. Salah satu ide yang terlintas dalam pikiran saya adalah
membangun infrastruktur seperti gedung bupati/komplek perkantoran daerah (STUDI
KASUS: Komplek BUPATI, DAEK LINGGA) dengan corak bangunan khas melayu.
Tidak perlulah kita
membuat gedung megah untuk sang pemimpin kita dan para kepala dinas serta
PNSnya. Mereka bekerja untuk melayani masyarakat bukan masyarakat yang melayani
mereka. Untuk melayani rakyat tidak butuh gedung megah, tetapi pelayanan yang
melayani dengan sepenuh hatilah yang di dambakan oleh rakyat. Yang perlu diperbaiki
adalah system “Melayani” masyarakat bukan infrastrukturnya. Jika pembangunan
infrastruktur tidak bisa dihindarkan artinya memang benar benar butuh , maka
kita perlu mengoptimalkan anggaran belanja untuk pembangunan seoptimal mungkin yang
mana mempunyai double efek sekaligus.
Ibaratkan seperti
pepatah ini, “Jika Nasi Telah Menjadi
Bubur, Maka Butuh Sedikit Garam Untuk Menikmatinya”. Begitu juga dengan
pembangunan infrastruktur untuk pemerintahan. Kita sadar kita tidak punya uang
banyak, selama ini kita hanya mengemis pada dana dari pemerintah pusat.
Adapun sebagai
solusinya saya mempunyai ide (angan angan) pembagunan infrastruktur (gedung
pemerintahan dengan konsep bagunan khas melayu, dan bukan membangun
infrastruktur dengan konsep modern. Kata kuncinya adalah “back to tradisi”. Karena inilah yang kita punya dan bisa kita jual.
Akan banyak manfaat yang bisa kita peroleh apabila kita konsisten dalam
pembangunan ini. Bukan pembangunan infrastruktur aja yang kita dapat tetapi
“PEMBANGUNAN BUDAYA” kita akan rasakan sebagai bonusnya. Pembangunan gedung
gedung yang bercorak khas melayu mendukung sektor pariwisata kita. Selain menguatkan
karakteristik melayu pada kampung kita, ini juga yang bisa kita jual.
Tentunya banyak wisatawan
yang akan mengunjungi pusat perkantoran Pemerintahan/kedinasan Ini tentunya akan menopang konsep sistem
pariwisata terintegrasi yang telah menjadi visi kita bersama. Inilah yang saya
namakan dengan konsep OPTIMASI PEMBANGUNAN. Tempat ini bisa dikunjungi dan
menjadi paket wisata. Konsep inilah yang telah kuat kalau kita melihat di
Negara negara di Eropa.
·
SEKTOR
PERTANIAN
1. Karet
(Pokok Getah) adalah sektor potensial untuk masyarakat Dabo
Sektor
pertanian merupakan sektor yang bisa diandalkan masyarakat selain sektor
perikanan. Daerah kita mempunyai potensi untuk tanaman karet (pokok getah). Saat
ini telah banyak masyarakat menanam pohon karet. Baik sebagai investasi maupun
sebagai sumber mata pencaharian utamanya. Inilah yang patut kita syukuri dan
kita manfaatkan semaksimal mungkin. Kegiatan bercocok tanam pohon karet ini
telah berlangsung lama dari mungkin nenek moyang masyarakat singkep sendiri. Permasalahannya
sekarang adalah karet yang dihasilkan secara tradisional masyarakat dabo
mempunyai nilai jual yang rendah. Mengapa? Karena karet yang dihasilkan oleh
petani karet langsung ditampung ke penampung kemudian dijual ke Jambi dengan
bahan mentah (belum diolah). Dengan adanya sistem seperti ini, maka harga beli
karet dari petani oleh sang penampung sangat murah. Belum lagi terpengaruh oleh
musim. Jika musim hujan maka petani tidak bisa menorah getahnya.
Nah,
di sinilah peluang dari pemerintah maupun pihak swasta untuk memanfaatkan celah
ini untuk membuat usaha dan sekaligus membantu petani karet meningkatkan harga
getah. Pemerintah sangat mungkin untuk membuat BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
untuk membangun pabrik pengolahan karet di Dabo Singkep. Dengan
mempertimbangkan factor kontinuitas dari ketersediaan karet dan bibit pohon
karet yang sekarang menuju masa untuk di panen (Ditoreh).Tidak perlulah membuat
pabrik skala besar, cukup kecil asalkan kontinu. Tentunya usaha ini sebelum
dilakukan perlu dilakukan kajian feasibilitasnya (uji kelayakan).
Dengan
adanya pabrik pengolahan karet ini, saya yakin setidaknya akan memicu
pertumbuhan ekonomi di Pulau dabo sendiri. Lapangan kerja akan bertambah, dan
harga beli karet dari petani karet akan meningkat (Hal ini karena kita memotong
sistem distribusi bahan mentah dengan menggantikannya dengan ditribusi bahan
setengah jadi). Saya rasa ini lebih mempunyai arti PEMBANGUNAN daripada hanya
membangun jalan BESAR, yang hanya dinikmati oleh orang orang berduit yang
mempunyai MOBIL di Pulau singkep. Selama ini kita terpaku pada konsep “adanya infrastruktur maka ekonomi akan maju”,
saya rasa tidak tepat untuk daerah kita saat ini. Yang Kita butuhkan
pembangunan EKONOMInya Bukan Infrastrukturnya. Jika ekonomi berjalan, Tidak
sulit untuk membuat jalan (Infrastruktur). Selama ini yang kita rasakan adalah
pembangunan SEMU (pembangunan infrastruktur). Ibaratnya “Membeli HP yang canggih, Tetapi hanya menggunakannya untuk SMS dan
Menelpon + social media” Kita tidak butuh prestige (gengsi) saat ini.
Prestige hanya dikonsumsi oleh kota yang kaya.
2. Potensi
lainnya (Sawit, Kelapa, dan Sahang/Lada)
Selain
perkebunan pohon karet yang memang saat ini telah mencari sumber mata
pencaharian masyarakat. Tentu kita perlu mengkaji lagi tanaman tanaman yang
bisa dikembangkan sebagai mata pencaharian baru masyarakat kita. Saat ini sudah
coba dikembangkan (katanya dalam tahap uji coba) yaitu perkebunan sawit, yang
terdapat pada jalan menuju ke desa Resang. Memang secara awam(karena saya tidak
tahu detailnya) saya memandangnya perkebunan tersebut sangat subur dan siap
untuk dipanen. Jika benar sawit juga berpotensi di singkep, mengapa tidak
dipikirkan untuk kedepannya. Alur logika berpikirnya sederhana, bagaimana cara
menanamnya?, bagaimana cara merawatnya? Dan yang terakhir, bagaimana untuk
memanen/menjualnya?. Okelah kalau sekarang yang dilapangan secara kasat mata
terlihat cocok berarti pertanyaan 1 dan 2 sudah terjawab. Tinggal butuh
pengembangan dari putra putri kita yang mempunyai basis keilmuan pertanian
untuk mengembangkan melalui kerja sama dengan dinas pertanian. Berarti sekarang
masalahnya adalah kita mempersiapkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana untuk
memanennya (Menjual atau memproduksinya). Jika kita ingin menjualnya, maka yang
perlu di perhatikan adalah system distribusinya ke pabrik pengolahan. Jika
tidak salah, sawit hanya bertahan 12 jam dalam perjalanan distribusi. Nah, ini
yang menjadi masalah. Kita mau membawa kemana?, Jambi? Dengan asumsi dari
pelabuhan dabo ke jambi membutuhkan waktu lebih dari 12 jam, maka ini tidak
bisa dilakukan. Membawa ke daratan Riau? Kita belum mempunyai akses kesana. Ada
dua solusi menurut saya jika ini akan dikembangkan sebagai sector strategis di
Singkep. Pertama adalah membuka akses pelayaran baru dari pertanian untuk
didistribusikan ke pabrik pengolahan entah ada di Jambi maupun di Daratan Riau
dengan jaminan waktu kurang dari 10 jam. Kedua adalah dengan membangun pabrik
pengolahan sendiri. Tetapi ini memang membutuhkan investasi yang besar dan
harus dijamin ketersediaan sumber bahan mentahnya (pertanian sawit skala
besar).
Selain
itu kita juga mempunyai alternative sumber pohon kelapa. Tinggal dipikirkan
bagaimana mengolah bahan mentah kelapa yang ada di kampung kita untuk diolah
menjadi barang setengah jadi. Inilah yang diperlukan untuk studi banding
mengenai pengolahan kelapa menjadi produk industry yang bernilai tinggi. Entah
dikemas menjadi santan kaleng atau dalam bentuk lainnya. Dinas perdagangan lah
yang tepat menangani ini. Mungkin mereka punya data yang cukup lengkap. Selain
itu kita juga mempunyai potensi untuk tumbuhan sahang. Tetapi saya tidak
berkompeten untuk menjelaskan potensinya secara detail. Yang kita butuhkan
adalah mencari celah untuk berubah. Memanfaatkan sedikit potensi SDA yang ada.
·
SEKTOR
PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMASI
Sektor
ini adalah sektor penunjang dan bukan merupakan sektor utamanya. Jadi artinya system
ini untuk mensupport sector lainnya mencapai tujuannya. Memang kita membutuhkan
uang dalam hal ini, tetapi harus diingat uang yang dikeluarkan harus mempunyai
efek yang kuat pada sektor utamanya (berhubungan langsung dengan pembangunan
ekonomi).
1. Perlu
sistem logistik barang yang efisien dan murah (Subsidi sistem logistik)
Mengapa
harga barang di Jambi lebih murah dibandingkan di Singkep?. Hal ini mudah untuk
dijelaskan, karena kita membutuhkan biaya distribusi. Semakin jauh dan sulit
terjangkaunya suatu tempat maka semakin mahal biaya distribusinya, dalam hal
ini barang kebutuhan pokok misalnya. Disinilah sektor perhubungan perlu
menjamin agar supply chain (rantai
pasok) barang dari sumber produksi semurah mungkin. Semakin murah biaya operasi
untuk sistem distribusi barangnya maka harga jual pun akan semakin murah. Setahu
saya singkep mempunyai 2 pintu gerbang dalam memasok barang masuk ke singkep
yaitu: pelabuhan BOM dabo singkep yang menghubungkan ke Jambi, dan Pelabuhan di
sungai buloh, singkep barat.
Masalah
yang saat ini yang mungkin kita bisa perbaiki dalam jangka pendek adalah “Dangkalnya
PELABUHAN DABO”. Mengapa ini dikatakan sebagai masalah yang cukup serius,
bayangkan saja, jika suatu saat kapal dari Jambi ingin bersandar di pelabuhan
dabo sedangkan pada saat itu air laut mengalami surut. Akibatnya kapal tidak
bisa berlabuh, pasokan barang terhambat untuk dibongkar. Maka ini akan menambah
biaya operasional yang berakibat pada mahalnya harga jual barang yang di pasok,
karena penjual mengeluarkan biaya lebih untuk proses bongkar muatnya. Siapa
yang menanggung? Maka masyarakat singkep semuanya yang menanggung dengan
naiknya harga jual barang yang akan dibeli. Belum lagi banyak faktor faktor lainnya.
Memang
saat ini, jika saudara saudara JJS di pelabuhan dabo, maka saat ini sedang
diadakan proyek “pemanjangan pelabuhan”.
Menurut pandangan saya, proyek ini sangat tidak efektif. Mengapa ini tidak
efektif ? Ini merupakan proyek yang sia sia. Karena setiap tahunnya (indikasinya
pada saat pulang lebaran) pantai di sekitar pelabuhan mengalami abrasi.
Kecepatan abrasinya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Nah, dengan
adanya abrasi, maka pasir dari bibir pantai akan terbawa oleh gelombang untuk
turun ke laut. Jika tidak ada bebatuan yang merubah pola gelombang ini maka
akan terus menerus akan terjadi abrasi. Mengapa sebelumnya masalah ini tidak
terjadi? Jawabannya adalah karena hilangnya bebatuan yang diambil oleh masyarakat
sekitar untuk mengepulkan asap dapur. Jika masalah ini tidak ditangani dengan
tepat, maka sistem distribusi bahan dan pangan akan semakin tidak efektif dan
akan mengakibatkan mahalnya harga barang barang di singkep.
Solusi
jangka pendek lainnya adalah dengan mensubsidi sistem distribusi barang masuk
ke singkep. Subsidi ini bisa secara langsung ataupun tidak. Secara langsung dinas
perhubungan mensubsidi biaya operasional untuk kapal dari jambi terutama untuk
bahan pokok. Sedangkan secara tidak langsung yaitu dengan mengalihkan subsidi
ke perbaikan system pelabuhan. Mendalamkan pelabuhan dan memasang wave breaker
(pemecah ombak) untuk mengubah pola gelombang. Jika ada uang lebih, membuat
kolam pelabuhan. Pilihan yang terakhir ini memang butuh dana besar untuk
berinvestasi. Ini mungkin dilakukan jika arus masuk dan keluar barang sudah
benar benar menjadi jantung bisnisnya masyarakat singkep.
Kalau
alasanya adalah anggaran yang terbatas, tentu kita bisa berdalih. Selama ini
kita mendengar adanya subsidi pesawat terbang untuk melayani rute dabo singkep,
nah, apa salahnya mengalihkan subsidi ini untuk mensubsidi system transportasi
barang pokok (misalnya kapal jambi). Mungkin masyarakat akan dapat manfaatnya
secara langsung. Toh, Yang naik pesawat dari Singkep hanya orang berduit.
Berapa anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mensubsidi ini mungkin udah
masuk angka miliar. Alangkah bijaknya kalau angka ini dirasakan rakyat sacara
merata. Selama ekonomi belum berjalan, subsidi transportasi udara belum
saatnya.
2. Memperbaiki
Sistem Teknologi dan informasi kampung kita (Merubah pola pikir By TRADISI
menjadi By Informasi)
Saya
mempunyai suatu pandangan, Jika kita menguasai informasi dan komunikasi maka
kita sudah berada satu langkah di depan dibandingkan orang lain yang belum
menguasai Teknologi informasi. Memang benar sistem informasi sudah ada di Singkep,
tetapi yang perlu ditanyakan, apakah sudah efektif? Apakah masyarakat sudah
menggunakannya sebagai mana mestinya?. Kita perlu mengevaluasi diri. Menurut
pandangan saya, yang menjadi masalah adalah penguasaan Teknologi informasi.
Saat ini masyarakat secara umum masih jauh dari hanya sekedar tahu tentang Teknologi
dan informasi.
Keungulan
mengetahui informasi akan berdampak positif pada pola pikir masyarakat. Peluang
daerah kita untuk maju akan semakin besar. Artinya begini, jika peluang kita
untuk mendapatkan informasi sama dengan peluang orang ditanah jawa sama (menggunakan
tool yang sama yaitu internet). Dengan mendapat peluang yang sama berarti kita
mendapat modal yang juga sama untuk maju dengan mereka. Tinggal bagaimana
mengolahnya.
Tetapi
semua memang ini butuh proses panjang. Mungkin untuk mudahnya kita ambil studi
kasus pentingnya informasi untuk menopang ekonomi keluarga. Sebagai contoh,
seorang petani getah ingin mengetahui bagaimana menanam pohon getah yang baik?,
berapa jarak antara satu batang getah dengan pohon lainnya, nah kebutulan sang anak
mempunyai sumber informasi dengan mengakses internet kebetulan beliau adalah
siswa salah satu SMA di singkep. Nah dengan informasi yang didapat sang anak
maka sang bapak mengikuti langkah menanam karet yang didapat dari internet. Hasil
yang di dapat adalah, produksi karet meningkat, pohon karet daya tahannya
bertambah. Dan, Kesejahteraan keluarga ini akan meningkat dan secara tidak langsung
diterapkan oleh satu kampung. Bayangkan saja hanya karena secuil informasi dari
sang anak bisa merubah kesejahteraan masyarakat satu kampung. Mungkin singkat
katanya, mengubah mindset/pola pikir “BY
TRADISI menjadi BY INFORMASI”.
Tidak
mungkinlah orang tua kita yang hanya tamatan SD, SMP maupun tidak sekolah kita
ajarkan bagaimana mengakses informasi. Walaupun bisa tapi akan sulit. Tetapi
kita bisa mengalihkan kepada anak anak mudanya. Cara yang paling mungkin adalah
dengan memanfaatkan media sekolah sebagai “AGENT OF CHANGE” nya, tentunya beberapa
sekolah SMA di singkep sudah mempunyai computer yang bisa mengakses internet.
Nah, guru yang mengajar mata pelajaran ini hendaknya memacu anak didiknya untuk
membiasakan diri agar mengakses informasi terkait dengan kebutuhan informasi sehari
hari di lingkungan maupun di keluarganya. Awal awalnya memang perlu dibimbing
hingga menjadi kebiasan. Sebagai contoh, anak didik diberikan tugas untuk
mencari informasi bagaimana dapat mengakses informasi mengenai beasiswa, dll.
Jika ini telah menjadi kebiasaan, maka dengan seiringnya waktu, anak anak
sekolah ini setelah lulus akan turun langsung ke masyarakat dan membantu
masyarakat menyelesaikan masalahnya dengan fungsi sebagai “DISTRIBUTOR
INFORMASI”. Dan masyarakat secara tidak langsung akan terbiasa. Dan semakin
hari maka akan semakin banyak masyarakat yang tahu mengakses informasi.
Peran
pemerintah adalah meyuplai atau membantu menyediakan provider untuk mengakses
internet. Bahkan jika masyarakat sudah terbiasa dengan akses informasi, saya
rasa pusat informasi dan internet kecamatan akan terasa manfaatnya. Tetapi jika
system ini belum diterapkan, maka pusat informasi akan menjadi sumber belanja
anggaran yang tidak ada hasilnya.
·
SEKTOR
KESEHATAN
1. Subsidi
gizi untuk balita kurang mampu (bibit SDM berkualitas)
Mengapa
subsidi air susu dan gizi untuk balita sangat menentukan untuk kemajuan daerah
kita? Karena inilah bibit bibit penerus generasi kita. Jika bibitnya tumbuh cerdas
dan berakhlak, bukan tidak mungkin singkep terkenal dengan anak anaknya yang
pintar pintar. Mungkin inilah harapan yang benar benar kita harus investasikan.
Inilah bagaimana caranya untuk membentuk SDM (Sumber Daya Manusia) yang
berkualitas untuk mengubah alur pembangunan yang selama ini hanya bergantung
pada SDA (Sumber Daya Alam). Bukankah singapura tidak punya SDA? Tapi mengapa
mereka bisa maju? Jawabnya sederhana yaitu mereka punya SDM yang berkualitas.
Mereka memutar otak untuk memanfaatkan letak geografisnya untuk menjadi
perdagangan dunia. Tidak fair kalau kita “mengkambinghitamkan” bahwa mereka
punya selat malaka. Karena secara geografis kita lebih dekat (Pulau batam dan
pulau sekitarnya). Tetapi fakta di lapangan apakah ekonomi di Pulau sudah
sebanding dengan singapura? Tentunya jawab perbandingannya “Apple to Nangke Busuk”. Inilah
menunjukkan bahwa SDM yang berkualitas mengalahkan SDA yang melimpah. Itulah
mengapa investasi jangka panjang kita jika kita ingin maju adalah investasi
pada SUSU dan Gizi balita.
Itulah
mengapa harga air susu sapi di eropa sangat murah, 1 liter air susu murni =
5000 rupiah, bandingkan dengan Indonesia, apalagi Singkep.(sebagai bayangan
susu murni kalau di Indonesia seperti susu cap beruang Bear brand yang satu
kaleng kecil sekitar 0,2 harganya 7.500 rupiah) Di india, malahan disetiap gang
gang di sediakan air susu. Inilah strategi mereka untuk menciptakan SDM yang
berkualitas.
Tentu
apa salahnya kita mencoba menerapkan strategi yang sama. Coba bayangkan saja,
satu keluarga yang susah, mempunyai balita, jangankan untuk membeli air susu
yang berkualitas untuk anaknya untuk makan sehari hari aja mereka sangat
kesusahan. Jika kondisi ini terus berlanjut maka rantai kemiskinan keluarga ini
akan berlanjut. Dengan mendapatkan pemberian subsidi gizi pada balita akan
menghindarkan dari FENOMENA “orang kaya akan semakin kaya, peluang orang miskin
untuk kaya akan tertutup”. Dengan memberikan subsidi gizi balita kurang mampu,
maka akan memperbesar peluang merubah tingkat kemiskinan keluarga tersebut.
Logikanya begini, jika seorang anak dari kurang mampu tumbuh dengan pemberian
gizi yang baik, maka anak ini akan tumbuh cerdas otaknya, kemudian otaknya terus
terasah dengan pendidikan yang di dapat saat dia sekolah, kemudian dia
berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk kuliah ke perguruan tinggi ternama
karena kualitas otaknya, kemudian dia merintis kerja sehingga menjadi seorang
pengusaha, kemudian dia membangun usahanya di Singkep, dan banyak tenaga kerja
yang terserap. Nah, tidak terbayangkan betapa banyaknya manfaat yang di
dapatkan dengan subsidi gizi ini. Sudah saatnya kita memikirkan subsidi gizi
balita daripada subsidi BBM.
Sedikit kemampuan dan punya keinginan,
lebih baik daripada punya kemampuan tetapi tak punya keinginan
Salam,
Alyuan Dasira