LESUNYA INDUSTRI GALANGAN KAPAL di BATAM
Oleh: Alyuan Dasira
*Tulisan ini pernah dimuat di koran HaluanKepri, Kepulauan Riau, Edisi Jumat, 8 Mei 2015
http://www.haluankepri.com/rubrik/opini/77171-lesunya-industri-galangan-kapal-di-batam.html
*Menjadi referensi artikel berita di Jurnalmaritim.com
http://jurnalmaritim.com/2015/05/industri-galangan-kapal-nasional-lesu/
http://jurnalmaritim.com/2015/05/ini-solusi-agar-industri-galkapnas-tidak-lesu/
http://www.pemudamaritim.com/2015/05/ini-solusi-agar-industri-galkapnas.html
Gambar 1. Suasana Salah satu galangan kapal di Tanjung Sengkuang (dokumentasi pribadi)
Industri galangan kapal merupakan industri strategis untuk menopang visi pemerintah terkait program Indonesia sebagai poros maritim. Galangan kapal berfungsi dalam menghasilkan armada armada kapal maupun sebagai industri untuk peremajaan kapal yang ada. Namun ironisnya dengan gembornya visi poros maritim, perkembangan industri ini cenderung mengalami penurunan dengan indikator menurunnya pesanan pembuatan kapal di galangan kapal di Batam. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, yang mengatakan bahwa industri galangan kapal turun drastis dan diperkirakan pesanan galangan kapal turun hingga 80 persen dari masa kejayaannya di tahun 2006.
Berdasarkan perhitungan Kemenperin, kebutuhan kapal nasional selama 5 tahun kedepan untuk mendukung program tol laut mencapai 1.574 unit yang terdiri dari berbagai jenis kapal niaga. Jenis kapal yang menjadi primadona adalah kapal tongkang (satu set dengan kapal tugboat), kargo maupun bulk carrier. Saat ini diperkirakan industri dalam negeri hanya mampu menyuplai 10 persen, maka kebutuhan kapal untuk 5 tahun kedepan sebesar 1.417 unit kapal. Bertolak belakang dengan angka ini, industri galangan kapal di Batam saat ini masih lesu, orderan pembuatan kapal baru masih sepi. Padahal, saat ini industri galangan kapal nasional masih terkonsentrasi di wilayah Batam. Suplai kapal baru menurut Kementerian Industri masih ditopang 75 persen dari galangan kapal Batam. Jadi boleh dikatakan bahwa kondisi industri galangan kapal nasional dapat diwakilkan oleh kondisi lesunya galangan kapal nasional.
Memang jika mengacu pada data perbandingan pembuatan tongkang sekitar 1600 Dolar singapura per tonnya atau sekitar 15 juta rupiah maka nilai satu proyek tongkang 300 feet hampir seharga 20 miliar rupiah. Dibutuhkan biaya investasi yang besar dengan nilai rata rata sekitar 250 triliun Rupiah. Namun, sampai saat ini belum ada tanda tanda angin segar dalam industri galangan kapal. Lesunya industri galangan kapal tidak sejalan dengan program tol laut yang dicanangkan oleh pemerintah.
Ada beberapa faktor yang saling terkait pada sepinya permintaan pembuatan kapal. Salah satu faktornya adalah lesunya industri batu bara. Pada saat ini, harga batu bara mengalami penurunan dari US $ 110 per ton merosot secara bertahap sampai April 2015 berada dikisaran rata rata US $ 54 per ton. Adanya penurunan harga yang signifikan ini akibat adanya penurunan permintaan dari negara Amerika, Eropa, dan China sehingga batu bara mengalami over supply. Seperti yang diketahui bahwa hampir sebagian besar galangan galangan di Batam dalam beberapa tahun terakhir banyak mendapatkan pesanan pembuatan kapal tongkang dan tugboat yang mana notabennya sebagai transportasi batu bara. Secara tidak langsung melemahnya industri batu bara berdampak pada industri galangan kapal. Berdasarkan data Tabloid Steel Indonesia tahun 2015, produksi kapal di Batam, ekspor atau pesanan kapal tongkang ke luar negeri kini menurun drastis hingga 75 persen akibat fluktuatifnya harga batu bara yang merupakan komoditas angkutan utama jenis kapal tongkang.
Selain melemahnya industri batu bara, sengitnya persaingan industri galangan kapal di kawasan ASEAN seperti Philipina, Vietnam dan ditambah lagi China juga turut andil dalam mempengaruhi industri galangan kapal nasional. Negara negara ini menjadi pesaing berat Indonesia dalam memproduksi kapal. Dengan menawarkan biaya pembuatan kapal yang lebih kompetitif, para pesaing ini dengan mudah dapat mengambil hati para owner kapal untuk membuat kapal di galangan negara mereka. Tingginya biaya pembuatan kapal di Indonesia mengakibatkan harga jual kapal dalam negeri lebih mahal ketimbang buatan luar negeri. Perbedaan harganya bisa mencapai 30 persen, sehingga tak heran banyak pengusaha pelayaran lebih memilih membeli kapal buatan asing. Adanya disparitas harga ini turut disumbangkan oleh pengenaan bea masuk komponen dalam produksi berkisar 5 persen hingga 12,4 persen, ditambah lagi PPN 10 persen terhadap penyerahan atau penjualan kapal. Sehingga struktur biaya pembangunan kapal baru di Indonesia menjadi tidak kompetitif. Jadi tidak mengherankan bila industri galangan kapal di China tumbuh hingga mencapai diatas 20 persen per tahun.
Dari sisi internal, penerapan teknologi pembuatan kapal setidaknya juga menjadi pertimbangan dari stakeholder. Penerapan teknologi pembuatan kapal dapat meningkatkan produktivitas galangan dalam proses produksi. Oleh karena itu, penerapan teknologi juga turut menyumbang dari perkembangan industri galangan kapal. Teknologi pembuatan kapal di Indonesia masih banyak yang menggunakan teknologi pembuatan konvensional. Hal ini menyebabkan bertambah lamanya waktu pengerjaan proyek bangunan kapal baru. Buruknya lagi, adanya delay penyerahan kapal akan berefek buruk terhadap profesionalitas galangan kapal nasional. Untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dengan galangan galangan kapal asing, perlu adanya penerapan teknologi dalam pembangunan kapal secara menyeluruh. Misalnya teknologi pembangunan badan kapal yang terintegrasi dengan sistem perpipaan dan outfitting lainnya secara simultan sehingga tidak terjadi waktu tunggu section pekerjaan yang lama.
Selain itu, faktor lain yang disinyalir ikut menyumbang menurunnya industri galangan kapal di Batam adalah dengan adanya kenaikan upah pekerja yang memberatkan pengusaha galangan kapal. Di kondisi sulit saat ini dimana industri galangan kapal sangat sepi orderan bukanlah saat yang tepat bagi para pekerja untuk menuntut kenaikan upah kerja. Kondisi yang tidak kondusif dapat menganggu produktivitas dalam proses produksi sehingga dapat memperburuk keadaan dan pada akhirnya perusahaan tidak lagi mampu menopang biaya operasional yang tinggi serta memilih untuk gulung tikar. Karyawanlah yang akan merugi karena tidak dapat bekerja lagi. Sebagai gambaran, jumlah pekerja galangan kapal saat ini sekitar 30.000 pekerja yang sebelumnya sebesar 250.000 pekerja. Jika industri galangan kapal ini dalam beberapa bulan kedepan kondisi masih lesu, maka tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan oleh pengusaha galangan kapal di Batam. Hal ini dilakukan atas pertimbangan beban operasional yang harus ditanggung cukup besar dengan tidak adanya orderan kapal.
Gambar 2. Pekerja galangan kapal mogok kerja (sumber: beritatrans.com)
Namun demikian, ada beberapa strategi yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan berbagai pihak dalam menanggapi lesunya industri galangan kapal di Batam. Strategi ini bersifat defensif maupun offensif. Strategi defensif merupakan langkah yang diambil untuk bertahan dalam kondisi sulit seperti ini sedangkan strategi offensif lebih kearah mencari peluang sumber pendapatan baru bagi industri galangan kapal.
Langkah pertama adalah penghematan biaya. Tindakan ini lebih menitikberatkan pada pemotongan biaya tunjungan fasilitas karyawan, pengurangan jam lembur karyawan jika tidak ada pekerjaan urgent serta biaya biaya lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Langkah ini perlu diambil dan disosialisasikan ke seluruh karyawan. Pada kondisi sulit ini, jika karyawan terkena PHK tentunya akan sulit mencari pekerjaan yang sama mengingat krisis ini hampir mempengaruhi seluruh bidang usaha yang sejenis dan turunannya. Jika mereka mencari kerja di bidang industri lainnya tentunya akan bersaing dengan banyak pengangguran di Batam yang saat ini membutuhkan pekerjaan.
Selain itu, meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja juga sangat diperlukan. Mengevaluasi kembali efisiensi pada seluruh sistem; produksi, procurement, maupun administrasi. Dengan meningkatnya efisiensi juga dapat menekan biaya operasional. Memanfaatkan sumber daya yang ada dan mengadaptasi perkembangan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, baik dari segi kualitas maupun delivered timenya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing dengan industri galangan Negara tetangga maupun China.
Memaksimalkan proyek reparasi kapal. Untuk menggambarkan berapa besar market reparasi pada industri galangan kapal ini, menurut data Indonesian National Shipowners' Association (INSA), 75 persen dari 13 ribu kapal niaga nasional berusia 20 tahun keatas yang memerlukan revitalisasi atau peremajaan. Jika kita menggunakan data ini, hampir 10 ribuan kapal akan mengalami peremajaan dan memerlukan galangan kapal. Oleh karena itu industri galangan kapal bisa menangkap market segmen pasar ini untuk menopang perusahaan pada saat sulit sehingga perusahaan bisa terselamatkan dan begitu juga karyawan.
Perlunya sinergi antara seluruh stakeholder untuk menghadapi masa sulitnya galangan kapal di Batam. Pemerintah, pengusaha dan karyawan serta industri pendukung lainnya hendaknya saling mendukung untuk mengembalikan kejayaan industri galangan nasional di Batam ditengah sengitnya persaingan negara ASEAN dan China.
sangat menarik sekali nih makasih banyak ya...
BalasHapushttp://obatasliindonesia.com/obat-alami-penyakit-stroke/
foto galangan kapal batam diatas apakah galangan kapal Patria Shipyard min?
BalasHapusTerima kasih sudah mampir. Galangan diatas merupakan salah satu galangan di tanjung sengkuang, Batu ampar, tempat saya bekerja sekarang dan bukan galangan patria.
Hapus