Jumat, 04 Desember 2015

Prospek Pengembangan Wisata Maritim & Yacht di Kepulauan Riau

Tulisan ini saya buat dengan referensi berbagai sumber dan belum pernah dipublikasikan ke media publik. Hanya sedikit pendapat saya tentang perkembangan sektor maritim di wilayah kepulauan riau yang sangat berpotensi menjadi destinasi pariwisata dunia.

Gambar 1, ilustrasi dermaga kapal yacht lokal moulinc blanc, kota Brest, Perancis (dokumentasi pribadi 2013)

        Jika melihat kebelakang Sebenarnya di Indonesia sendiri pengembangan wisata maritime yacht telah dirintis pada tahun 2003. Hal ini ditandai dengan diselenggarakannya sail Indonesia oleh pihak swasta. Namun sampai saat ini, pengembangan wisata kearah ini masih belum berkembang signifikan. Berdasarkan fakta yang dikemukakan oleh Menteri pariwisata dalam acara 2nd Indonesian yacht forum 2015, Indonesia yacht show, kontribusi yang diberikan oleh sektor ini masih sangat kecil yaitu sebesar 35 persen. Wisata maritim yacht di Indonesia masih belum digarap maksimal. Padahal Negara kita mempunyai potensi besar pada pengembangan sektor ini sebagai penunjang pada sektor pariwisata lainnya secara terintegrasi.

        Kita bisa bercermin dari Negara tetangga yang telah berhasil mengembangkan wisata maritimnya; Thailand, Malaysia dan Singapura. Sebagai contoh, Thailand mengembangkan wilayah pulau Phuket sebagai pintu masuk untuk para pelayar wisata dunia. Begitu juga dengan Singapura dan Malaysia yang memiliki fasilitas lengkap dan kemudahan untuk disinggahi yacht yacht dunia. Konsep sederhananya adalah dengan memfokuskan titik potensial untuk pembangunan infrastruktur penunjang sehingga mempermudah dan menarik wisatawan untuk berkunjung bahkan menginap.

Gambar 2, ilustrasi dermaga kapal yacht lokal di port de commerce kota Brest, Perancis (dokumentasi pribadi 2013)

          Data menunjukkan hingga Juli 2015 jumlah kapal yacht yang masuk ke Indonesia sekitar 800 dari target 1500. Padahal potensinya sangat besar, ada lebih dari 5.000 yacth yang melintas di selatan Indonesia setiap tahunnya tanpa memasuki perairan Indonesia. Beberapa faktor yang ikut andil pada rendahnya angka yacht yang melintasi dan singgah di perairan Indonesia diantaranya adalah masalah sulitnya pengurusan visa wisatawan yacht, kurangnya destinasi titik labuh (hanya 38 titik labuh seluruh Indonesia), sistem pengurusan Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) yang dinilai masih mempersulit wisatawan.

        Untuk menunjang program pengembangan wisata maritim yacht, pemerintah Indonesia telah menetapkan 120 titik baru destinasi kapal yacht di seluruh Indonesia. Titik-titik tersebut merupakan implikasi Perpres 180 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Perpres 79 Tahun 2011 yang mengatur khusus untuk kapal layar (asing) ke Indonesia. Pasal 2 Perpres itu menyebutkan yacht asing beserta awak kapal atau penumpang termasuk barang bawaan yang masuk perairan Indonesia untuk kunjungan wisata diberikan kemudahan dalam Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT), Kepabenan (Customs), Keimigrasian (Immigration), Karantina (Quarantine) dan Kepelabuhanan (Port) (C.I.Q.P). Selain itu, untuk mempermudah wisatawan mengenai peizinan, Perpres ini juga menyebutkan bahwa perizinannya dapat dilakukan dengan sistem elektronik.

       Untuk memacu pertumbuhan volume yacht setiap tahunnya seperti yang dicantumkan dalam Perpres 180, peran pemerintah pusat dan daerah sangat vital. Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah mempunyai fungsi untuk memberikan dukungan fasilitas bagi kapal wisata (yacht) asing berupa; penyiapan alur pelayaran kapal wisata asing, kemudahan dalam pembangunan marina atau terminal khusus kapal wisata asing, pembangunan dermaga, pemasangan sarana bantu navigasi pelayaran, kemudahan untuk fasilitas perawatan dan perbaikan kapal wisata, pembangunan titik labuh kapal wisata serta fasilitas dan kemudahan lainnya sesuai kebutuhan.

      Sejalan dengan ini, Kementerian pariwisata akan mencanangkan pengembangan destinasi pariwisata pembangunan kawasan eko wisata maritim yaitu berupa pembangunan empat dermaga titik labuh yact dengan kategori basic scale infrastruktur. Salah satu dari empat rencana pembangunan dermaga akan ditempatkan di Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.

      Pemilihan tanjung pinang sebagai salah satu lokasi pembangunan dermaga dirasa sangat tepat untuk pembangunan wisata kepri secara terintegrasi. Hal ini mengingat bahwa di wilayah kepri lainnya sendiri sudah ada dermaga yacht yang terdapat di Nongsa point marina di Batam dan satu lagi dermaga yacht di resort Bintan. Dengan adanya rencana pembangunan dermaga di Tanjung pinang ini bisa memperkuat konektivitas wisata maritim berupa alur-alur pelayaran yacht. Dan tidak menutup kemungkinan jika nantinya dermaga yacht ini menjadi pemacu (trigger) pada pembangunan dermaga yact maupun titik titik labuh potensial di Kabupaten di Kepri lainnya. Setidaknya titik labuh yacht lainnya sebagai feeder di Provinsi kepri mempunyai alasan untuk dikembangkan. Dengan pertimbangan alur  pelayaran jalur khatulistiwa sebagai kartu as dalam menjual potensi kepri sebagai jalur yacht dunia.


Gambar 3 ilustrasi pulau pulau kepulauan riau sebagai pengembagan jalur pelayaran yacht 

       Selain Batam, Bintan, maupun Tanjung pinang, daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pendukung wisata maritim yacht yang terintegrasi adalah Kabupaten Lingga, Natuna, dan Anambas. Seperti yang kita ketahui bahwa perairan Lingga saat ini telah digunakan menjadi arena untuk event yachting skala internasional yaitu Singapura strait regatta dan Neptune Regata. Lingga mempunyai potensi mengingat perairannya menjadi jalur khas khatulistiwa.

      Pengembangan daerah wisata yacht ini akan berdampak langsung pada pembangunan ekonomi masyarakat setempat. Sebagai asumsi, setiap kapal yang singgah tentunya memerlukan bahan bakar, kebutuhan air bersih, reparasi atau perbaikan, pembersihan, keperluan logistik, maupun kebutuhan lainnya untuk menunjang kebutuhan hidup wisatawan dan operasional kapal. Kebutuhan ini bisa menjadi pasar potensial sumber pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah daerah. Misalnya saja masyarakat setempat membuat kelompok kerja yang tentunya di bawah bimbingan untuk menawarkan jasa pembersihan kapal kapal yacht. Selain itu dengan dukungan tenaga berskill, bukan tidak mungkin masyarakat setempat dapat membangun tempat pengedokan khusus kapal yacht untuk memenuhi kebutuhan reparasi skala kecil. Belum lagi ditambah keuntungan interaksi sosial budaya, masyarakat dengan sendirinya akan mulai terbiasa dengan bahasa asing.

         Pembangunan fasilitas penunjang mutlak diperlukan untuk program jangka pendek. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah mengenai Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan CIQP. Sistem elektronik yang terintegrasi akan mempermudah langkah wisatawan. Di sisi lain, secara simultan fasilitas penunjang seperti fasilitas air bersih, bunker, listrik, logistik, pusat akses ke pariwisata unggulan lainnya, maupun pusat souvenir harus sudah mulai diinisiasi. Untuk jangka panjangnya, jika mengacu pada strategi pengembangan coastal and maritime tourism yang diusulkan oleh European Commission, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemangku kepentingan yaitu:1. Mempromosikan tindakan pecegahan dan managemen sampah untuk membangun wisata maritim yang berkelanjutan. 2. Mendorong diversifikasi dan integrasi antara sumber daya maritim dan masyarakat pesisir seperti: budaya daerah, kepercayaan, dan atau rute rute yang bernilai sejarah. 3. Melakukan studi pengembangan konektivitas antar pulau dan mendesain strategi inovasi wisata maritim untuk daerah strategis. 4. Melakukan study  untuk mengidentifikasi kegiatan inovasi pengembangan daerah maritim. 5. Mengembangkan guidance secara online untuk menginformasi peluang investasi pada untuk menarik investor.         

    Mimpi Kepri menjadi pusat wisata maritim dan yacht internasional bukan hanya sekedar mimpi jika di dukung penuh oleh semua pihak. Tentunya semua pihak harus bekerja sama sesuai dengan fungsinya masing masing.      









Minggu, 31 Mei 2015

Sektor Maritim Butuh Entreprenuer Muda

Tulisan ini telah dimuat di Kolom Opini Koran BatamPos Edisi Sabtu,30 Mei 2015
           
 Indonesia adalah Negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 70 % lautan dan 30 % daratan. Jadi tidak heran jika Indonesia mempunyai potensi kelautan dan kemaritiman yang sangat besar. Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang merupakan pertemuan arus panas dan dingin, menyebabkan sumberdaya hayati kelautan Indonesia begitu beraneka ragam. Belum lagi termasuk potensi sumber kekayaan nonhayati seperti minyak dan gas alam. Letak geografis Indonesia yang terletak di antara samudera hindia dan pasifik menjadikan Indonesia sebagai jalur pelayaran internasional semakin menambah potensi kemaritiman Indonesia.


Gambar 1 letak geografis sebagai potensi kemaritiman (sumber gambar: abelpetrus.wordpress.com)

            Seluruh potensi maritim ini membutuhkan badan usaha untuk mengolah sumber daya menjadi pundi pundi uang untuk pemasukan negara. Jika skala besarnya kita punya BUMN sebagai badan usaha pemerintah, maka untuk skala kecilnya kita membutuhkan para pengusaha atau entrepreneur. Peluang usaha di sektor ini sangat terbuka lebar. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengklaim ada lima investor yang sudah menyatakan minatnya untuk menanamkan modalnya di sektor maritim di tahun 2015. Di antara lima investor tersebut, tiga di antaranya sudah menyampaikan komitmen nilai investasi sebesar US$9,3 miliar. Jika melihat lebih jauh lagi, tentunya investasi ini membuka pintu  peluang untuk usaha sektor sektor turunannya. Untuk merubah potensi menjadi suatu hasil nyata untuk rakyat perlu suatu proses mengidentifikasi, pengembangan, serta memberi sentuhan inovasi. Disinilah entrepreneur bisa mengambil peran dalam pembangunan roda perekonomian langsung. Tidak menutup kemungkinan nantinya para entrepreneur di sektor maritim menjadi entrepreneur besar dan sukses yang mengelola usaha multi nasional.

           Jika kita berkaca pada negara negara yang maju roda perekonomiannya, sebut saja Singapore, India, Jepang, Cina, dan Amerika. Mereka mempunyai jumlah presentase entrepreneur yang cukup besar. Singapore (7%), India (7%), Jepang (10%), Cina (7%), Amerika Serikat (12%), Malaysia (3%) dan Thailand (3%) sedangkan Indonesia hingga April 2014 hanya baru mencapai (1,65%). Angka 1,65% ini adalah gambaran secara global entrepreneur dari seluruh sektor yang ada di Indonesia. Jika dibreakdown lagi mungkin hanya sekian persen entrepreneur Indonesia yang berkecimpung di sektor maritim.

           Mengenai entrepreneur pemula di Indonesia, berdasarkan data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Depkop) hanya 17 % dari seluruh lulusan perguruan tinggi yang tertarik untuk menjadi pebisnis pemula. Jika dikelompokkan menjadi entrepreneur muda di sektor maritim, tentunya persentasenya lebih sedikit lagi. Mengingat masih sedikitnya ratio mahasiswa lulusan jurusan jurusan yang berbasiskan kelautan dan kemaritiman dibandingkan dengan jurusan jurusan lainnya di Indonesia. Belum lagi, faktor bahwa tidak semua lulusan dari jurusan yang berbasiskan kelautan dan kemaritiman mempunyai mindset sebagai entreprenuer dalam visi hidupnya. Ini merupakan tantangan pemerintah kedepannya untuk lebih banyak mencetak entrepreneur muda untuk mengisi sektor maritim.   

          Mengapa sektor maritim membutuhkan entrepreneur muda? Jawaban sederhananya adalah Sektor maritim merupakan sektor yang paling berpotensi. Untuk mengelola potensi kelautan dan kemaritiman yang ada tidak bisa hanya dikelola hanya dalam waktu singkat. Entreprenuer entrepenuer yang sukses dimatangkan bukan secara karbitan, tetapi melalui proses panjang. Semakin berkembangnya teknologi dan informasi, tantangan perkembangan usaha bidang kelautan dan kemaritiman akan semakin besar. Pengembangan bisnis secara konvensional yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang kita dirasa sangat tidak relevan lagi untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Inilah salah satu keunggulan yang dimiliki entrepreneur entrepreneur muda yang notabenenya mereka telah lahir sebagai generasi yang lebih maju dan bisa lebih cepat mengadaptasi teknologi. Media sosial bisa dipandang sebagai media marketing paling potensial dimana generasi muda sudah tidak asing lagi sebagai usernya.      

        Perlu digarisbawahi bahwa entrepreneur perlu dicetak agar menjadi entrepreneur yang tangguh. Proses ini tentunya memakan waktu, resiko, dan tantangan. Potensi dan kemampuan sebagai seorang entrepreneur perlu diasah selagi muda melalui bimbingan dan pelatihan secara terus menerus sehingga memberikan wawasan dan pengalaman dalam menekuni dunia entrepreneurship. Semakin muda memulai maka semakin kecil resiko yang ditanggung jika gagal. Setidaknya ketika ketika entrepreneur muda ini telah melewati suatu masa dimana kegagalan demi kegagalan dan pelajaran demi pelajaran yang sesungguhnya dari dunia entrepreneurship mereka telah siap untuk membangun usaha yang bisa memperdayakan masyarakat banyak. Roda ekonomi akan berputar dengan sendirinya.

         Jika visi pembangunan nasional lebih dititikberatkan pada pencetakan generasi entrepreneur muda maritim, bukan hal yang mustahil jika dalam waktu 5 sampai 10 tahun kedepan negara kita bisa membalikkan presentase entrepreneur dibandingkan Negara tetangga. Ingat, kita punya potensi yang lebih dibandingkan dengan mereka. Untuk itulah program program studentprenuership berwawasan maritim perlu di kembangkan dan di galakkan lagi.

         Bisnis yang baik adalah terjun langsung untuk menekuninya. Setidaknya ada beberapa sekor potensial yang memiliki prospek pengembangan bisnis menurut Prof Rokhmin Dahuri, yaitu; (1) Perikanan tangkap, (2) Perikanan budidaya, (3) Industri pengolahan hasil perikanan, (4) Industri bioteknologi, (5) Pertambangan dan energi, (6) Pariwisata bahari, (7) Transportasi laut, (8) Industri dan jasa maritim, (9) Pembangunan pulau-pulau kecil, dan (10) Sumber daya nonkonvensional (non-conventional resources). Ini belum lagi termasuk pada pengembangan subsektor-subsektor lainnya.

         Sebagai gambaran, usaha budidaya dan penangkapan ikan selama ini telah dijalankan masyarakat daerah pesisir secara konvensional. Peran entrepreneur muda sangat dibutuhkan untuk memberikan inovasi dalam usaha ini sehingga usaha ini lebih bisa berkembang dan dinamis lagi. Misalnya dengan mengembangkan sistem produksi dan pemasaran serta sistem managemen usaha yang efektif. Misalnya dengan memberdayakan kelompok nelayan untuk menangkap ikan dengan menggunakan peralatan modern, kapal dilengkapi dengan alat pendeteksi ikan, dan penyimpanan ikan (cold storage) agar ikan awet serta alat penjaringan yang didesain dengan sistem mekanik sehingga dapat meningkatkan efisiensi penangkapan ikan. Selain celah peluang bisnis di ranah produksi, sistem distribusi dan pengolahan akhir juga bisa untuk lebih dikembangkan. Pengolahan produk hasil tangkap menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, seperti pembuatan abon ikan, produk ikan kalengan, maupun dalam produk produk pangan kreatif tentunya akan memberdayakan lebih banyak lagi masyarakat lokal.            


Gambar 2 Nelayan Indonesia masih menangkap secara tradisional (sumber: aktual.co)

         Tidak dipungkiri, masalah modal menjadi batu hadangan para entrepreneur muda untuk memulai suatu bisnis apalagi bisnis di bidang maritim yang membutuhkan modal yang cukup besar. Namun demikian, pertimbangan menjadi pekerja lepas terlebih dahulu untuk mengumpulkan modal bisa menjadi opsi. Lebih lagi jika pekerjaan lepas ini mempunyai kaitan dengan kemampuan dan minat bisnis entrepreneur yang akan dimulai. Selain dapat mengumpulkan modal, menjadi pekerja lepas juga dapat memberikan wawasan dan pembelajaran sebelum terjun langsung untuk memulai menjadi entrepenuer.  

Gambar 3 Pengolahan ikan asin secara tradisional (sumber:viva.co.id)

          Selain itu, pemerintah juga bisa membantu dengan program programnya untuk menstimulasi lahirnya entrepreneur entrepreneur muda. Kemennegkop dan UKM pernah menjalankan program pembinaan 1.500 sarjana terkait pelaksanaan program pemberdayaan Wirausaha Baru (WUB) pada tahun 2010. Salah satu program yang di canangkan adalah pemberiaan kredit untuk pengusaha sarjana pemula dengan difasilitasi Kredit pinjaman dengan anggunan berupa ijazah sarjana. Tentunya lewat proses seleksi ketat dan monitoring program yang kontinu. Program ini seharusnya lebih disempurnakan lagi sehingga dapat menciptakan suatu sistem pencetak entrepreneur muda yang handal. Selain itu, dukungan dari kementerian pendidikan maupun pihak kampus melalui pengembangan silabus entrepreneurship bidang dirasa sangat perlu. Jika sistem ini nantinya telah teruji dan berhasil, tentunya akan bisa diexpansi untuk mencetak entrepreneur muda dari kalangan masyarakat luas lainnya.     
Gambar 4. Salah satu fakultas teknologi kelautan di Indonesia (ITS Surabaya)

Alyuan Dasira S.T, M.Sc
Masyarakat Maritim Dabo Singkep,
Kepulauan Riau






Minggu, 10 Mei 2015

Lesunya Industri Galangan Kapal di Batam



LESUNYA INDUSTRI GALANGAN KAPAL di BATAM

Oleh: Alyuan Dasira

*Tulisan ini pernah dimuat di koran HaluanKepri, Kepulauan Riau, Edisi Jumat, 8 Mei 2015
http://www.haluankepri.com/rubrik/opini/77171-lesunya-industri-galangan-kapal-di-batam.html
*Menjadi referensi artikel berita di Jurnalmaritim.com
http://jurnalmaritim.com/2015/05/industri-galangan-kapal-nasional-lesu/
http://jurnalmaritim.com/2015/05/ini-solusi-agar-industri-galkapnas-tidak-lesu/
http://www.pemudamaritim.com/2015/05/ini-solusi-agar-industri-galkapnas.html


Gambar 1. Suasana Salah satu galangan kapal di Tanjung Sengkuang (dokumentasi pribadi)

Industri galangan kapal merupakan industri strategis untuk menopang visi pemerintah terkait program Indonesia sebagai poros maritim. Galangan kapal berfungsi dalam menghasilkan armada armada kapal maupun sebagai industri untuk peremajaan kapal yang ada. Namun ironisnya dengan gembornya visi poros maritim, perkembangan industri ini cenderung mengalami penurunan dengan indikator menurunnya pesanan pembuatan kapal di galangan kapal di Batam. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, yang mengatakan bahwa industri galangan kapal turun drastis dan diperkirakan pesanan galangan kapal turun hingga 80 persen dari masa kejayaannya di tahun 2006.

Berdasarkan perhitungan Kemenperin, kebutuhan kapal nasional selama 5 tahun kedepan untuk mendukung program tol laut mencapai 1.574 unit yang terdiri dari berbagai jenis kapal niaga. Jenis kapal yang menjadi primadona adalah kapal tongkang (satu set dengan kapal tugboat), kargo maupun bulk carrier. Saat ini diperkirakan industri dalam negeri hanya mampu menyuplai 10 persen, maka kebutuhan kapal untuk 5 tahun kedepan sebesar 1.417 unit kapal. Bertolak belakang dengan angka ini, industri galangan kapal di Batam saat ini masih lesu, orderan pembuatan kapal baru masih sepi. Padahal, saat ini industri galangan kapal nasional masih terkonsentrasi di wilayah Batam. Suplai kapal baru menurut Kementerian Industri masih ditopang 75 persen dari galangan kapal Batam. Jadi boleh dikatakan bahwa kondisi industri galangan kapal nasional dapat diwakilkan oleh kondisi lesunya galangan kapal nasional.

Memang jika mengacu pada data perbandingan pembuatan tongkang sekitar 1600 Dolar singapura per tonnya atau sekitar 15 juta rupiah maka nilai satu proyek tongkang 300 feet hampir seharga 20 miliar rupiah. Dibutuhkan biaya investasi yang besar dengan nilai rata rata sekitar 250 triliun Rupiah. Namun, sampai saat ini belum ada tanda tanda angin segar dalam industri galangan kapal. Lesunya industri galangan kapal tidak sejalan dengan program tol laut yang dicanangkan oleh pemerintah.

Ada beberapa faktor yang saling terkait pada sepinya permintaan pembuatan kapal. Salah satu faktornya adalah lesunya industri batu bara. Pada saat ini, harga batu bara mengalami penurunan dari US $ 110 per ton merosot secara bertahap sampai April 2015 berada dikisaran rata rata US $ 54 per ton. Adanya penurunan harga yang signifikan ini akibat adanya penurunan permintaan dari negara Amerika, Eropa, dan China sehingga batu bara mengalami over supply. Seperti yang diketahui bahwa hampir sebagian besar galangan galangan di Batam dalam beberapa tahun terakhir banyak mendapatkan pesanan pembuatan kapal tongkang dan tugboat yang mana notabennya sebagai transportasi batu bara. Secara tidak langsung melemahnya industri batu bara berdampak pada industri galangan kapal. Berdasarkan data Tabloid Steel Indonesia tahun 2015, produksi kapal di Batam, ekspor atau pesanan kapal tongkang ke luar negeri kini menurun drastis hingga 75 persen akibat fluktuatifnya harga batu bara yang merupakan komoditas angkutan utama jenis kapal tongkang.

Selain melemahnya industri batu bara, sengitnya persaingan industri galangan kapal di kawasan ASEAN seperti Philipina, Vietnam dan ditambah lagi China juga turut andil dalam mempengaruhi industri galangan kapal nasional. Negara negara ini menjadi pesaing berat Indonesia dalam memproduksi kapal. Dengan menawarkan biaya pembuatan kapal yang lebih kompetitif, para pesaing ini dengan mudah dapat mengambil hati para owner kapal untuk membuat kapal di galangan negara mereka. Tingginya biaya pembuatan kapal di Indonesia mengakibatkan harga jual kapal dalam negeri lebih mahal ketimbang buatan luar negeri. Perbedaan harganya bisa mencapai 30 persen, sehingga tak heran banyak pengusaha pelayaran lebih memilih membeli kapal buatan asing. Adanya disparitas harga ini turut disumbangkan oleh pengenaan bea masuk komponen dalam produksi berkisar 5 persen hingga 12,4 persen, ditambah lagi PPN 10 persen terhadap penyerahan atau penjualan kapal. Sehingga struktur biaya pembangunan kapal baru di Indonesia menjadi tidak kompetitif. Jadi tidak mengherankan bila industri galangan kapal di China tumbuh hingga mencapai diatas 20 persen per tahun.

Dari sisi internal, penerapan teknologi pembuatan kapal setidaknya juga menjadi pertimbangan dari stakeholder. Penerapan teknologi pembuatan kapal dapat meningkatkan produktivitas galangan dalam proses produksi. Oleh karena itu, penerapan teknologi juga turut menyumbang dari perkembangan industri galangan kapal. Teknologi pembuatan kapal di Indonesia masih banyak yang menggunakan teknologi pembuatan konvensional. Hal ini menyebabkan bertambah lamanya waktu pengerjaan proyek bangunan kapal baru. Buruknya lagi, adanya delay penyerahan kapal akan berefek buruk terhadap profesionalitas galangan kapal nasional. Untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dengan galangan galangan kapal asing, perlu adanya penerapan teknologi dalam pembangunan kapal secara menyeluruh. Misalnya teknologi pembangunan badan kapal yang terintegrasi dengan sistem perpipaan dan outfitting lainnya secara simultan sehingga tidak terjadi waktu tunggu section pekerjaan yang lama.

Selain itu, faktor lain yang disinyalir ikut menyumbang menurunnya industri galangan kapal di Batam adalah dengan adanya kenaikan upah pekerja yang memberatkan pengusaha galangan kapal. Di kondisi sulit saat ini dimana industri galangan kapal sangat sepi orderan bukanlah saat yang tepat bagi para pekerja untuk menuntut kenaikan upah kerja. Kondisi yang tidak kondusif dapat menganggu produktivitas dalam proses produksi sehingga dapat memperburuk keadaan dan pada akhirnya perusahaan tidak lagi mampu menopang biaya operasional yang tinggi serta memilih untuk gulung tikar. Karyawanlah yang akan merugi karena tidak dapat bekerja lagi. Sebagai gambaran, jumlah pekerja galangan kapal saat ini sekitar 30.000 pekerja yang sebelumnya sebesar 250.000 pekerja. Jika industri galangan kapal ini dalam beberapa bulan kedepan kondisi masih lesu, maka tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan oleh pengusaha galangan kapal di Batam. Hal ini dilakukan atas pertimbangan beban operasional yang harus ditanggung cukup besar dengan tidak adanya orderan kapal.


Gambar 2. Pekerja galangan kapal mogok kerja (sumber: beritatrans.com)

Namun demikian, ada beberapa strategi yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan berbagai pihak dalam menanggapi lesunya industri galangan kapal di Batam. Strategi ini bersifat defensif maupun offensif. Strategi defensif merupakan langkah yang diambil untuk bertahan dalam kondisi sulit seperti ini sedangkan strategi offensif lebih kearah mencari peluang sumber pendapatan baru bagi industri galangan kapal.

Langkah pertama adalah penghematan biaya. Tindakan ini lebih menitikberatkan pada pemotongan biaya tunjungan fasilitas karyawan, pengurangan jam lembur karyawan jika tidak ada pekerjaan urgent serta biaya biaya lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Langkah ini perlu diambil dan disosialisasikan ke seluruh karyawan. Pada kondisi sulit ini, jika karyawan terkena PHK tentunya akan sulit mencari pekerjaan yang sama mengingat krisis ini hampir mempengaruhi seluruh bidang usaha yang sejenis dan turunannya. Jika mereka mencari kerja di bidang industri lainnya tentunya akan bersaing dengan banyak pengangguran di Batam yang saat ini membutuhkan pekerjaan.

Selain itu, meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja juga sangat diperlukan. Mengevaluasi kembali efisiensi pada seluruh sistem; produksi, procurement, maupun administrasi. Dengan meningkatnya efisiensi juga dapat menekan biaya operasional. Memanfaatkan sumber daya yang ada dan mengadaptasi perkembangan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, baik dari segi kualitas maupun delivered timenya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing dengan industri galangan Negara tetangga maupun China.

Memaksimalkan proyek reparasi kapal. Untuk menggambarkan berapa besar market reparasi pada industri galangan kapal ini, menurut data Indonesian National Shipowners' Association (INSA), 75 persen dari 13 ribu kapal niaga nasional berusia 20 tahun keatas yang memerlukan revitalisasi atau peremajaan. Jika kita menggunakan data ini, hampir 10 ribuan kapal akan mengalami peremajaan dan memerlukan galangan kapal. Oleh karena itu industri galangan kapal bisa menangkap market segmen pasar ini untuk menopang perusahaan pada saat sulit sehingga perusahaan bisa terselamatkan dan begitu juga karyawan.

Perlunya sinergi antara seluruh stakeholder untuk menghadapi masa sulitnya galangan kapal di Batam. Pemerintah, pengusaha dan karyawan serta industri pendukung lainnya hendaknya saling mendukung untuk mengembalikan kejayaan industri galangan nasional di Batam ditengah sengitnya persaingan negara ASEAN dan China.

















Selasa, 07 April 2015

Konsep Wisata Bahari Oleh PELNI Untuk Negeri

Konsep Wisata Bahari Oleh PELNI Untuk Negeri
Alyuan Dasira
*Tulisan ini dimuat di Opini surat kabar Batampos, Senin 7 Maret 2015

        PT. PELNI (Perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia) merupakan salah satu BUMN yang mempunyai bisnis inti di bidang penyediaan jasa angkutan transportasi laut yang meliputi jasa angkutan penumpang dan jasa angkutan muatan barang antar pulau. Saat ini, kekuatan armada PT. PELNI terdiri dari Kapal tipe 3000 pax sebanyak 1 armada, tipe 2000 pax sebanyak 9 armada, tipe 1000 pax dengan 9 armada, tipe 500 pax sebanyak 3 armada, kapal jenis Ropax sebanyak 1 armada, jetliner sebanyak 1 armada, kapal Roro sebanyak 2 armada. Dengan kekuatan Armada ini, PT. Pelni mampu untuk menyinggahi 92 pelabuhan di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan salah satu misinya yaitu mengelola dan mengembangkan angkutan laut guna menjamin aksebilitas masyarakat untuk mewujudkan wawasan nusantara.  Selain mempunyai bisnis yang bersifat komersial dengan melayari rute rute yang strategis, PT. Pelni juga diberikan tugas oleh pemerintah untuk melayani rute rute pulau pulau kecil terluar sesuai dengan Perpres N0.78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau pulau kecil terluar.

Gambar 1. Rute jaringan pelayaran nusantra Pelni 2006
            Di satu sisi data di lapangan menunjukkan bahwa armada armada yang dimiliki oleh Pelni tidaklah muda lagi, hampir 87 persen armada yang dimiliki berumur rata rata di atas 15-25 tahun, 22 persen berumur lebih tua lagi dan hanya 3 persen yang masih berumur dibawah 10 tahun. Peremajaan kapal tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, mengingat komponen komponen kapal sangat mahal terlebih lagi yang berhubungan dengan lambung kapal. Selain itu, ketersediaan suku cadang sistem permesinan yang telah tua tidak banyak tersedia di pasaran dan sangat sulit dicari. Oleh sebab itu, tidak jarang diperlukan orderan khusus yang notabenenya perusahaan harus meronggoh kocek lebih dalam lagi.

             Bertambahnya umur kapal tentunya akan berdampak pada menurunnya efisiensi. Efisiensi yang rendah akan berdampak pada biaya operasional yang tinggi. Sebagai gambaran, konsumsi BBM armada Pelni sehari saja menghabiskan sekitar 50.000 liter solar. Di satu sisi, perang harga jasa transportasi udara (low cost carrier) mulai membentuk paradigma masyarakat bahwa biaya transportasi udara lebih efektif dan efisien (ratio waktu/biaya) dari transportasi laut. Hal ini mengakibatkan sulitnya transportasi laut terutama jasa pengangkutan penumpang untuk mengimbangi jasa transportasi udara. Inilah salah satu yang mengakibatkan penumpang jasa transportasi laut dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Selain itu, mengimbangi tingginya biaya operasional dengan menaikkan harga tiket bukanlah solusi yang tepat.

        Tingginya biaya maintenance dan operasional membuat Pelni harus berpikir keras untuk mendapatkan income lebih dari usahanya. Adanya subsidi berupa PSO (Public Service obligation) dari pemerintah tidak banyak membantu dalam menjadikan bisnis ini mandiri kedepannya. Salah satu tindakan jangka pendek yang bisa dilakukan untuk menekan biaya operasional secara praktikal adalah dengan mengatur pola operasional armada; mengatur kecepatan operasional armada kapal. Konsumsi bahan bakar akan berbanding kuadrat terhadap kecepatan operasional armada (Fuel oil consumption/FOC ≈ V2). Namun demikian, tindakan ini tidak sepenuhnya dapat menekan banyak biaya operasional secara signifikan, mengingat efisiensi armada yang sudah menurun.

             Bagaimanapun juga, Inovasi bisnis sangat diperlukan untuk menggenjot income Pelni sebagai badan usaha plat merah negeri ini. Terlebih lagi dalam beberapa tahun terakhir kondisi pendapatan Pelni tidak dapat dipungkiri mengalami raport merah alias merugi. Mungkin sudah saat Pelni menyuarakan misi barunya “ from minus to hero”.

        Inovasi dalam berbisnis mutlak diperlukan, untuk itu tidak ada salahnya jika Pelni berpikir untuk mengembangkan bisnisnya sebagai langkah untuk menangkap pangsa pasar yang lebih luas lagi. Konsep bisnis wisata bahari mungkin bisa jadi salah satu solusinya. Konsep ini bisa merupakan konsep konversi kapal penumpang menjadi kapal multifungsi; sebagai kapal penumpang dan kapal wisata. Armada yang ada dan telah ditentukan sedikit dilakukan modifikasi menjadi kapal yang bisa mengangkut penumpang sekaligus sebagai kapal wisata. Selain itu, bisa juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas sebagai kapal special service, misalnya digunakan untuk melayani charteran untuk acara resmi nasional, festival budaya nasional maupun family gathering. Kapal kapal yang memiliki umur yang cukup tua dan tidak produktif lagi bisa dikonversikan menjadi restoran maupun hotel terapung di pulau pulau wisata nusantara. Secara keseluruhan setidaknya ada tiga konsep wisata yang bisa dikembangkan.  

Gambar 2. Salah satu rute pelayaran Kapal Pelni KM. Sinabung

           Pertama adalah konsep kapal wisata. Seperti kita ketahui bahwa lonjakan penumpang hanya terjadi pada saat momen momen tertentu seperti; lebaran, natal dan tahun baru, serta liburan panjang sedangkan pada periode lainnya penumpang cenderung sepi.  Dari pertimbangan inilah, kegiatan wisata bisa dijadwalkan sesuai dengan periode dan destinasi yang sesuai. Pelni bisa merangkul dinas pariwisata, maupun dinas dinas terkait lainnya untuk merumuskan jadwal yang tepat untuk pelaksanaan pelayaran wisata. Wisata ini sangat cocok diterapkan pada kapal pelni yang masih “muda” atau yang masih aktif melayari pelayaran nusantara. Konsep design kapal ini tentunya disesuaikan dengan kapal yang ada dan tema wisata yang diangkat.

         Adapun konsep wisata ini telah dijalankan oleh Pelni. Kemasan wisata bahari Pelni dilaksanakan pada akhir tahun 2014 yaitu program paket wisata goes to Raja Ampat dan Wakatobi. Program ini menawarkan 2 destinasi wisata yang dikemas selama 3D2N (tiga hari 2 malam) dengan dilengkapi hotel terapung KM. Tatamailau sebagai akomodasi. Kemudian Let’s Go Wakatobi pada Desember 2014 selama 5D4N (lima hari empat malam) dengan Kapal Kelimutu. Kedepannya pemantapan konsep bisnis ini mengarah pada penjadwalan reguler, yang disesuaikan dengan event event budaya nasional lainnya. Jika digarap dengan professional, bukan hanya wisatawan dalam negeri saja, bahkan wisatawan mancanegara bisa dibidik menjadi pangsa pasar potensial.

          Kedua adalah konsep bisnis kapal special service. Ini lebih tepat diterapkan pada kapal yang berusia 15-20 tahun. Faktor kecepatan bukanlah yang penting dalam bisnis ini. Kenyamanan dan fasilitaslah yang perlu dipertimbangkan. Ada beberapa event yang telah diselenggarakan di atas kapal Pelni KM. Kelud seperti Workshop Service Leadership, BUMN Marketers Workshop IT-Itech BUMN. Untuk kedepannya, Kapal kelud bisa dipersiapkan untuk dijadikan sebagai kapal yang menyediakan special service; acara rapat, training, workshop, seminar, dan lain lain. Pelni sebagai penyedia jasa bisa bekerja sama dengan instansi instansi pemerintah maupun swasta untuk menawar paket bisnis ini.  

         Ketiga adalah konsep konversi kapal restoran. Konsep ini bisa dilakukan dengan mengkonversi kapal tua milik Pelni yang sudah tidak produktif lagi. Kapal yang sudah tua ini kemudian di konversi menjadi restoran-restoran terapung. Konversi kapal menjadi restoran terapung dari segi sistem sistem kapal hanya mengalihkan sumber utama kapal yang biasanya digunakan sebagai penggerak utama dialihkan menjadi sumber listrik untuk kebutuhan sebagai kapal restoran. Kapal restoran ini tidak perlu berlayar tetapi hanya ditambatkan di dermaga yang terintegrasi untuk mendukung fasilitas fasilitas wisata lainnya. Kapal kapal restoran ini banyak ditemui di sungai sungai di Negara Negara Eropa, seperti di sisi sisi sungai seine Prancis yang terintegrasi dengan objek wisata menara Eiffel. Pelni dalam hal ini bisa mengambil peran sebagai penyedia kapal restoran sebagai usaha untuk pemberdayaan kapal kapal tua pelni, sedangkan sebagai operator pelaksana bisa bekerja sama dengan pihak ketiga. Penjualan aset kapal kapal tua memang tidak selalu memberikan nilai rupiah yang banyak, oleh karena itu konsep bisnis konversi kapal restoran bisa dipertimbangkan menjadi konsep segar untuk Pelni dalam mengembangkan sayap bisnisnya.


Gambar 3. Restoran kapal di  sungai seine Paris, Perancis (veronicacloset.wordpress.com)
        
Ketiga konsep bisnis ini merupakan satu kesatuan untuk mendukung konsep bisnis baru Pelni yaitu bisnis usaha wisata bahari sejalan dengan program pemerintah yang menitikberatkan apda pembangunan sektor maritim. Kajian lanjut tentang kelayakan bisnis ini sangat diperlukan sebagai masukan stakeholder untuk mengembangkan Pelni kedepannya. Namun Pelni tentunya tidak melupakan tugasnya sebagai penyedia jasa angkutan laut Indonesia sesuai yang telah diamanatkan. Optimisme dari seluruh punggawa Pelni sangat dibutuhkan untuk menjadikan Pelni sebagai BUMN yang menyumbang pendapatan sekaligus sebagai media untuk memperkuat konektivitas antarpulau negeri ini.  




Jumat, 27 Maret 2015

Menggali Potensi Kelautan dan Kemaritiman

Oleh:
Alyuan Dasira
Dabo Singkep, Kepulauan Riau

*Tulisan ini telah dimuat di Kolom Opini Koran Batampos, Edisi 26 Maret 2015

           Negara Indonesia sangat beruntung dianugrahi dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Namun ironinya, dengan kekayaan sumber daya alam ini rakyat Indonesia sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Jika mengacu pada standar kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan standar garis kemiskinan secara nasional adalah Rp 302.735 per kapita per bulan, penduduk  miskin per Maret 2014 mencapai 28,28 juta jiwa atau 11,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Namun jika patokan  standar pengeluaran US$ 1,5 per kapita per hari yang digunakan oleh Asian Development Bank (ADB), jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 40% atau sekitar 96 juta jiwa dari total penduduk 240 juta. Hampir setengah penduduk hidup dibawah garis kemiskinan di Negara yang kaya sumber daya alamnya. 

          Sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 70% lautan dan 30% daratan, Indonesia mempunyai potensi kelautan dan kemaritiman yang sangat besar. Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang merupakan pertemuan arus panas dan dingin, menyebabkan sumberdaya hayati kelautan Indonesia begitu beraneka ragam. Belum lagi termasuk potensi sumber kekayaan non hayati salah satunya seperti minyak dan gas alam. Sebagai tambahan, letak geografis Indonesia yang terletak di antara samudera hindia dan pasifik menjadikan Indonesia sebagai jalur pelayaran internasional. Adanya jalur pelayaran internasional ini menjadikan potensi kemaritiman Indonesia sangat besar.  

          Pengelolaan dengan baik semua potensi yang ada tentunya akan mendatangkan kemanfaatan untuk seluruh rakyat Indonesia dan dapat menurunkan angka kemiskinan. jika dikalkulasikan, potensi ekonomi kelautan dan kemaritiman Indonesia sangat besar. Dari beberapa sektor, potensi kelautan dan kemaritiman Indonesia diperkirakan mampu menghasilkan US$ 1,2 triliun per tahun dan menyerap sekitar 40 juta tenaga kerja. Menurut Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, dari seluruh potensi kelautan dan kemaritiman yang ada baru 20% yang digali pemerintah dan itu semua hanya fokus pada sektor perikanan.


Gambar Peta Indonesia sebagai negara kepulauan


Potensi Kelautan dan Kemaritiman
        Potensi kelautan dan kemaritiman yang kita miliki sangat beraneka ragam tidak hanya berada pada sektor perikanan. Potensi ini ada yang sudah diexploitasi maupun ada yang masih dalam tahap observasi. Potensi ini sebagian besar masih belum dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu sangat diperlukan untuk mengenali potensi potensi sumber daya kelautan dan kemaritiman yang ada sebagai input pembelajaran bersama.     

         Pertama adalah potensi alur pelayaran Indonesia. Kekayaan laut Indonesia yang sangat penting adalah ruang laut yang sangat luas. Luasnya ruang laut Indonesia berdampak pada potensi perkembangan industri pelayaran, galangan kapal serta industri industri pendukung lainnya.  Potensi dari ruang laut bisa diterjemahkan sebagai sumber kekayaan maritim berupa jalur pelayaran yang dimiliki serta potensi untuk mendorong tumbuhnya industri pendukungnya. Indonesia setidaknya memiliki 3 rangkaian Alur  Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). ALKI I melintasi Laut Cina Selatan-Selat Karimata-Laut Jakarta-Selat Sunda dan ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selat Makassar-Luat Flores-Selat Lombok, serta ALKI III yang melintasi Sumadera Pasifik-Selat Maluku, Laut Seram-Laut Banda.  

         Lebih dari 75% barang dan komoditas yang diperdagangkan di Negara-negara kawasan Asia-pasifik ditransportasikan melalui laut.  Sekitar 45% nya atau setara dengan US$ 1.500 triliun pertahun barang dan komoditas diperdagangkan melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) ini. Industri pelayaran akan tumbuh jika pertumbuhan kebutuhan jasa transportasi meningkat. Selanjutnya, Industri galangan kapal akan tumbuh dengan sendirinya untuk menyambut kebutuhan armada kapal dari industri pelayaran. Ini akan memiliki efek domino pada pertumbuhan ekonomi di sektor lainnya.
Gambar Peta ALKI Indonesia


        Kedua adalah sektor perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Sektor ini boleh dikatakan bukan lagi sebagai potensi namun telah masuk keranah tradisi. Masyarakat kita telah lama mengexploitasi sumber daya ini. Namun langkah yang perlu dipertimbangkan kedepannya adalah efisiensi. Dengan efisiensi kelestarian sumber daya hewan laut tetap terjaga. Data di lapangan menunjukkan bahwa saat ini armada perikanan tangkap kita didominasi  oleh armada kapal ikan tradisional, yang mayoritas terdiri dari perahu tanpa motor 50%, motor tempel 26% dan kapal motor kurang dari lima GT (gross tonage) sebanyak 16% jadi total sekitar 90%. Persentase penggunaan alat modern oleh nelayan kita sangat kecil. Dari 650 ribu kapal yang dimiliki, hanya sekitar 1,3% yang modern. Disatu sisi, penggunaan teknologi modern sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan merealisasikan potensi yang belum dimanfaatkan secara penuh. Perikanan budidaya juga mempunyai potensi luar biasa. Pengembangan industri perikanan terpadu merupakan salah satu solusi untuk lebih menggali potensi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.  
  
         Ketiga adalah sektor pertambangan dan energi. Potensi sumberdaya kelautan kelompok ini tersebar di seluruh perairan Indonesia. Sumberdaya tersebut diantaranya adalah minyak dan gas bumi, timah, emas dan perak, pasir kuarsa serta garam. Selain itu, pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam juga menjadi suatu potensi kekayaan laut di Indonesia. Sumber daya energi yang terkandung di lautan juga bisa dikatakan sebagai sumber daya yang menjanjikan untuk masa depan. Adapun potensi energinya antara lain energi gelombang laut, arus pasang surut, angin laut, perbedaan temperatur air laut (pengaruh density), serta geothermal permukaan laut. Saat ini di negara negara Eropa riset dan pengembangan pemanfaatan energi terbarukan dari sumber daya kelautan sudah mulai sampai ditahap penyempurnaan produksi. Di Indonesia sendiri, pemanfaatan energi ini belum sampai pada tahap realisasi skala produksi.   
   
Gambar peta cadangan minyak bumi Indonesia


           Keempat adalah sumber daya manusia kelautan dan kemaritiman. Pelaut pelaut Indonesia dikenal sangat tangguh serta memiliki skill yang mumpuni. Tidak heran jika perusahaan pelayaran luar negeri banyak yang menggunakan crew kapalnya dari Indonesia. Salah satunya adalah perusahaan pelayaran di negeri tetangga, Singapura. Ini merupakan salah satu potensi sumber daya yang sangat besar yang dimiliki bangsa ini. Kita bisa mengekspor pelaut pelaut kita yang handal dan memiliki skill untuk menambah devisa negara. Selain itu sumber daya manusia yang menguasai teknologi kelautan di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak perusahaan perusahaan oil and gas luar negeri yang menggunakan engineer engineer dan inspektor inspektor produk dalam negeri.    
           Kelima adalah pariwisata bahari. Indonesia adalah salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Dengan karakteristik ini, potensi wisata pantai sangat besar. Potensi wisata pantai bisa dilengkapi dengan potensi wisata alam bawah laut dengan melestarikan terumbu karang dan biota laut lainnya yang mencari ciri khas sumber daya pesisir. Wisata budaya masyarakat pesisir bisa menjadi pelengkap untuk membangun konsep integrasi pariwisata bahari yang berpotensi untuk menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.

         Keenam adalah potensi bioteknologi kelautan. Potensi bioteknologi kelautan Indonesia belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakat awam. Namun demikian, nilai potensi ekonomi pada sektor ini diperkirakan mencapai US$40 miliar. Potensi pengembangan di sektor ini diantaranya adalah dengan pemanfaatan untuk sumber daya laut sebagai industri obat-obatan, industri makanan laut, hingga bioetanol dari algae. Sektor ini masih sangat perlu pengembangan lebih jauh lagi. Riset riset yang ada masih sangat muda sehingga sumber daya ini belum bisa diproduksi secara massal. Untuk itu perlu didorongnya penelitian di bidang ini sebagai langkah pemanfaatan potensi sumber daya ini menjadi sumber daya yang siap panen.    

         Jika berbicara masalah potensi, Indonesia adalah negara yang paling berpotensi di bidang kelautan dan kemaritiman tetapi jika kita berbicara tentang realisasi boleh dikatakan Indonesia belum sukses menjadi Negara kelautan dan kemaritiman. Untuk itu ada beberapa usaha yang dibutuhkan untuk menjadikan potensi  kelautan dan kemaritiman sebagai sumber pendapatan Negara dan nantinya  akan digunakan sebesar besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Usaha usaha tersebut adalah dengan memperkuat sektor pertahanan laut untuk mencegah terjadinya pencurian pencurian sumber daya kita, memperkuat diplomasi hukum tentang laut untuk menegakkan kedaulatan, serta persiapan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan kemaritiman yang nantinya akan mengelola sumber daya alam. Menggali potensi saja tidak cukup, yang dibutuhkan adalah usaha bersama untuk merealisasikannya sesuai dengan kapasitas masing masing.   









Senin, 23 Februari 2015

Memperkuat Konektivitas Antarpulau untuk Akselerasi Perkembangan Daerah

Oleh : Alyuan Dasira

Tulisan ini dipublish dikolom Opini Koran Batampos Edisi 23 Februari 2015  

         Provinsi Kepulauan Riau boleh dikatakan sebagai Provinsi yang mewakili karakteristik geografis nusantara, dengan  luas daerah  hampir 95% lautan dan hanya 5% daratan yang tersebar berupa pulau  pulau. Dengan kondisi geografis yang dikelilingi oleh lautan, alat transportasi laut adalah pemeran utama dalam sistem transportasi masyarakat Kepri. Secara tradisi masyarakat telah mengenal transportasi laut sebagai penunjang aktivitas sehari hari, mencari ikan, bepergian, kesekolah maupun memasok barang barang. Kota Batam memang menjadi simbol kemajuan ekonomi di daerah ini dengan banyaknya industri industri yang dapat menciptakan banyak lapangan kerja. Namun demikian, disparitas ekonomi masih sangat jelas terlihat antara satu pulau dengan pulau lainnya, banyak pulau pulau terluar yang belum tersentuh oleh pembangunan. Permasalahan konektivitas antarpulau masih menjadi momok bagi pemerintah untuk pemerataan pembangunan ekonomi di daerah ini.
\


Peta Wilayah Provinsi Kepulauan Riau  (sumber: hanappiii.blogspot.com)

         Sejalan dengan strategi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional (MP3EI) yang lebih menitikberatkan pada penguatan konektivitas antarpulau, maka transportasi laut harus diperankan lebih maksimal lagi. Letak geografis Provinsi Kepri yang strategis, dekat dengan jalur pelayaran nasional dan internasional, bisa menjadikan Kepri salah satu pilot project dalam pembangunan ekonomi masyarakat dengan strategi penguatan konektivitas antarpulau di Indonesia. Sejalan dengan hal ini, selama ini pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten telah berupaya merintis jaringan konektivitas antarpulau yaitu dengan pembangunan pelabuhan untuk pulau berpenghuni dan juga telah berupaya bersama pihak swasta untuk merintis jalur jalur pelayaran baru yang bertujuan memperpendek jarak tempuh transportasi laut antarpulau. Salah satu diantaranya adalah dibukanya jalur pelayaran feri Batam-Lingga dimana sebelumnya untuk menempuh Kabupaten Lingga harus melalui Tanjung Pinang. Masih tingginya biaya transportasi feri dan frekuensi pelayaran yang relatif sedikit serta  hanya khusus mengangkut penumpang, mendorong pemerintah berpikir ulang untuk menyediakan transportasi yang terjangkau dan dapat memenuhi kebutuhan alat transportasi multi muatan. Terlebih lagi perusahaan feri ini dikelola oleh pihak swasta.

Pelayaran ASDP  Perkuat Konektivitas Antarpulau

          PT. ASDP(Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan) dengan armada kapal Ro-Ronya boleh dibilang menjadi alat transportasi yang bisa memenuhi harapan masyarakat dan pemerintah saat ini. Alat transportasi laut yang terjangkau, mempunyai kapasitas akses daerah pesisir serta mampu mengangkut berbagai jenis muatan atau multicargo, menjadikan moda ini sangat tepat dikembangkan di daerah kepulauan. Dari syarat syarat ini, pelayaran ASDP sudah sangat tepat diterapkan dan perlu terus dikembangkan untuk bisa lebih banyak mengakses daerah daerah luar yang ada di Kepri. ASDP sendiri mempunyai karakter bisnis yang memungkinkan menjangkau banyak pelosok kawasan kawasan pesisir, dengan karakteristik rute jarak pendek serta bisa bermanuver di kawasan terbatas. Karakteristik design panjang kapal Ro-Ro sekitar 40-50 meter dan lebar sekitar 8 meteran serta mempunyai draft kapal yang relatif kecil sehingga bisa untuk laut yang kedalamannya terbatas, menjadikan kapal Ro-Ro dapat dengan mudah mengakses selat selat dan alur pelayaran terbatas yang menjadi ciri khas dari pelayaran antarpulau. Selain itu ASDP bisa mengambil peran sebagai pengumpan(feeder) dalam jaringan transportasi sedangkan pelayaran nasional maupun internasional di pulau Batam berperan sebagai penghubung lintas provinsi maupun lintas negara atau sebagai Hub. Oleh karena itu, integrasi dengan moda transportasi lain sangat dibutuhkan untuk menjamin lancarnya arus logistik dan SDM antarpulau.     
Salah Satu kapal Ro-Ro Sedang sandar dipelabuhan (Sumber: mahardikanews.com)
    
            Eksistensi ASDP di Kepri sendiri sudah dimulai dari beberapa tahun belakangan ini. Trend positif  adanya ASDP dapat dilihat dari permintaan masyarakat yang tinggi terhadap moda transportasi ini, sehingga dari tahun ketahun perkembangan jalur pelayaran baru dan frekuensi pelayaran relatif semakin bertambah.  Secara tidak langsung ini menggambarkan perputaran arus logistik dan SDM semakin lancar. Inilah salah satu indikator bahwa penerapan jasa angkutan ini sangat tepat untuk mendorong percepatan ekonomi masyarakat pesisir di Kepri. Semakin tinggi arus barang dan SDM keluar masuk suatu daerah, perputaran roda ekonomi semakin cepat. Oleh karena itu, subsidi dan kerjasama pemerintah daerah sangat diperlukan untuk terus memperkuat eksistensi armada ini demi mengembangkan daerah daerah terpencil lainnya di Kepri. Evaluasi dan penyempurnaan yang terus menerus (continuous improvement) dari semua stakeholder serta feedback dari masyarakat sangat dibutuhkan.

           Investasi pemerintah dalam transportasi ini bisa dipertimbangkan sebagai investasi jangka menengah untuk pemerataan kemajuan daerah. Sebagai Gambaran, initial cost pembangunan kapal baru membutuhkan dana sebesar sekitar 20-30 miliar rupiah. Mengenai biaya perawatan, sebagai referensi untuk  setiap pengedokan 5 tahunan kapal ini mengeluarkan tidak lebih dari 700 juta rupiah sedangkan pengedokan tiap tahunnya memerlukan biaya relatif lebih kecil. Biaya operasional kapal ini relatif tidak terlalu besar, mengingat kapal ini digerakkan oleh mesin dengan kapasitas relatif kecil yaitu 1000-1400 HP (tenaga kuda), menjadikan kapal Ro-Ro mempunyai konsumsi bahan bakar yang relatif hemat. Sebagai gambaran, untuk setiap operasionalnya membutuhkan sekitar kurang lebih 175 liter bahan bakar per jam pelayarannya. Memang jika dibandingkan dengan pelayaran jarak menengah seperti Batam-Lingga yang memakan waktu perjalanan 12 jam, biaya operasional akan lebih besar. Hal ini memang tidak sebanding dengan biaya tiket yang relatif lebih murah. Tidak sama halnya di jarak pelayaran pendek seperti Batam- Tanjung Uban. Disinilah peran subsidi pemerintah daerah untuk membuka akses konektivitas antarpulau luar sebagai pemicu (trigger) pemerataan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Perlu digarisbawahi bahwa konektivitas atau jaringan transportasi merupakan permintaan turunan (derived demand) yang merupakan fungsi dari perkembangan alur alur komiditi maupun SDM. Jadi, pengembangan jalur konektivitas baru merupakan hubungan sebab akibat dari perkembangan ekonomi. Adanya permintaan transportasi karena adanya permintaan arus barang dan SDM yang tinggi, inilah keterkaitan yang saling mendukung.

         Pelayaran kapal Ro-Ro yang melayari perairan di Kepri antara lain; pelabuhan Telaga punggur Batam – Jagoh Dabo singkep (sebagai konektivitas antarpulau Batam dan pulau Singkep/Lingga), Pelabuhan Telaga Punggur – Tanjung Uban (Sebagai konektivitas antarpulau Batam dan Pulau Bintan), pelabuhan Telaga punggur – Parit Rempak (sebagai konektivitas antarpulau Batam dan Pulau Karimun) serta pelabuhan Telaga punggur- Tanjung buton (sebagai konektivitas antarpulau lintas provinsi Kepulauan Riau – Provinsi Riau/Pulau Sumatera). Konektivitas antarpulau melewati batas provinsi perlu dikembangkan menjadi konektivitas yang potensial dalam pengembangan ekonomi daerah. Salah satu konektivitas potential yang perlu dikaji adalah  pulau Singkep yang terletak di selatan Provinsi Kepri yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Riau (Tembilahan) serta provinsi Bangka Belitung.

Proses pengedokan kapal Ro-Ro Pemkab Bengkalis di Galangan Batam (sumber: dokumentasi pribadi)

            Tidak ada salahnya jika pemerintah daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten mempertimbangkan untuk berinvestasi pada penyediaan jasa angkutan kapal ini. Dengan menyempurnakan desain kapal yang sesuai dengan karakteristik masing masing daerah di Kepri, dan mendesain kapal yang mampu mengangkut multi muatan; SDM, kendaraan dan barang secara simultan, investasi program pemerintah ini bisa menjadi investasi yang menjanjikan untuk kemajuan daerah. Konsep investasi ini telah dijalankan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Dalam prakteknya, managemen operasional kapal tersebut dijalankan pihak kedua yang bermitra dengan pemerintah daerah. Untuk itulah studi lanjut untuk kelayakan program investasi ini sangat dibutuhkan sebagai input pemerintah daerah kita dalam pengambilan kebijakan yang tepat sasaran.

                 Pembangunan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk memperkuat konektivitas antarpulau tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan yang matang sangat dibutuhkan  untuk percepatan pembangunan ekonomi masyarakat pesisi Kepri.