Minggu, 31 Mei 2015

Sektor Maritim Butuh Entreprenuer Muda

Tulisan ini telah dimuat di Kolom Opini Koran BatamPos Edisi Sabtu,30 Mei 2015
           
 Indonesia adalah Negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 70 % lautan dan 30 % daratan. Jadi tidak heran jika Indonesia mempunyai potensi kelautan dan kemaritiman yang sangat besar. Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang merupakan pertemuan arus panas dan dingin, menyebabkan sumberdaya hayati kelautan Indonesia begitu beraneka ragam. Belum lagi termasuk potensi sumber kekayaan nonhayati seperti minyak dan gas alam. Letak geografis Indonesia yang terletak di antara samudera hindia dan pasifik menjadikan Indonesia sebagai jalur pelayaran internasional semakin menambah potensi kemaritiman Indonesia.


Gambar 1 letak geografis sebagai potensi kemaritiman (sumber gambar: abelpetrus.wordpress.com)

            Seluruh potensi maritim ini membutuhkan badan usaha untuk mengolah sumber daya menjadi pundi pundi uang untuk pemasukan negara. Jika skala besarnya kita punya BUMN sebagai badan usaha pemerintah, maka untuk skala kecilnya kita membutuhkan para pengusaha atau entrepreneur. Peluang usaha di sektor ini sangat terbuka lebar. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengklaim ada lima investor yang sudah menyatakan minatnya untuk menanamkan modalnya di sektor maritim di tahun 2015. Di antara lima investor tersebut, tiga di antaranya sudah menyampaikan komitmen nilai investasi sebesar US$9,3 miliar. Jika melihat lebih jauh lagi, tentunya investasi ini membuka pintu  peluang untuk usaha sektor sektor turunannya. Untuk merubah potensi menjadi suatu hasil nyata untuk rakyat perlu suatu proses mengidentifikasi, pengembangan, serta memberi sentuhan inovasi. Disinilah entrepreneur bisa mengambil peran dalam pembangunan roda perekonomian langsung. Tidak menutup kemungkinan nantinya para entrepreneur di sektor maritim menjadi entrepreneur besar dan sukses yang mengelola usaha multi nasional.

           Jika kita berkaca pada negara negara yang maju roda perekonomiannya, sebut saja Singapore, India, Jepang, Cina, dan Amerika. Mereka mempunyai jumlah presentase entrepreneur yang cukup besar. Singapore (7%), India (7%), Jepang (10%), Cina (7%), Amerika Serikat (12%), Malaysia (3%) dan Thailand (3%) sedangkan Indonesia hingga April 2014 hanya baru mencapai (1,65%). Angka 1,65% ini adalah gambaran secara global entrepreneur dari seluruh sektor yang ada di Indonesia. Jika dibreakdown lagi mungkin hanya sekian persen entrepreneur Indonesia yang berkecimpung di sektor maritim.

           Mengenai entrepreneur pemula di Indonesia, berdasarkan data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Depkop) hanya 17 % dari seluruh lulusan perguruan tinggi yang tertarik untuk menjadi pebisnis pemula. Jika dikelompokkan menjadi entrepreneur muda di sektor maritim, tentunya persentasenya lebih sedikit lagi. Mengingat masih sedikitnya ratio mahasiswa lulusan jurusan jurusan yang berbasiskan kelautan dan kemaritiman dibandingkan dengan jurusan jurusan lainnya di Indonesia. Belum lagi, faktor bahwa tidak semua lulusan dari jurusan yang berbasiskan kelautan dan kemaritiman mempunyai mindset sebagai entreprenuer dalam visi hidupnya. Ini merupakan tantangan pemerintah kedepannya untuk lebih banyak mencetak entrepreneur muda untuk mengisi sektor maritim.   

          Mengapa sektor maritim membutuhkan entrepreneur muda? Jawaban sederhananya adalah Sektor maritim merupakan sektor yang paling berpotensi. Untuk mengelola potensi kelautan dan kemaritiman yang ada tidak bisa hanya dikelola hanya dalam waktu singkat. Entreprenuer entrepenuer yang sukses dimatangkan bukan secara karbitan, tetapi melalui proses panjang. Semakin berkembangnya teknologi dan informasi, tantangan perkembangan usaha bidang kelautan dan kemaritiman akan semakin besar. Pengembangan bisnis secara konvensional yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang kita dirasa sangat tidak relevan lagi untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Inilah salah satu keunggulan yang dimiliki entrepreneur entrepreneur muda yang notabenenya mereka telah lahir sebagai generasi yang lebih maju dan bisa lebih cepat mengadaptasi teknologi. Media sosial bisa dipandang sebagai media marketing paling potensial dimana generasi muda sudah tidak asing lagi sebagai usernya.      

        Perlu digarisbawahi bahwa entrepreneur perlu dicetak agar menjadi entrepreneur yang tangguh. Proses ini tentunya memakan waktu, resiko, dan tantangan. Potensi dan kemampuan sebagai seorang entrepreneur perlu diasah selagi muda melalui bimbingan dan pelatihan secara terus menerus sehingga memberikan wawasan dan pengalaman dalam menekuni dunia entrepreneurship. Semakin muda memulai maka semakin kecil resiko yang ditanggung jika gagal. Setidaknya ketika ketika entrepreneur muda ini telah melewati suatu masa dimana kegagalan demi kegagalan dan pelajaran demi pelajaran yang sesungguhnya dari dunia entrepreneurship mereka telah siap untuk membangun usaha yang bisa memperdayakan masyarakat banyak. Roda ekonomi akan berputar dengan sendirinya.

         Jika visi pembangunan nasional lebih dititikberatkan pada pencetakan generasi entrepreneur muda maritim, bukan hal yang mustahil jika dalam waktu 5 sampai 10 tahun kedepan negara kita bisa membalikkan presentase entrepreneur dibandingkan Negara tetangga. Ingat, kita punya potensi yang lebih dibandingkan dengan mereka. Untuk itulah program program studentprenuership berwawasan maritim perlu di kembangkan dan di galakkan lagi.

         Bisnis yang baik adalah terjun langsung untuk menekuninya. Setidaknya ada beberapa sekor potensial yang memiliki prospek pengembangan bisnis menurut Prof Rokhmin Dahuri, yaitu; (1) Perikanan tangkap, (2) Perikanan budidaya, (3) Industri pengolahan hasil perikanan, (4) Industri bioteknologi, (5) Pertambangan dan energi, (6) Pariwisata bahari, (7) Transportasi laut, (8) Industri dan jasa maritim, (9) Pembangunan pulau-pulau kecil, dan (10) Sumber daya nonkonvensional (non-conventional resources). Ini belum lagi termasuk pada pengembangan subsektor-subsektor lainnya.

         Sebagai gambaran, usaha budidaya dan penangkapan ikan selama ini telah dijalankan masyarakat daerah pesisir secara konvensional. Peran entrepreneur muda sangat dibutuhkan untuk memberikan inovasi dalam usaha ini sehingga usaha ini lebih bisa berkembang dan dinamis lagi. Misalnya dengan mengembangkan sistem produksi dan pemasaran serta sistem managemen usaha yang efektif. Misalnya dengan memberdayakan kelompok nelayan untuk menangkap ikan dengan menggunakan peralatan modern, kapal dilengkapi dengan alat pendeteksi ikan, dan penyimpanan ikan (cold storage) agar ikan awet serta alat penjaringan yang didesain dengan sistem mekanik sehingga dapat meningkatkan efisiensi penangkapan ikan. Selain celah peluang bisnis di ranah produksi, sistem distribusi dan pengolahan akhir juga bisa untuk lebih dikembangkan. Pengolahan produk hasil tangkap menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, seperti pembuatan abon ikan, produk ikan kalengan, maupun dalam produk produk pangan kreatif tentunya akan memberdayakan lebih banyak lagi masyarakat lokal.            


Gambar 2 Nelayan Indonesia masih menangkap secara tradisional (sumber: aktual.co)

         Tidak dipungkiri, masalah modal menjadi batu hadangan para entrepreneur muda untuk memulai suatu bisnis apalagi bisnis di bidang maritim yang membutuhkan modal yang cukup besar. Namun demikian, pertimbangan menjadi pekerja lepas terlebih dahulu untuk mengumpulkan modal bisa menjadi opsi. Lebih lagi jika pekerjaan lepas ini mempunyai kaitan dengan kemampuan dan minat bisnis entrepreneur yang akan dimulai. Selain dapat mengumpulkan modal, menjadi pekerja lepas juga dapat memberikan wawasan dan pembelajaran sebelum terjun langsung untuk memulai menjadi entrepenuer.  

Gambar 3 Pengolahan ikan asin secara tradisional (sumber:viva.co.id)

          Selain itu, pemerintah juga bisa membantu dengan program programnya untuk menstimulasi lahirnya entrepreneur entrepreneur muda. Kemennegkop dan UKM pernah menjalankan program pembinaan 1.500 sarjana terkait pelaksanaan program pemberdayaan Wirausaha Baru (WUB) pada tahun 2010. Salah satu program yang di canangkan adalah pemberiaan kredit untuk pengusaha sarjana pemula dengan difasilitasi Kredit pinjaman dengan anggunan berupa ijazah sarjana. Tentunya lewat proses seleksi ketat dan monitoring program yang kontinu. Program ini seharusnya lebih disempurnakan lagi sehingga dapat menciptakan suatu sistem pencetak entrepreneur muda yang handal. Selain itu, dukungan dari kementerian pendidikan maupun pihak kampus melalui pengembangan silabus entrepreneurship bidang dirasa sangat perlu. Jika sistem ini nantinya telah teruji dan berhasil, tentunya akan bisa diexpansi untuk mencetak entrepreneur muda dari kalangan masyarakat luas lainnya.     
Gambar 4. Salah satu fakultas teknologi kelautan di Indonesia (ITS Surabaya)

Alyuan Dasira S.T, M.Sc
Masyarakat Maritim Dabo Singkep,
Kepulauan Riau






Minggu, 10 Mei 2015

Lesunya Industri Galangan Kapal di Batam



LESUNYA INDUSTRI GALANGAN KAPAL di BATAM

Oleh: Alyuan Dasira

*Tulisan ini pernah dimuat di koran HaluanKepri, Kepulauan Riau, Edisi Jumat, 8 Mei 2015
http://www.haluankepri.com/rubrik/opini/77171-lesunya-industri-galangan-kapal-di-batam.html
*Menjadi referensi artikel berita di Jurnalmaritim.com
http://jurnalmaritim.com/2015/05/industri-galangan-kapal-nasional-lesu/
http://jurnalmaritim.com/2015/05/ini-solusi-agar-industri-galkapnas-tidak-lesu/
http://www.pemudamaritim.com/2015/05/ini-solusi-agar-industri-galkapnas.html


Gambar 1. Suasana Salah satu galangan kapal di Tanjung Sengkuang (dokumentasi pribadi)

Industri galangan kapal merupakan industri strategis untuk menopang visi pemerintah terkait program Indonesia sebagai poros maritim. Galangan kapal berfungsi dalam menghasilkan armada armada kapal maupun sebagai industri untuk peremajaan kapal yang ada. Namun ironisnya dengan gembornya visi poros maritim, perkembangan industri ini cenderung mengalami penurunan dengan indikator menurunnya pesanan pembuatan kapal di galangan kapal di Batam. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, yang mengatakan bahwa industri galangan kapal turun drastis dan diperkirakan pesanan galangan kapal turun hingga 80 persen dari masa kejayaannya di tahun 2006.

Berdasarkan perhitungan Kemenperin, kebutuhan kapal nasional selama 5 tahun kedepan untuk mendukung program tol laut mencapai 1.574 unit yang terdiri dari berbagai jenis kapal niaga. Jenis kapal yang menjadi primadona adalah kapal tongkang (satu set dengan kapal tugboat), kargo maupun bulk carrier. Saat ini diperkirakan industri dalam negeri hanya mampu menyuplai 10 persen, maka kebutuhan kapal untuk 5 tahun kedepan sebesar 1.417 unit kapal. Bertolak belakang dengan angka ini, industri galangan kapal di Batam saat ini masih lesu, orderan pembuatan kapal baru masih sepi. Padahal, saat ini industri galangan kapal nasional masih terkonsentrasi di wilayah Batam. Suplai kapal baru menurut Kementerian Industri masih ditopang 75 persen dari galangan kapal Batam. Jadi boleh dikatakan bahwa kondisi industri galangan kapal nasional dapat diwakilkan oleh kondisi lesunya galangan kapal nasional.

Memang jika mengacu pada data perbandingan pembuatan tongkang sekitar 1600 Dolar singapura per tonnya atau sekitar 15 juta rupiah maka nilai satu proyek tongkang 300 feet hampir seharga 20 miliar rupiah. Dibutuhkan biaya investasi yang besar dengan nilai rata rata sekitar 250 triliun Rupiah. Namun, sampai saat ini belum ada tanda tanda angin segar dalam industri galangan kapal. Lesunya industri galangan kapal tidak sejalan dengan program tol laut yang dicanangkan oleh pemerintah.

Ada beberapa faktor yang saling terkait pada sepinya permintaan pembuatan kapal. Salah satu faktornya adalah lesunya industri batu bara. Pada saat ini, harga batu bara mengalami penurunan dari US $ 110 per ton merosot secara bertahap sampai April 2015 berada dikisaran rata rata US $ 54 per ton. Adanya penurunan harga yang signifikan ini akibat adanya penurunan permintaan dari negara Amerika, Eropa, dan China sehingga batu bara mengalami over supply. Seperti yang diketahui bahwa hampir sebagian besar galangan galangan di Batam dalam beberapa tahun terakhir banyak mendapatkan pesanan pembuatan kapal tongkang dan tugboat yang mana notabennya sebagai transportasi batu bara. Secara tidak langsung melemahnya industri batu bara berdampak pada industri galangan kapal. Berdasarkan data Tabloid Steel Indonesia tahun 2015, produksi kapal di Batam, ekspor atau pesanan kapal tongkang ke luar negeri kini menurun drastis hingga 75 persen akibat fluktuatifnya harga batu bara yang merupakan komoditas angkutan utama jenis kapal tongkang.

Selain melemahnya industri batu bara, sengitnya persaingan industri galangan kapal di kawasan ASEAN seperti Philipina, Vietnam dan ditambah lagi China juga turut andil dalam mempengaruhi industri galangan kapal nasional. Negara negara ini menjadi pesaing berat Indonesia dalam memproduksi kapal. Dengan menawarkan biaya pembuatan kapal yang lebih kompetitif, para pesaing ini dengan mudah dapat mengambil hati para owner kapal untuk membuat kapal di galangan negara mereka. Tingginya biaya pembuatan kapal di Indonesia mengakibatkan harga jual kapal dalam negeri lebih mahal ketimbang buatan luar negeri. Perbedaan harganya bisa mencapai 30 persen, sehingga tak heran banyak pengusaha pelayaran lebih memilih membeli kapal buatan asing. Adanya disparitas harga ini turut disumbangkan oleh pengenaan bea masuk komponen dalam produksi berkisar 5 persen hingga 12,4 persen, ditambah lagi PPN 10 persen terhadap penyerahan atau penjualan kapal. Sehingga struktur biaya pembangunan kapal baru di Indonesia menjadi tidak kompetitif. Jadi tidak mengherankan bila industri galangan kapal di China tumbuh hingga mencapai diatas 20 persen per tahun.

Dari sisi internal, penerapan teknologi pembuatan kapal setidaknya juga menjadi pertimbangan dari stakeholder. Penerapan teknologi pembuatan kapal dapat meningkatkan produktivitas galangan dalam proses produksi. Oleh karena itu, penerapan teknologi juga turut menyumbang dari perkembangan industri galangan kapal. Teknologi pembuatan kapal di Indonesia masih banyak yang menggunakan teknologi pembuatan konvensional. Hal ini menyebabkan bertambah lamanya waktu pengerjaan proyek bangunan kapal baru. Buruknya lagi, adanya delay penyerahan kapal akan berefek buruk terhadap profesionalitas galangan kapal nasional. Untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dengan galangan galangan kapal asing, perlu adanya penerapan teknologi dalam pembangunan kapal secara menyeluruh. Misalnya teknologi pembangunan badan kapal yang terintegrasi dengan sistem perpipaan dan outfitting lainnya secara simultan sehingga tidak terjadi waktu tunggu section pekerjaan yang lama.

Selain itu, faktor lain yang disinyalir ikut menyumbang menurunnya industri galangan kapal di Batam adalah dengan adanya kenaikan upah pekerja yang memberatkan pengusaha galangan kapal. Di kondisi sulit saat ini dimana industri galangan kapal sangat sepi orderan bukanlah saat yang tepat bagi para pekerja untuk menuntut kenaikan upah kerja. Kondisi yang tidak kondusif dapat menganggu produktivitas dalam proses produksi sehingga dapat memperburuk keadaan dan pada akhirnya perusahaan tidak lagi mampu menopang biaya operasional yang tinggi serta memilih untuk gulung tikar. Karyawanlah yang akan merugi karena tidak dapat bekerja lagi. Sebagai gambaran, jumlah pekerja galangan kapal saat ini sekitar 30.000 pekerja yang sebelumnya sebesar 250.000 pekerja. Jika industri galangan kapal ini dalam beberapa bulan kedepan kondisi masih lesu, maka tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan oleh pengusaha galangan kapal di Batam. Hal ini dilakukan atas pertimbangan beban operasional yang harus ditanggung cukup besar dengan tidak adanya orderan kapal.


Gambar 2. Pekerja galangan kapal mogok kerja (sumber: beritatrans.com)

Namun demikian, ada beberapa strategi yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan berbagai pihak dalam menanggapi lesunya industri galangan kapal di Batam. Strategi ini bersifat defensif maupun offensif. Strategi defensif merupakan langkah yang diambil untuk bertahan dalam kondisi sulit seperti ini sedangkan strategi offensif lebih kearah mencari peluang sumber pendapatan baru bagi industri galangan kapal.

Langkah pertama adalah penghematan biaya. Tindakan ini lebih menitikberatkan pada pemotongan biaya tunjungan fasilitas karyawan, pengurangan jam lembur karyawan jika tidak ada pekerjaan urgent serta biaya biaya lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Langkah ini perlu diambil dan disosialisasikan ke seluruh karyawan. Pada kondisi sulit ini, jika karyawan terkena PHK tentunya akan sulit mencari pekerjaan yang sama mengingat krisis ini hampir mempengaruhi seluruh bidang usaha yang sejenis dan turunannya. Jika mereka mencari kerja di bidang industri lainnya tentunya akan bersaing dengan banyak pengangguran di Batam yang saat ini membutuhkan pekerjaan.

Selain itu, meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja juga sangat diperlukan. Mengevaluasi kembali efisiensi pada seluruh sistem; produksi, procurement, maupun administrasi. Dengan meningkatnya efisiensi juga dapat menekan biaya operasional. Memanfaatkan sumber daya yang ada dan mengadaptasi perkembangan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, baik dari segi kualitas maupun delivered timenya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing dengan industri galangan Negara tetangga maupun China.

Memaksimalkan proyek reparasi kapal. Untuk menggambarkan berapa besar market reparasi pada industri galangan kapal ini, menurut data Indonesian National Shipowners' Association (INSA), 75 persen dari 13 ribu kapal niaga nasional berusia 20 tahun keatas yang memerlukan revitalisasi atau peremajaan. Jika kita menggunakan data ini, hampir 10 ribuan kapal akan mengalami peremajaan dan memerlukan galangan kapal. Oleh karena itu industri galangan kapal bisa menangkap market segmen pasar ini untuk menopang perusahaan pada saat sulit sehingga perusahaan bisa terselamatkan dan begitu juga karyawan.

Perlunya sinergi antara seluruh stakeholder untuk menghadapi masa sulitnya galangan kapal di Batam. Pemerintah, pengusaha dan karyawan serta industri pendukung lainnya hendaknya saling mendukung untuk mengembalikan kejayaan industri galangan nasional di Batam ditengah sengitnya persaingan negara ASEAN dan China.