Tulisan ini telah dimuat di Kolom Opini Koran BatamPos Edisi Sabtu,30 Mei 2015
Indonesia
adalah Negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 70 % lautan dan 30 % daratan.
Jadi tidak heran jika Indonesia mempunyai potensi kelautan dan kemaritiman yang
sangat besar. Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang
merupakan pertemuan arus panas dan dingin, menyebabkan sumberdaya hayati
kelautan Indonesia begitu beraneka ragam. Belum lagi termasuk potensi sumber
kekayaan nonhayati seperti minyak dan gas alam. Letak geografis Indonesia yang
terletak di antara samudera hindia dan pasifik menjadikan Indonesia sebagai
jalur pelayaran internasional semakin menambah potensi kemaritiman Indonesia.
Seluruh
potensi maritim ini membutuhkan badan usaha untuk mengolah sumber daya menjadi
pundi pundi uang untuk pemasukan negara. Jika skala besarnya kita punya BUMN
sebagai badan usaha pemerintah, maka untuk skala kecilnya kita membutuhkan para
pengusaha atau entrepreneur. Peluang usaha di sektor ini sangat terbuka lebar. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengklaim ada
lima investor yang sudah menyatakan minatnya untuk menanamkan modalnya di
sektor maritim di tahun 2015. Di antara lima investor tersebut, tiga di
antaranya sudah menyampaikan komitmen nilai investasi sebesar US$9,3 miliar.
Jika melihat lebih jauh lagi, tentunya investasi ini membuka pintu peluang untuk usaha sektor sektor turunannya. Untuk
merubah potensi menjadi suatu hasil nyata untuk rakyat perlu suatu proses
mengidentifikasi, pengembangan, serta memberi sentuhan inovasi. Disinilah
entrepreneur bisa mengambil peran dalam pembangunan roda perekonomian langsung.
Tidak menutup kemungkinan nantinya para entrepreneur di sektor maritim menjadi
entrepreneur besar dan sukses yang mengelola usaha multi nasional.
Jika kita berkaca pada negara negara yang maju roda perekonomiannya,
sebut saja Singapore, India, Jepang, Cina, dan Amerika. Mereka mempunyai jumlah
presentase entrepreneur yang cukup besar. Singapore (7%), India (7%), Jepang (10%), Cina (7%), Amerika Serikat
(12%), Malaysia (3%) dan Thailand (3%) sedangkan Indonesia hingga April 2014 hanya
baru mencapai (1,65%). Angka 1,65% ini adalah gambaran secara global entrepreneur
dari seluruh sektor yang ada di Indonesia. Jika dibreakdown lagi mungkin hanya
sekian persen entrepreneur Indonesia yang berkecimpung di sektor maritim.
Mengenai
entrepreneur pemula di Indonesia, berdasarkan data
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Depkop) hanya 17 % dari
seluruh lulusan perguruan tinggi yang tertarik untuk menjadi pebisnis pemula. Jika
dikelompokkan menjadi entrepreneur muda di sektor maritim, tentunya
persentasenya lebih sedikit lagi. Mengingat masih sedikitnya ratio mahasiswa
lulusan jurusan jurusan yang berbasiskan kelautan dan kemaritiman dibandingkan
dengan jurusan jurusan lainnya di Indonesia. Belum lagi, faktor bahwa tidak
semua lulusan dari jurusan yang berbasiskan kelautan dan kemaritiman mempunyai
mindset sebagai entreprenuer dalam visi hidupnya. Ini merupakan tantangan
pemerintah kedepannya untuk lebih banyak mencetak entrepreneur muda untuk
mengisi sektor maritim.
Mengapa sektor maritim membutuhkan
entrepreneur muda? Jawaban sederhananya adalah Sektor maritim merupakan sektor
yang paling berpotensi. Untuk mengelola potensi kelautan dan kemaritiman yang
ada tidak bisa hanya dikelola hanya dalam waktu singkat. Entreprenuer
entrepenuer yang sukses dimatangkan bukan secara karbitan, tetapi melalui
proses panjang. Semakin berkembangnya teknologi dan informasi, tantangan
perkembangan usaha bidang kelautan dan kemaritiman akan semakin besar.
Pengembangan bisnis secara konvensional yang dilakukan secara turun temurun
dari nenek moyang kita dirasa sangat tidak relevan lagi untuk mengimbangi
perkembangan teknologi. Inilah salah satu keunggulan yang dimiliki entrepreneur
entrepreneur muda yang notabenenya mereka telah lahir sebagai generasi yang
lebih maju dan bisa lebih cepat mengadaptasi teknologi. Media sosial bisa
dipandang sebagai media marketing paling potensial dimana generasi muda sudah
tidak asing lagi sebagai usernya.
Perlu digarisbawahi bahwa entrepreneur
perlu dicetak agar menjadi entrepreneur yang tangguh. Proses ini tentunya
memakan waktu, resiko, dan tantangan. Potensi dan kemampuan sebagai seorang
entrepreneur perlu diasah selagi muda melalui bimbingan dan pelatihan secara
terus menerus sehingga memberikan wawasan dan pengalaman dalam menekuni dunia
entrepreneurship. Semakin muda memulai maka semakin kecil resiko yang
ditanggung jika gagal. Setidaknya ketika ketika entrepreneur muda ini telah
melewati suatu masa dimana kegagalan demi kegagalan dan pelajaran demi
pelajaran yang sesungguhnya dari dunia entrepreneurship mereka telah siap untuk
membangun usaha yang bisa memperdayakan masyarakat banyak. Roda ekonomi akan
berputar dengan sendirinya.
Jika visi pembangunan nasional lebih
dititikberatkan pada pencetakan generasi entrepreneur muda maritim, bukan hal
yang mustahil jika dalam waktu 5 sampai 10 tahun kedepan negara kita bisa
membalikkan presentase entrepreneur dibandingkan Negara tetangga. Ingat, kita
punya potensi yang lebih dibandingkan dengan mereka. Untuk itulah program
program studentprenuership berwawasan maritim perlu di kembangkan dan di
galakkan lagi.
Bisnis yang baik adalah terjun langsung untuk
menekuninya. Setidaknya ada beberapa sekor potensial yang memiliki prospek
pengembangan bisnis menurut Prof Rokhmin Dahuri, yaitu; (1) Perikanan
tangkap, (2) Perikanan budidaya, (3) Industri pengolahan hasil perikanan, (4)
Industri bioteknologi, (5) Pertambangan dan energi, (6) Pariwisata bahari, (7)
Transportasi laut, (8) Industri dan jasa maritim, (9) Pembangunan pulau-pulau
kecil, dan (10) Sumber daya nonkonvensional (non-conventional resources). Ini belum lagi termasuk pada
pengembangan subsektor-subsektor lainnya.
Sebagai
gambaran, usaha budidaya dan penangkapan ikan selama ini telah dijalankan
masyarakat daerah pesisir secara konvensional. Peran entrepreneur muda sangat
dibutuhkan untuk memberikan inovasi dalam usaha ini sehingga usaha ini lebih
bisa berkembang dan dinamis lagi. Misalnya dengan mengembangkan sistem produksi
dan pemasaran serta sistem managemen usaha yang efektif. Misalnya dengan memberdayakan
kelompok nelayan untuk menangkap ikan dengan menggunakan peralatan modern,
kapal dilengkapi dengan alat pendeteksi ikan, dan penyimpanan ikan (cold storage) agar ikan awet serta alat
penjaringan yang didesain dengan sistem mekanik sehingga dapat meningkatkan
efisiensi penangkapan ikan. Selain celah peluang bisnis di ranah produksi, sistem
distribusi dan pengolahan akhir juga bisa untuk lebih dikembangkan. Pengolahan
produk hasil tangkap menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, seperti
pembuatan abon ikan, produk ikan kalengan, maupun dalam produk produk pangan
kreatif tentunya akan memberdayakan lebih banyak lagi masyarakat lokal.
Gambar 2 Nelayan Indonesia masih menangkap secara tradisional (sumber: aktual.co)
Tidak dipungkiri, masalah modal
menjadi batu hadangan para entrepreneur muda untuk memulai suatu bisnis apalagi
bisnis di bidang maritim yang membutuhkan modal yang cukup besar. Namun
demikian, pertimbangan menjadi pekerja lepas terlebih dahulu untuk mengumpulkan
modal bisa menjadi opsi. Lebih lagi jika pekerjaan lepas ini mempunyai kaitan
dengan kemampuan dan minat bisnis entrepreneur yang akan dimulai. Selain dapat
mengumpulkan modal, menjadi pekerja lepas juga dapat memberikan wawasan dan
pembelajaran sebelum terjun langsung untuk memulai menjadi entrepenuer.
Selain itu, pemerintah juga bisa membantu
dengan program programnya untuk menstimulasi lahirnya entrepreneur entrepreneur
muda. Kemennegkop dan UKM pernah menjalankan program pembinaan 1.500 sarjana
terkait pelaksanaan program pemberdayaan Wirausaha Baru (WUB) pada tahun 2010.
Salah satu program yang di canangkan adalah pemberiaan kredit untuk pengusaha
sarjana pemula dengan difasilitasi Kredit pinjaman dengan anggunan berupa
ijazah sarjana. Tentunya lewat proses seleksi ketat dan monitoring program yang
kontinu. Program ini seharusnya lebih disempurnakan lagi sehingga dapat
menciptakan suatu sistem pencetak entrepreneur muda yang handal. Selain itu,
dukungan dari kementerian pendidikan maupun pihak kampus melalui pengembangan silabus
entrepreneurship bidang dirasa sangat perlu. Jika sistem ini nantinya telah teruji
dan berhasil, tentunya akan bisa diexpansi untuk mencetak entrepreneur muda
dari kalangan masyarakat luas lainnya.
Gambar 4. Salah satu fakultas teknologi kelautan di Indonesia (ITS Surabaya)
Alyuan Dasira S.T, M.Sc
Masyarakat Maritim Dabo Singkep,
Kepulauan Riau