Rabu, 05 Februari 2014

STRATEGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DABO SINGKEP Oleh: Alyuan Dasira, (Part 2, Sektor Kebudayaan Dan Pariwisata, Sektor Pertanian, Perhubungan Komunikasi Dan Informasi, Sektor Kesehatan )

Awal Kata, Saya Sadar Saya Bukanlah Apa Apa. Hanya Masyarakat Biasa Yang Hidup Dalam Sistem Ini. Tetapi Saya Sebagai Putra Yang Dilahirkan Dari Kampung Ini Tentunya Ingin Melihat Kampung ini Maju. Bukan Sekedar Maju Infrastrukturnya, Tetapi Maju Ekonominya Dan Mentalnya. Mungkin ini sedikit yang bisa saya sumbangkan.

Berikut saya lanjutkan postingan tentang ocehan strategi untuk masyarakat singkep di blog saya yang melengkapi postingan sebelumnya


salah satu icon kota Dabo
sumber://bakhtiarsyarif.blogspot.com/
·         SEKTOR KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
Objek Wisata potensial pulau Berhale
sumber: www.pelitedabo.blogspot.com
Sektor ini merupakan sektor yang potensial untuk menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang cukup besar jika diolah dengan niat dan visi yang baik. Budaya dan pariwisata bisa dikawinkan untuk dikemas dan dijual sebagai objek wisata yang menjanjikan. Adapun beberapa strategi dalam mengolah sumber daya ini antara:

1.      Membenah diri terlebih dahulu baru lakukan sedikit promisi

Saya pernah membaca bahwa dinas pariwisata mengadakan kegiatan promosi budaya sampai ke Negara Singapura. Alangkah senangnya saya membaca berita tersebut. Sepulangnya ke kampung halaman, saya langsung pergi ke pantai salah satu objek wisata yang ada di Dabo. Apa yang saya lihat tidak sama dengan apa yang saya bayangkan ketika membaca berita tersebut.

Seharusnya kita mengevaluasi diri terlebih dahulu sebelum melakukan mempromosi yang cukup menelan biaya. Karna apa? jika kita mensosialisasikan suatu objek wisata misalnya pantai batu berdaun ke Negara Singapura, Malaysia, sementara objek  wisata yang dipromosikan tidak diperhatikan (Banyak Sampah, terjadi Abrasi, bahkan tidak ada yang mau mengurus dll), pekerjaan itu nama lainnya adalah “JALAN JALAN PROMOSI” tidak ada hasilnya. Jangankan wisatawan asing, wisatawan domestik pun enggan untuk datang, datangpun karena tidak ada pilihan lainnya. Katakalanlah promosi tersebut berhasil “MENIPU” wisatawan untuk datang pertama kalinya, tetapi untuk datang kedua kalinya mereka dibayarpun tidak mau. Bahkan sialnya lagi, kejelekan ini akan berdampak pada PROMOSI JELEK dari wisatawan ke wisatawan lainnya. Kalau seperti ini apakah efek Promosi tadi cukup efisien? Pandangan orang terhadap budaya dan keindahan itu memang bersifat relative, tetapi kalau kotor dan tak terawat itu mutlak.

2.      Kebersihan adalah Sebagian dari Promosi

Persoalan pertama adalah masalah kebersihan. Memang kadang kita melihat dilapangan solusinya adalah dengan memasang plank “Jagalah Kebersihan dan buanglah sampah pada tempatnya”. Ini sangat tidak efektik, bagaimana tidak, tempat sampahpun kadang entah kemana perginya. Inilah yang perlu kita benahi. Dengan potensi yang ada, cukup bersih saja mungkin ada nilai jualnya. Konsepnya sederhana yaitu dengan menempatkan petugas kebersihan untuk bertugas menjaga kebersihan objek setiap hari yang diawasi oleh pemerintah ataupun melalui dinas pariwisata. Jika alasannya adalah pemerintah atau dinas tidak ada uang, maka timbul pertanyaan? Uang untuk gaji tenaga honorer saja ada, yang notabenenye jumlahnya sudah lebih dari cukup ada. Berarti ada yang salah dengan sistemnya. Ya, mungkin dengan membayar petugas kebersihan dari dinasnya lebih efektif daripada hanya membayar orang kantoran untuk bekerja dalam hal ini.
Jikapun uangnya tidak cukup banyak dan menjaga efektifitas pekerjanya, maka kita harus menerapkan system baru pada pemberian gaji. Ini hanya untuk mengoptimalkan uang yang keluar dari kocek pemerintah. Sistem pemberian gaji pun berdasarkan kinerja, untuk mencegah pekerja “MALAS”. Beri uang gaji pokok, kemudian berapa banyak sampah yang dibersihkan akan dinilai untuk tunjangannya perhari, mungkin mereka akan termotivasi. Terapkan system kerja swasta. Mungkin ini hanya sekedar ide agak gila.  

Insyaallah kalau sistem sederhana seperti ini saja sudah jalan, mungkin dengan biaya tak sebanyak yang dikeluarkan untuk mempromosi ke luar negeri, hasilnya sudah dapat terlihat. Kalau pantainya bersih mungkin orang tidak ragu untuk membayar tiket masuk jika ingin berwisata. Ya, walaupun uangnya tidak banyak, tetapi ini penting untuk mendidik dan belajar mencari uang bagi pemerintah daerah. Dengan berkembangnya objek wisata dengan niat dan visi yang jelas, uang ini akan semakin berlipat.  

3.      Menbangun Konsep Sistem Objek wisata terintegrasi (Kampung Budaya dan Wisata Melayu)

Berbicara masalah wisata, maka terlebih dahulu kita harus menganalisa pola tingkah laku wisatawan dalam menghabiskan uangnya. Inilah kuncinya, bagaimana kita bisa membuat wisatawan menghabiskan uang mereka di tempat kita. Dari pengalaman, kita bisa belajar bahwa pola wisatawan dari luar adalah mereka menghabiskan waktu untuk wisata bukan hanya sementara tapi mereka menghabiskan waktu (masa liburan) yang cukup lama pada suatu tempat. Makanya tidak heran mereka untuk pergi ke Resort yang ada di lagoi, Bintan dan menetap disana sampai 2 minggu atau bahkan sepanjang musim liburnya bersama teman teman dan keluarganya. Ya, jelas saja mereka memilih resort yang ada di sana untuk itu, karena konsep wisata yang terintegrasi dengan sistem transportasi, akomodasi, budaya dan kuliner serta banyak lagi system pendukungnya.

Jika kita mempunyai visi yang baik untuk mengembangkan sektor pariwisata, kita harus memulai dengan konsep yang baik pula. Tentunya tidak “KETINGGIAN” pula untuk membangun pola pariwisata seperti konsep resort tetapi namanya sedikit berbeda yaitu “KAMPUNG BUDAYA DAN PARIWISATA MELAYU”. Salah satu daerah yang punya potensi adalah pulau Berhala. Pulau berhala bisa dijadikan objek untuk pembangunan kampung budaya dan pariwisata melayu. Pembangunan ini bisa dijadikan proyek multi-year, boleh dikatan sebagai proyek VISIONER atau proyek berjangka panjang (melibatkan beberapa masa pemerintahan). Bangunlah sedikit demi sedikit dengan visi yang jelas. Seperti kata pepatah, “sedikit demi sedikit lama lama jadi bukit”. Sedikit demi sedikit kita melengkapi apa yang kurang, tetapi tetap bereferensi pada “Green Design” yang telah dibuat. Jika konsep ini mulai dijalankan, mungkin tidak mustahil dalam 10 tahun kedepan Singkep menjadi kiblat wisatawan dari masyarakat batam, karimun maupun luar negeri seperti Singapura, Malaysia.   

Konsep KAMPUNG BUDAYA DAN PARIWISATA, yaitu membangun konsep wisata gabungan budaya dan pariwisata. Mungkin inilah potensi yang bisa kita poles. Konsepnya adalah dengan  membuat suatu kampung wisata yang terintegrasi. Misalnya, suatu kampung di Pulau Berhala tadi mempunyai wisata alam (pantai dan terumbu karang) dilengkapi dengan kuliner melayu dan dipenuhi dengan bangunan corak khas busaya melayu serta selalu diadakan event event Budaya disana (Seperti Festival fishing yang sekarang telah ada), kemudian lebih berangan lagi membuat museum sejarah budaya melayu.  

Selain pembangunan infrastruktur, kita juga harus membangun mental budaya untuk masyarakat di pulau berhala. Secara tidak langsung, merekalah nantinya yang menjadi tuan rumah dari kampung budaya dan pariwisata di pulau Berhala. Untuk itu, perlulah melakukan penyuluhan kepada masyarakat setempat untuk mempersiapkan diri menjadi pulau wisata, dengan menjaga kelestarian lingkungan, menjaga ekosistem laut maupun memberikan pelatihan pengolahan untuk pembuatan cendera mata.

Bapak bapak setiap kepala keluarga didorong untuk membuat pancang pancang ikan di laut (tempat ikan berkumpul) untuk dijadikan tempat wisata pemancingan ikan. Selain itu juga membuat boat boat (kapal kapal kecil) yang dipersiapkan untuk membawa wisatawan pergi memancing. Jika sistem ini sudah mulai dibangun, maka sedikit demi sedikit BERHALA bisa disulap menjadi tempat wisatawan terkenal, terutama dengan potensi wisata Fishingnya saja.

Kemudian setelah sistem akomodasi dan transportasinya sudah tersedia, saatnya bagian promosi memainkan peran. Sistem promosi yang efisien adalah dengan membelanjakan uang daerah untuk pembangunan daerah sekaligus mempromosikan diri (Optimasi Anggaran). Contoh sederhananya adalah dengan mengadakan Berhala Festival Fishing, Event Hari budaya melayu, RAKER (rapat kerja) orang orang dinas di pulau berhala, maupun event event lainnya. Selain memang membelanjakan duit daerah untuk kegiatan tersebut, tetapi ini memberikan efek pada perkembangan daerah pariwisata ini.  

Jika pariwisata ini dikemas dengan paket paket wisata lainnya, maka semakin menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan untuk menghabiskan waktu berliburnya di pulau berhala. Paket yang ditawarkan bisa wisata memancing dengan menyediakan peralatan mancing dan kapal beserta guide dan tempat pemancingan (kelong kelong atau pancang pancang tadi), menyediakan tempat dan alat untuk melihat keindahan alam bawah laut (Snorkling), wisata ke museum melayu, kuliner makanan melayu dan dilengkapi dengan budaya melayu yang kental dari rumah rumah adat melayu yang dibangun sebagai akomodasi. Lengkap sudahlah kampung budaya dan wisata ini.

Saya yakin ini konsep ini akan mempunyai dampak yang signifikan yang terus menerus dan menghasilkan banyak uang daripada hanya membuat program wisata yang “ala kadarnya”, tidak memikirkan secara visioner dan integral pada sektor lainnya. Dan hebatnya lagi potensi PAD yang didapat melebihi dari PAD dari pembukaan lahan tambang yang merusak ekosistem lingkungan.

4.      Konsep pembangunan infrastruktur daerah yang berbasiskan Budaya daerah (Komplek Perkantoran MELAYU)

Kata kuncinya adalah OPTIMASI PEMBANGUNAN dan ANGGARAN. Selama ini kita hanya berpikir “IN THE BOX”. Masalah utamanya adalah bagaimana dengan uang yang ada kita harus mengoptimasikan pembangunan?. Itulah yang saat ini harus benar benar kita pahami, memutar otak untuk menyelesaikannya, bukan memutar otak untuk mendapatkan proyeknya. Salah satu ide yang terlintas dalam pikiran saya adalah membangun infrastruktur seperti gedung bupati/komplek perkantoran daerah (STUDI KASUS: Komplek BUPATI, DAEK LINGGA) dengan corak bangunan khas melayu.

Tidak perlulah kita membuat gedung megah untuk sang pemimpin kita dan para kepala dinas serta PNSnya. Mereka bekerja untuk melayani masyarakat bukan masyarakat yang melayani mereka. Untuk melayani rakyat tidak butuh gedung megah, tetapi pelayanan yang melayani dengan sepenuh hatilah yang di dambakan oleh rakyat. Yang perlu diperbaiki adalah system “Melayani” masyarakat bukan infrastrukturnya. Jika pembangunan infrastruktur tidak bisa dihindarkan artinya memang benar benar butuh , maka kita perlu mengoptimalkan anggaran belanja untuk pembangunan seoptimal mungkin yang mana mempunyai double efek sekaligus.

Ibaratkan seperti pepatah ini, “Jika Nasi Telah Menjadi Bubur, Maka Butuh Sedikit Garam Untuk Menikmatinya”. Begitu juga dengan pembangunan infrastruktur untuk pemerintahan. Kita sadar kita tidak punya uang banyak, selama ini kita hanya mengemis pada dana dari pemerintah pusat.

Adapun sebagai solusinya saya mempunyai ide (angan angan) pembagunan infrastruktur (gedung pemerintahan dengan konsep bagunan khas melayu, dan bukan membangun infrastruktur dengan konsep modern. Kata kuncinya adalah “back to tradisi”. Karena inilah yang kita punya dan bisa kita jual. Akan banyak manfaat yang bisa kita peroleh apabila kita konsisten dalam pembangunan ini. Bukan pembangunan infrastruktur aja yang kita dapat tetapi “PEMBANGUNAN BUDAYA” kita akan rasakan sebagai bonusnya. Pembangunan gedung gedung yang bercorak khas melayu mendukung sektor pariwisata kita. Selain menguatkan karakteristik melayu pada kampung kita, ini juga yang bisa kita jual. 

Tentunya banyak wisatawan yang akan mengunjungi pusat perkantoran Pemerintahan/kedinasan  Ini tentunya akan menopang konsep sistem pariwisata terintegrasi yang telah menjadi visi kita bersama. Inilah yang saya namakan dengan konsep OPTIMASI PEMBANGUNAN. Tempat ini bisa dikunjungi dan menjadi paket wisata. Konsep inilah yang telah kuat kalau kita melihat di Negara negara di Eropa.

·         SEKTOR PERTANIAN


             1. Karet (Pokok Getah) adalah sektor potensial untuk masyarakat Dabo

Sektor pertanian merupakan sektor yang bisa diandalkan masyarakat selain sektor perikanan. Daerah kita mempunyai potensi untuk tanaman karet (pokok getah). Saat ini telah banyak masyarakat menanam pohon karet. Baik sebagai investasi maupun sebagai sumber mata pencaharian utamanya. Inilah yang patut kita syukuri dan kita manfaatkan semaksimal mungkin. Kegiatan bercocok tanam pohon karet ini telah berlangsung lama dari mungkin nenek moyang masyarakat singkep sendiri. Permasalahannya sekarang adalah karet yang dihasilkan secara tradisional masyarakat dabo mempunyai nilai jual yang rendah. Mengapa? Karena karet yang dihasilkan oleh petani karet langsung ditampung ke penampung kemudian dijual ke Jambi dengan bahan mentah (belum diolah). Dengan adanya sistem seperti ini, maka harga beli karet dari petani oleh sang penampung sangat murah. Belum lagi terpengaruh oleh musim. Jika musim hujan maka petani tidak bisa menorah getahnya.  

Nah, di sinilah peluang dari pemerintah maupun pihak swasta untuk memanfaatkan celah ini untuk membuat usaha dan sekaligus membantu petani karet meningkatkan harga getah. Pemerintah sangat mungkin untuk membuat BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) untuk membangun pabrik pengolahan karet di Dabo Singkep. Dengan mempertimbangkan factor kontinuitas dari ketersediaan karet dan bibit pohon karet yang sekarang menuju masa untuk di panen (Ditoreh).Tidak perlulah membuat pabrik skala besar, cukup kecil asalkan kontinu. Tentunya usaha ini sebelum dilakukan perlu dilakukan kajian feasibilitasnya (uji kelayakan).
Dengan adanya pabrik pengolahan karet ini, saya yakin setidaknya akan memicu pertumbuhan ekonomi di Pulau dabo sendiri. Lapangan kerja akan bertambah, dan harga beli karet dari petani karet akan meningkat (Hal ini karena kita memotong sistem distribusi bahan mentah dengan menggantikannya dengan ditribusi bahan setengah jadi). Saya rasa ini lebih mempunyai arti PEMBANGUNAN daripada hanya membangun jalan BESAR, yang hanya dinikmati oleh orang orang berduit yang mempunyai MOBIL di Pulau singkep. Selama ini kita terpaku pada konsep “adanya infrastruktur maka ekonomi akan maju”, saya rasa tidak tepat untuk daerah kita saat ini. Yang Kita butuhkan pembangunan EKONOMInya Bukan Infrastrukturnya. Jika ekonomi berjalan, Tidak sulit untuk membuat jalan (Infrastruktur). Selama ini yang kita rasakan adalah pembangunan SEMU (pembangunan infrastruktur). Ibaratnya “Membeli HP yang canggih, Tetapi hanya menggunakannya untuk SMS dan Menelpon + social media” Kita tidak butuh prestige (gengsi) saat ini. Prestige hanya dikonsumsi oleh kota yang kaya.

2.      Potensi lainnya (Sawit, Kelapa, dan Sahang/Lada) 

Selain perkebunan pohon karet yang memang saat ini telah mencari sumber mata pencaharian masyarakat. Tentu kita perlu mengkaji lagi tanaman tanaman yang bisa dikembangkan sebagai mata pencaharian baru masyarakat kita. Saat ini sudah coba dikembangkan (katanya dalam tahap uji coba) yaitu perkebunan sawit, yang terdapat pada jalan menuju ke desa Resang. Memang secara awam(karena saya tidak tahu detailnya) saya memandangnya perkebunan tersebut sangat subur dan siap untuk dipanen. Jika benar sawit juga berpotensi di singkep, mengapa tidak dipikirkan untuk kedepannya. Alur logika berpikirnya sederhana, bagaimana cara menanamnya?, bagaimana cara merawatnya? Dan yang terakhir, bagaimana untuk memanen/menjualnya?. Okelah kalau sekarang yang dilapangan secara kasat mata terlihat cocok berarti pertanyaan 1 dan 2 sudah terjawab. Tinggal butuh pengembangan dari putra putri kita yang mempunyai basis keilmuan pertanian untuk mengembangkan melalui kerja sama dengan dinas pertanian. Berarti sekarang masalahnya adalah kita mempersiapkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana untuk memanennya (Menjual atau memproduksinya). Jika kita ingin menjualnya, maka yang perlu di perhatikan adalah system distribusinya ke pabrik pengolahan. Jika tidak salah, sawit hanya bertahan 12 jam dalam perjalanan distribusi. Nah, ini yang menjadi masalah. Kita mau membawa kemana?, Jambi? Dengan asumsi dari pelabuhan dabo ke jambi membutuhkan waktu lebih dari 12 jam, maka ini tidak bisa dilakukan. Membawa ke daratan Riau? Kita belum mempunyai akses kesana. Ada dua solusi menurut saya jika ini akan dikembangkan sebagai sector strategis di Singkep. Pertama adalah membuka akses pelayaran baru dari pertanian untuk didistribusikan ke pabrik pengolahan entah ada di Jambi maupun di Daratan Riau dengan jaminan waktu kurang dari 10 jam. Kedua adalah dengan membangun pabrik pengolahan sendiri. Tetapi ini memang membutuhkan investasi yang besar dan harus dijamin ketersediaan sumber bahan mentahnya (pertanian sawit skala besar).

Selain itu kita juga mempunyai alternative sumber pohon kelapa. Tinggal dipikirkan bagaimana mengolah bahan mentah kelapa yang ada di kampung kita untuk diolah menjadi barang setengah jadi. Inilah yang diperlukan untuk studi banding mengenai pengolahan kelapa menjadi produk industry yang bernilai tinggi. Entah dikemas menjadi santan kaleng atau dalam bentuk lainnya. Dinas perdagangan lah yang tepat menangani ini. Mungkin mereka punya data yang cukup lengkap. Selain itu kita juga mempunyai potensi untuk tumbuhan sahang. Tetapi saya tidak berkompeten untuk menjelaskan potensinya secara detail. Yang kita butuhkan adalah mencari celah untuk berubah. Memanfaatkan sedikit potensi SDA yang ada.  

·         SEKTOR PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMASI

Sektor ini adalah sektor penunjang dan bukan merupakan sektor utamanya. Jadi artinya system ini untuk mensupport sector lainnya mencapai tujuannya. Memang kita membutuhkan uang dalam hal ini, tetapi harus diingat uang yang dikeluarkan harus mempunyai efek yang kuat pada sektor utamanya (berhubungan langsung dengan pembangunan ekonomi).


1.      Perlu sistem logistik barang yang efisien dan murah (Subsidi sistem logistik)

Mengapa harga barang di Jambi lebih murah dibandingkan di Singkep?. Hal ini mudah untuk dijelaskan, karena kita membutuhkan biaya distribusi. Semakin jauh dan sulit terjangkaunya suatu tempat maka semakin mahal biaya distribusinya, dalam hal ini barang kebutuhan pokok misalnya. Disinilah sektor perhubungan perlu menjamin agar supply chain (rantai pasok) barang dari sumber produksi semurah mungkin. Semakin murah biaya operasi untuk sistem distribusi barangnya maka harga jual pun akan semakin murah. Setahu saya singkep mempunyai 2 pintu gerbang dalam memasok barang masuk ke singkep yaitu: pelabuhan BOM dabo singkep yang menghubungkan ke Jambi, dan Pelabuhan di sungai buloh, singkep barat.   
    
Masalah yang saat ini yang mungkin kita bisa perbaiki dalam jangka pendek adalah “Dangkalnya PELABUHAN DABO”. Mengapa ini dikatakan sebagai masalah yang cukup serius, bayangkan saja, jika suatu saat kapal dari Jambi ingin bersandar di pelabuhan dabo sedangkan pada saat itu air laut mengalami surut. Akibatnya kapal tidak bisa berlabuh, pasokan barang terhambat untuk dibongkar. Maka ini akan menambah biaya operasional yang berakibat pada mahalnya harga jual barang yang di pasok, karena penjual mengeluarkan biaya lebih untuk proses bongkar muatnya. Siapa yang menanggung? Maka masyarakat singkep semuanya yang menanggung dengan naiknya harga jual barang yang akan dibeli. Belum lagi banyak faktor faktor lainnya.

Memang saat ini, jika saudara saudara JJS di pelabuhan dabo, maka saat ini sedang diadakan proyek “pemanjangan pelabuhan”. Menurut pandangan saya, proyek ini sangat tidak efektif. Mengapa ini tidak efektif ? Ini merupakan proyek yang sia sia. Karena setiap tahunnya (indikasinya pada saat pulang lebaran) pantai di sekitar pelabuhan mengalami abrasi. Kecepatan abrasinya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Nah, dengan adanya abrasi, maka pasir dari bibir pantai akan terbawa oleh gelombang untuk turun ke laut. Jika tidak ada bebatuan yang merubah pola gelombang ini maka akan terus menerus akan terjadi abrasi. Mengapa sebelumnya masalah ini tidak terjadi? Jawabannya adalah karena hilangnya bebatuan yang diambil oleh masyarakat sekitar untuk mengepulkan asap dapur. Jika masalah ini tidak ditangani dengan tepat, maka sistem distribusi bahan dan pangan akan semakin tidak efektif dan akan mengakibatkan mahalnya harga barang barang di singkep.

Solusi jangka pendek lainnya adalah dengan mensubsidi sistem distribusi barang masuk ke singkep. Subsidi ini bisa secara langsung ataupun tidak. Secara langsung dinas perhubungan mensubsidi biaya operasional untuk kapal dari jambi terutama untuk bahan pokok. Sedangkan secara tidak langsung yaitu dengan mengalihkan subsidi ke perbaikan system pelabuhan. Mendalamkan pelabuhan dan memasang wave breaker (pemecah ombak) untuk mengubah pola gelombang. Jika ada uang lebih, membuat kolam pelabuhan. Pilihan yang terakhir ini memang butuh dana besar untuk berinvestasi. Ini mungkin dilakukan jika arus masuk dan keluar barang sudah benar benar menjadi jantung bisnisnya masyarakat singkep.

Kalau alasanya adalah anggaran yang terbatas, tentu kita bisa berdalih. Selama ini kita mendengar adanya subsidi pesawat terbang untuk melayani rute dabo singkep, nah, apa salahnya mengalihkan subsidi ini untuk mensubsidi system transportasi barang pokok (misalnya kapal jambi). Mungkin masyarakat akan dapat manfaatnya secara langsung. Toh, Yang naik pesawat dari Singkep hanya orang berduit. Berapa anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mensubsidi ini mungkin udah masuk angka miliar. Alangkah bijaknya kalau angka ini dirasakan rakyat sacara merata. Selama ekonomi belum berjalan, subsidi transportasi udara belum saatnya.   

2.      Memperbaiki Sistem Teknologi dan informasi kampung kita (Merubah pola pikir By TRADISI menjadi By Informasi)

Saya mempunyai suatu pandangan, Jika kita menguasai informasi dan komunikasi maka kita sudah berada satu langkah di depan dibandingkan orang lain yang belum menguasai Teknologi informasi. Memang benar sistem informasi sudah ada di Singkep, tetapi yang perlu ditanyakan, apakah sudah efektif? Apakah masyarakat sudah menggunakannya sebagai mana mestinya?. Kita perlu mengevaluasi diri. Menurut pandangan saya, yang menjadi masalah adalah penguasaan Teknologi informasi. Saat ini masyarakat secara umum masih jauh dari hanya sekedar tahu tentang Teknologi dan informasi.    

Keungulan mengetahui informasi akan berdampak positif pada pola pikir masyarakat. Peluang daerah kita untuk maju akan semakin besar. Artinya begini, jika peluang kita untuk mendapatkan informasi sama dengan peluang orang ditanah jawa sama (menggunakan tool yang sama yaitu internet). Dengan mendapat peluang yang sama berarti kita mendapat modal yang juga sama untuk maju dengan mereka. Tinggal bagaimana mengolahnya.

Tetapi semua memang ini butuh proses panjang. Mungkin untuk mudahnya kita ambil studi kasus pentingnya informasi untuk menopang ekonomi keluarga. Sebagai contoh, seorang petani getah ingin mengetahui bagaimana menanam pohon getah yang baik?, berapa jarak antara satu batang getah  dengan pohon lainnya, nah kebutulan sang anak mempunyai sumber informasi dengan mengakses internet kebetulan beliau adalah siswa salah satu SMA di singkep. Nah dengan informasi yang didapat sang anak maka sang bapak mengikuti langkah menanam karet yang didapat dari internet. Hasil yang di dapat adalah, produksi karet meningkat, pohon karet daya tahannya bertambah. Dan, Kesejahteraan keluarga ini akan meningkat dan secara tidak langsung diterapkan oleh satu kampung. Bayangkan saja hanya karena secuil informasi dari sang anak bisa merubah kesejahteraan masyarakat satu kampung. Mungkin singkat katanya, mengubah mindset/pola pikir  “BY TRADISI menjadi BY INFORMASI”.

Tidak mungkinlah orang tua kita yang hanya tamatan SD, SMP maupun tidak sekolah kita ajarkan bagaimana mengakses informasi. Walaupun bisa tapi akan sulit. Tetapi kita bisa mengalihkan kepada anak anak mudanya. Cara yang paling mungkin adalah dengan memanfaatkan media sekolah sebagai “AGENT OF CHANGE” nya, tentunya beberapa sekolah SMA di singkep sudah mempunyai computer yang bisa mengakses internet. Nah, guru yang mengajar mata pelajaran ini hendaknya memacu anak didiknya untuk membiasakan diri agar mengakses informasi terkait dengan kebutuhan informasi sehari hari di lingkungan maupun di keluarganya. Awal awalnya memang perlu dibimbing hingga menjadi kebiasan. Sebagai contoh, anak didik diberikan tugas untuk mencari informasi bagaimana dapat mengakses informasi mengenai beasiswa, dll. Jika ini telah menjadi kebiasaan, maka dengan seiringnya waktu, anak anak sekolah ini setelah lulus akan turun langsung ke masyarakat dan membantu masyarakat menyelesaikan masalahnya dengan fungsi sebagai “DISTRIBUTOR INFORMASI”. Dan masyarakat secara tidak langsung akan terbiasa. Dan semakin hari maka akan semakin banyak masyarakat yang tahu mengakses informasi.  

Peran pemerintah adalah meyuplai atau membantu menyediakan provider untuk mengakses internet. Bahkan jika masyarakat sudah terbiasa dengan akses informasi, saya rasa pusat informasi dan internet kecamatan akan terasa manfaatnya. Tetapi jika system ini belum diterapkan, maka pusat informasi akan menjadi sumber belanja anggaran yang tidak ada hasilnya.

·         SEKTOR KESEHATAN

1.      Subsidi gizi untuk balita kurang mampu (bibit SDM berkualitas)

Mengapa subsidi air susu dan gizi untuk balita sangat menentukan untuk kemajuan daerah kita? Karena inilah bibit bibit penerus generasi kita. Jika bibitnya tumbuh cerdas dan berakhlak, bukan tidak mungkin singkep terkenal dengan anak anaknya yang pintar pintar. Mungkin inilah harapan yang benar benar kita harus investasikan. Inilah bagaimana caranya untuk membentuk SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas untuk mengubah alur pembangunan yang selama ini hanya bergantung pada SDA (Sumber Daya Alam). Bukankah singapura tidak punya SDA? Tapi mengapa mereka bisa maju? Jawabnya sederhana yaitu mereka punya SDM yang berkualitas. Mereka memutar otak untuk memanfaatkan letak geografisnya untuk menjadi perdagangan dunia. Tidak fair kalau kita “mengkambinghitamkan” bahwa mereka punya selat malaka. Karena secara geografis kita lebih dekat (Pulau batam dan pulau sekitarnya). Tetapi fakta di lapangan apakah ekonomi di Pulau sudah sebanding dengan singapura? Tentunya jawab perbandingannya “Apple to Nangke Busuk”. Inilah menunjukkan bahwa SDM yang berkualitas mengalahkan SDA yang melimpah. Itulah mengapa investasi jangka panjang kita jika kita ingin maju adalah investasi pada SUSU dan Gizi balita.

Itulah mengapa harga air susu sapi di eropa sangat murah, 1 liter air susu murni = 5000 rupiah, bandingkan dengan Indonesia, apalagi Singkep.(sebagai bayangan susu murni kalau di Indonesia seperti susu cap beruang Bear brand yang satu kaleng kecil sekitar 0,2 harganya 7.500 rupiah) Di india, malahan disetiap gang gang di sediakan air susu. Inilah strategi mereka untuk menciptakan SDM yang berkualitas.

Tentu apa salahnya kita mencoba menerapkan strategi yang sama. Coba bayangkan saja, satu keluarga yang susah, mempunyai balita, jangankan untuk membeli air susu yang berkualitas untuk anaknya untuk makan sehari hari aja mereka sangat kesusahan. Jika kondisi ini terus berlanjut maka rantai kemiskinan keluarga ini akan berlanjut. Dengan mendapatkan pemberian subsidi gizi pada balita akan menghindarkan dari FENOMENA “orang kaya akan semakin kaya, peluang orang miskin untuk kaya akan tertutup”. Dengan memberikan subsidi gizi balita kurang mampu, maka akan memperbesar peluang merubah tingkat kemiskinan keluarga tersebut. Logikanya begini, jika seorang anak dari kurang mampu tumbuh dengan pemberian gizi yang baik, maka anak ini akan tumbuh cerdas otaknya, kemudian otaknya terus terasah dengan pendidikan yang di dapat saat dia sekolah, kemudian dia berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk kuliah ke perguruan tinggi ternama karena kualitas otaknya, kemudian dia merintis kerja sehingga menjadi seorang pengusaha, kemudian dia membangun usahanya di Singkep, dan banyak tenaga kerja yang terserap. Nah, tidak terbayangkan betapa banyaknya manfaat yang di dapatkan dengan subsidi gizi ini. Sudah saatnya kita memikirkan subsidi gizi balita daripada subsidi BBM.


Sedikit kemampuan dan punya keinginan, lebih baik daripada punya kemampuan tetapi tak punya keinginan

  
Salam,
Alyuan Dasira

  


Senin, 03 Februari 2014

STRATEGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DABO SINGKEP (Oleh: Alyuan Dasira, Putra Singkep)



Kita Sadar, Kita Bukanlah Kota Batam Yang Mempunyai Letak Geografis Yang Unggul, Kita Juga Bukan Provinsi Riau Yang Mempunyai Sumber Daya Alam Yang Melimpah, Tetapi Kita Punya Sumber Daya Laut Dan Sumber Saya Potensial Lainnya, Percayalah Karena Tuhan Maha Adil.”


sumber: www.googlemap.com
Dalam Blog saya yang sederhana ini, saya menulis tentang sedikit pandangan sebagai putra daerah Singkep pada perkembangan dan strategi pembangunan Dabo Singkep. Saya merupakan putra daerah asli Dabo singkep, tepatnya kampung telek yang sekarang menjadi desa Tanjung Harapan. Tulisan ini berdasarkan apa yang saya alami secara langsung, terutama pada pola perkembangan dan kharakteristik di Dabo Singkep. Jujur saja saya bukanlah orang yang mengerti sepenuhnya tentang politik, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, tidak ada kajian dari buku buku tebal yang ditulis oleh professor dari universitas terkemuka.

Berbicara masalah strategi yang tepat, maka terlebih dahulu kita harus menganalisa lingkungan tempat dimana strategi itu akan diterapkan. Bukankah seorang pelatih sepakbola seperti Jose Mourinho terlebih dahulu harus menganalisa teamnya  sebelum menentukan pilihan strategi apa yang harus diterapkan?  Nah,  begitu juga dengan strategi pembangunan untuk masyarakat Dabo singkep. Terusa siapakah pelatihnya?, pelatihnya adalah kita semua sebagai masyarakat Dabo Singkep. 

Dalam mengambil langkah langkah strategi maka kita harus benar benar menganalisa aspek aspek apa aja yang berpengaruh secara langsung maupun tidak terhadap perkembangan daerah. Secara universal, Aspek-aspek tersebut antara lain: Sistem Kelembagaan/Pemerintahan, Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), Letak Geografis, Sosial Budaya, pendidikan, dan banyak lainnya.
Dari aspek aspek ini kemudian kita coba untuk mempaparkan potensi potensi dan kekurangan apa aja yang kita miliki oleh pulau singkep.

Keunggulan (Potensi)
Adapun keunggulan atau potensi yang dimiliki oleh daerah pulau Singkep adalah:
  •   Daerah pulau Singkep dikelilingi oleh luasnya Lautan
  •  Daerah pulau Singkep memiliki daerah relative datar dan tanahnya subur cocok untuk pertanian
  • Daerah pulau Singkep dekat dengan Provinsi Jambi (sebelah tenggara), Provinsi  Riau (sebelah timur) dan Provinsi Bangka Belitung (sebelah barat daya) dan Provinsi Kalimantan Timur (sebelah barat).
  •  Daerah pulau Singkep kondusif dan aman
  • Tingginya motivasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan anggota keluarga
  • Adanya potensi objek wisata alam


Kelemahan (Hambatan)

Selain mempunyai potensi, tidak bisa dipungkiri juga kita mempunyai kelemahan kelemahan ataupun hambatan dalam berbagai aspek.    
  • Masih kurangnya pemanfaatan Akses jaringan informasi dan komunikasi nasional dan internasional
  • Pendapatan asli daerah rendah (PAD)
  • Etos dan disiplin kerja aparat pemerintahan untuk melayani masyarakat masih rendah
  •  Belum memiliki system informasi manajemen yang baik
  • Taraf pendidikan masyrakat dabo umumnya masih rendah
  •  Kelompok nelayan belum kuat dan mandiri sehingga belum berkemampuan membentuk pasar dan mengembangkan ketahap produksi
  •  Perhatian orangtua dalam menjaga pertumbuhan otak anak rendah (pengaturan gizi)
  •  SDM nelayan secara umum masih rendah
  • Pengembangan Teknologi penangkapan Ikan masih manual
  •  Kualitas tenaga pengajar SD dan SLTP masih rendah dan distribusi guru tidak merata
  • Pengelolaan dan pengembangan objek wisata kurang memadai
  • Disiplin dan kepedulian masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup dan menjaga kelestarian alam rendah
Dari factor factor inilah kita bisa menganalisa strategi apa yang tepat yang nantinya akan di terapkan untuk daerah ini. Semakin kita membandingkan dengan daerah lain yang sudah maju, maka semakin banyak kelemahan kelemahan yang kita dapatkan. Tetapi perlu kita ingat kita juga mempunyai potensi untuk bisa maju dan bahkan melebihinya. Untuk itu kita perlu mengevaluasi sampai dimana kita berada.
Berbicara tentang berkembangnya suatu daerah, maka ada satu pertanyaan dasar yang terselip,  Bagaimana suatu daerah bisa berkembang? berdasarkan paparan Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, suatu Negara untuk maju  dan berkembang membutuhkan 3 faktor yaitu, global entrepreneurship, global mindset, dan global citizenship. Hal ini sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh Hatta radjasa mengungkapkan bahwa untuk menjadi daerah maju maka yang harus diperhatikan adalah sumber daya manusia (SDM), teknologi dan infrastruktur. Tentunya dari paparan pakar tadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk bisa berkembang dan maju maka kita membutuhkan, SDM yang unggul dan mempunyai pola pikir entrepreneurship dan global mindset, Teknologi dan infrastruktur.
Apakah kita bisa maju?, tentunya setiap orang bisa maju, tetapi kadang tidak tau caranya untuk maju dan sebagian lagi tidak mau untuk berubah. Untuk itu kita perlu mengevaluasi lagi sampai dimana kita saat ini.
Dibawah ini ada sedikit evaluasi dan paparan ide untuk kemajuan masyarakat pulau Singkep menjadi lebih baik. Tidak perlulah kita menyalahkan system yang telah ada, mencari kesaahan orang lain yang pada akhirnya akan menjadi permusuhan dan saling menjatuhkan. Yang diperlukan adalah rasa kebersamaan untuk saling mendukung demi tercapainya kemajuan di kampung kita bersama.  
  
STRATEGI PEMBANGUNAN

Untuk lebih spesifiknya saya membagi strategi pembangunan menjadi beberapa sektor potensial untuk dikembangkan dan sebagai bahan evaluasi terhadap apa yang telah kita capai saat ini. Antara satu sector dengan sekor lainnya saling menopang.

·         SEKTOR  PENDIDIKAN

sumber: evichandra.blogspot.com

Menurut saya sektor pendidikan sangatlah penting untuk memajukan suatu daerah. Bahkan boleh dikatakan sebagai ujung tombak perubahan. Pernahkah kita mendengar bahwasanya “Pendidikan adalah pemutus rantai kemiskinan”. Paparan itu sangat benar adanya. Dengan pendidikan orang dapat merubah nasibnya, nasib keluarganya bahkan nasib kampungnya mejadi lebih baik. Adapun beberapa ide tentang sektor pendidikan adalah sebagai berikut:

1.      Menyadarkan Masyarakat tentang pentingnya Pendidikan (Terutama pada masyarakat di Desa pelosok)

Masyarakat yang tinggal di desa desa pelosok (pulau-pulau) biasanya sangat tertutup dan masih kental tradisinya. Inilah mengapa kalau kita lihat di lapangan, hanya sedikit orang tua yang menyekolahkan anaknya baik di SD apalagi muluk muluk kuliah di perguruan tinggi. Bayangkan saja di kelas hanya ada 3 atau 4 orang murid saja. Itupun kalau hari tidak hujan. Kadang mereka lebih memilih untuk ikut orang tuanya kelaut. Bukan karena mereka tidak ada uang untuk sekolah, karena jelas jelas sekolah gratis. Tetapi mereka malas ke sekolah untuk belajar dan didukung lagi oleh kurangnya kesadaran orang tua untuk memaksakan anaknya untuk pergi kesekolah. Karena para orang tuanya juga melakukan hal yang sama sewaktu mereka kecil. Kalau begini, yang salah orang tuanya atau anaknya?. Jika hal ini terus dilakukan terus menerus, insyaallah desa itu tidak akan maju. Oleh karena itu kita perlu  
Terlepas dari itu semua, ada sedikit celah untuk kembali ke jalur yang benar. Salah satunya dengan teknik “Education as Prestige”, yaitu bagaimana nilai pendidikan ditanamkan sebagai suatu kebanggaan bagi keluarga. Sehingga masyarakat berlomba lomba untuk menyekolahkan anak anaknya setinggi tingginya. Sebagaimana membakar “pelite” tentunya kita perlu sumbu untuk memicu terjadinya api sekaligus sebagai media. Begitu juga dalam teknik ini, sumbu di analogikan sebagai tindakan membimbing anak anak pulau untuk sekolah dengan baik hingga tingkat SMA, kemudian di evaluasi dari siswa siswa yang potensial di pulau untuk diberikan beasiswa di perguruan tinggi ternama dinegeri ini. Kecendrungan masyarakat di daerah ini untuk selalu “GENGSI” dan “TAK MAU MENGALAH” sehingga melihat ada anak yang telah sukses kuliah di perguruan tinggi, timbul minat dari masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Inilah celah yang bisa kita gunakan. Tentunya pemerintah harus menyediakan guru guru yang berkualitas untuk membimbing.  Jika teknik ini berjalan insyaallah banyak perubahan yang kita liat kedepannya.

2.      Sumber daya guru yang berkualitas untuk anak SD

Memang tidak bisa dipungkiri, kita kekurangan sumber saya guru yang berkualitas. Bukan sumber daya guru. Lulusan guru banyak, tapi yang berkualitas dan berdedikasi untuk dunia pendidikan yang kurang. Banyak yang berdidikasi pada HONOR dan GAJI. Jadi tak heran, banyak yang mengeluh kalau ITENSIF nya tidak keluar dibandingkan dengan mengeluh pada KUALITAS anak didiknya.  
Untuk mendapatkan bibit SDM yang hebat maka kita harus menoleh pada system pendidikannya. Semakin hebat sistem pendidikannya, semakin canggih bibit SDM yang dihasilkan. Tentunya yang paling mendasar adalah SD (Sekolah Dasar). Mengapa SD, karena dari sinilah bibit SDM berasal. Perlu kita garis bawahi bahwa pendidikan itu adalah proses bukan hasil. Tujuan pendidikan itu ialah memproses siswa BODOH menjadi PINTAR. Bukan sebaliknya. Ya, mudah saja kalau mengajar orang pintar. Yang susahnya ialah mengajar yang bodoh menjadi pintar. Kalau menurut pandangan saya, semua berasal dari pola pembentukan karakter anak SD. Semakin pintar (pola pikir) anak SD maka kemungkinan besar dia akan sukses sampai ke SMA ataupun ke perguruan tinggi terlepas dari factor lingkungannya. Yang menjadi masalah adalah bukan pintar dalam hal “MENGHAPAL” tetapi pintar dalam hal pola pikir.
Oleh karena itu, Sekolah Dasar sendiri harus diajarkan oleh guru guru yang benar benar diseleksi yang mempunyai kualitas bagus yang bertujuan untuk menghasilkan anak didik yang pintar (pola pikirnya).. Ketika pola pikir seorang anak sangat kuat dasarnya maka untuk sekolah SMP dan SMA tinggal diasah dan pastinya nanti akana menjadi SDM yang luar biasa. Tetapi sejalan dengan penugasan guru guru yang berkualitas untuk anak anak SD maka sebagai imbalannya, guru guru ini mendapat tunjungan yang besar sesuai dengan indek kerjanya. Jadikan guru SD sebagai guru berGENSI dibandingkan guru guru lainnya. Dan untuk masuknya pun harus benar benar diseleksi. Tetapi praktek dilapangan berbeda, guru guru yang sanggup mengajar di SD apalagi yang ada dipelosok hanya guru kelas dua, dan honornya pun selalu miris. Inilah tantangannya.


3.      Pola Pendidikan yang berkesinambungan

Pola pendidikan berkesinambungan ini lebih tepatnya adalah bimbingan guru dalam menentukan masa depan anak didiknya. Ini lebih tepatnya di terapkan pada sekolah SMA. Perlu adanya guru yang membimbing masa depan bukan hanya sekedar melepas tanggung jawab ketika anak sudah lulus dari SMA. Bagaimana guru SMA bertanggung jawab dalam membimbing anak didiknya untuk dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. “SMA saja tidak cukup”.
Mungkin Itulah fungsi guru BK (Bimbingan Konseling), selama ini, saya juga mengalaminya di SMA, tidak ada guru yang bertanggung jawab mengetahui bakat, dan tujuan anak didik secara intensif. Misalnya saja si A ingin melanjutkan kuliah dia punya potensi tetapi dia tidak punya dana, tentu apa yang harus dilakukan?. Maka minat anak tersebut jika tidak dibimbing akan hilang. Padahal banyak jalan yang bisa digunakan untuk menyelamatkan nasibnya. Banyak beasiswa beasiswa, tetapi sayangnya guru seakan merasa tanggung jawabnya sudah selesai.   
Bandingkan dengan guru guru yang ada disekolah sekolah ternama di pulau jawa. Pihak sekolah sibuk untuk mendaftarkan siswanya mencari beasiswa di kampus kampus ternama, bahkan pihak sekolah rela membiayai guru BK nya untuk mencari informasi dengan mengikuti seminar yang diadakan pihak kampus untuk merekrut calon mahasiswa. Sudahlah mungkin “tidak fair”.
Pemerintah mungkin dari dinas pendidikan selayaknya memandang ini sebagai masalah pendidikan yang serius.  Mungkin sedikit solusi adalah dengan dibentuknya LSM yang menangani masalah ini. LSM ini mungkin saja difasilitasi oleh dinas pendidikan untuk menjalankan fungsi mencarikan beasiswa untuk siswa yang tidak mampu, menghubungkan pihak pengusaha yang ingin membantu, atau bahkan mendaftarkan beasiswa dengan mencari informasi di Internet. Kalau berbicara masalah SDM di dinas pendidikan saya rasa lebih dari cukup.

4.      Membangun Pendidikan Tinggi Yang berbasiskan Ekonomi dan Teknologi

Saat ini yang bisa mengecap pendidikan tinggi hanya anak anak orang kaya atau karena mereka beruntung. Sehingga pendidikan itu tidak merata, yang kaya akan semakin pintar dan menjadi kaya, sementara yang bodoh hanya semakin miskin. Untuk itulah kita sadar kita butuh system yang merubah ini. Untuk menekan biaya kuliah, maka kita harus mandiri yaitu dengan membangun sekolat tinggi di kampung kita sendiri. Sehingga biaya untuk kuliah akan semakin rendah dan tidak perlu untuk merantau keluar. Memang ide ini dirasa hanya angan angan, akan tetapi hidup semua berawal dari mimpi. Begitu juga dengan kemajuan kampung halaman.   

Hal ini diperlukan karena tidak semua siswa siswa yang tamat SMA/SMK/Madrasah mempunyai kesempatan untuk dapat menuntut ilmu keluar daerah. Ada karena factor ekonomi dan factor keluarga yang mendorong mereka untuk tetap tinggal di Dabo. Padahal mereka mempunyai potensi yang luar biasa. Untuk menanggani masalah ini idealnya di Dabo mempunyai Instansi pendidikan tinggi. Tak usah muluk muluk untuk memikirkan INSTITUT atau UNIVERSITAS ternama. Saya rasa cukup sekolah tinggi yang berbasis bisnis ekonomi dan Teknologi. Mengapa tidak SOSIAL POLITIK? yang dibutuhkan untuk maju adalah ekonomi bukan orang orang yang pandai berpolitik. Karena pada kenyataannya adalah POLITIK hanya menghabiskan uang dan bukan menghasilkan uang. Dengan adanya sekolah tinggi berbasis bisnis dan Teknologi insyaallah SDM kita akan menuju kearah lebih baik. Dengan pelan tapi pasti output SDM dari system pendidikan ini akan membuka mindsetnya dan syukur syukur akan menghasilkan lapangan dan peluang kerja. Bukan berpangku tangan untuk menjadi PNS maupun tenaga HONORER. Selain itu Teknologi juga penting untuk menopang kemajuan daerah. Dan itu tidak bisa dipungkiri lagi.

Tentu tidak bisa dipungkiri, ada aja alasan pesimis. Bagaimana dengan sumber daya dosennya? Memang kita butuh beberapa dosen yang mempunyai kualitas dan dedikasi yang tinggi untuk dunia pendidikan. Kita bisa memanfaatkan banyaknya putra putri dari Dabo singkep sendiri yang telah berhasil di daerah orang, bahkan status mereka lebih dari cukup untuk menjadi seorang dosen. Dengan semangat “Lokalisme” saya rasa tidak sulit untuk memanggil mereka untuk kembali maupun hanya sekedar berkontribusi. Kita bisa memanfaatkan pengusaha pengusaha yang telah berkecimpung dan sukses yang berasal dari dabo singkep untuk mengisi kuliah kuliahnya. Selama ini sekolah tinggi yang ada di Singkep/Lingga hanya untuk mencetak PNS dan tenaga HONORER saja. Saya yakin dalam 10 tahun mendatang dengan system ini maka singkep akan menjadi kota MAJU dan MANDIRI. 

·         SEKTOR PERIKANAN


sumber: wikimapia.com

Sektor perikanan merupakan sektor ujung tombak untuk masyarakat singkep ini sendiri. Potensi dari sektor ini sangat menjanjikan. Tetapi jika berbicara fakta di lapangan, tentunya jauh dengan apa yang diharapkan, bahkan menunjukkan 180 derajat bertolak belakang dengan data potensial yang ada di kertas. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Sangat sulit untuk mengupasnya, ini merupakan permasalahan yang komplek, yang menyangkut banyak faktor. Karena praktek ini telah dilakukan secara turun temurun dalam yang cukup lama.
Adapun ide yang dituangkan dalam strategi untuk kemajuan daerah pulau singkep terutama pada sektor perikanan ini adalah:

1. Merubah sistem praktek perikanan tangkap nelayan

Saya mempunyai pengalaman ikut berlayar menjaring ikan nelayan di desa Resang, Singkep barat. Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari sana. Dan pada akhirnya, saya mengambil kesimpulan bahwa ada yang salah dengan sistem perikanan yang ada sekarang ini. Bagaimana tidak, nelayan yang sehari hari melaut bahkan bisa menghasilkan uang yang lumayan besar. Akan tetapi mengapa nelayan tidak bisa kaya. Akar masalahnya adalah adanya praktek “TOKE IKAN”. Masalah ini telah mengakar secara turun temurun, sehingga menyebabkan terjadinya ketidakmerataan kemakmuran di masyarakat nelayan.

Toke ikan semakin hari semakin kaya sementara nelayan semakin hari semakin miskin karena “KECANDUAAN” pada toke ikan. Mengapa saya mengatakan kecanduaan?, karena praktek di lapangan, toke ikan ini mengikat nelayan dengan iming iming uang pinjaman, beras, jaring dan fasilitas lainnya. Sebagai timbal baliknya, nelayan terikat untuk harus menjual ikan yang didapat ke toke ikan tersebut. Tentunya harga beli ikan ditentukan oleh para toke tersebut jauh dibawah harga beli pasaran. Dan nelayan karena telah “TERMAKAN BUDI” tanpa merasa dirugikan menjual ikannya ke toke tersebut. Toke toke ini menjual ikan yang ditampung dari nelayan ke luar negeri, seperti ke Singapura. Tentunya yang didapat adalah dolar singapura, jangan ditanya berapa perbandingan uangnya. Jadi tidak heran jika para toke ini mempunyai kapal sendiri untuk mengekspor ikannya keluar negeri.

Secara prosedur, tentunya ini praktek yang terlarang karena untuk mengekpor barang keluar harus melewati prosedur dari Bea cukai, Negara harusnya mendapat uang dari ini. Tetapi lagi lagi praktek “KKN” yang telah mendarah daging penyebabnya. Toke hanya membayar “SEDIKIT” ke oknum oknum bekingan tertentu. Uang ini kecil dibandingkan dengan yang harus dibayarkan toke jika melewati jalan lurus.
Bagaimana menyelesaikan masalah yang komplek ini?. Memang mengobati masalah yang berhubungan dengan “KECANDUAAN” butuh waktu dan kesabaran serta strategi yang tepat. Menurutnya saya cara yang tepat adalah dengan melibatkan berbagai dinas yang terkait. Dinas perikanan, dinas perdagangan, dan banyak laginya.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memutus praktek “TOKE” yang terjadi di lapangan. Caranya adalah dengan memberikan penjelasan ke masyarakat nelayan tentang buruknya praktek ini dimana mereka sebagai korbannya secara kontinu.  

Selain itu pemerintah melalui dinas perikanan membuat sistem distribusi dan pengolahan ikan. Salah satunya adalah dengan membuat tempat pelelangan ikan. Jadi sembari menyadarkan masyarakat, kita memberikan solusi yang real. Selain itu dinas perdagangan memikirkan bagaimana ikan ikan yang udah ditampung untuk dilakukan distribusi ke kota ataupun melakukan ekspor keluar negeri serta jika perlu memikirkan proses pengolahan ikan yang siap dikemas dalam bentuk produk lain. Misalnya memuat kerupuk, abon ikan, pengasapan ikan yang siap dijual dengan harga tinggi selain sebagai solusi pada penumpukan ikan saat musim ikan tiba. Untuk menjalankan sistem ini menurut saya pemerintah perlu membentuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) ataupun menggandeng pihak swasta jika tidak mampu.

Apa yang kita dapat jika sistem ini berjalan?  saya yakin nelayan akan semakin sejahtera karena harga jual ikan semakin tinggi dan tidak terikat dengan praktek balas budi lagi. Selain itu manfaat pun akan bertambah untuk pemerintah daerah, Pendapatan Asli Daerah akan bertambah, Tenaga kerja akan diserap. Banyak manfaat yang di didapat. Ini berdampak domino pada semua sektor. Daya beli masyarakat akan tinggi. Lebih lebih lagi harga ikan dipasar tidak melambung. Dan singkep akan terkenal dengan produk perikanannya. Masih banyak lagi potensi perikanan yang bisa kita kembangkan, salah satunya sebagai pendukung kuliner disektor pariwisata yang telah dipaparkan. Belum lagi berbicara dengan sumber daya perikanan selain perikanan tangkap.

      2. Membimbing pembangunan kapal nelayan yang canggih

Sudah saatnya kita merubah Teknologi pada kapal nelayan. Tidak usahlah berpikir muluk muluk seperti Negara Negara maju, seperti eropa, bahkan secara Negara saja kita kalah pada Teknologi kapal nelayan Negara Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam. Jika kita harus jauh untuk Negara maka berbeda pula pokok bahasannya. Yang perlu sekarang kita pikirkan adalah bagaimana kita merubah diri kita dan kampung kita menjadi lebih baik. Mungkin tidak serumit merubah Negara ini. Dinas perikanan setidaknya mempunyai visi yang jelas tentang Teknologi kapal nelayan. Minimal dapat memberikan bimbingan pada pembuatan kapal nelayan yang memang selama dilakukan secara tradisional. Berikan penyuluhan bahwa baling baling apa yang cocok untuk setiap kapal. Sehingga secara efisiensi lebih terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan, daripada membuat hanya berdasarkan tradisi. Jangan remehkan kapal nelayan, dengan berbeda sedikit saja tentang efisiensinya maka jika dikalikan dengan durasi operasional kapal nelayan tersebut berapa juta uang yang bisa kita selamatkan untuk satu kapal saja.

Selain itu, sudah saatnya lah nelayan kita diperkenalkan dengan Teknologi penangkapan ikan yang semi canggih. Buatlah program pemberdayaan nelayan dengan membentuk kelompok koperasi. Setiap kelompok koperasi ini diberikan bantuan kapal ikan yang canggih seperti yang dicanangkan oleh pemerintah pusat melalui dinas perikanannya. Lakukan monitoring dan alih Teknologi. Insyaallah akan tercapainya efisien penangkapan ikan. Dan “bunuh” usaha para pengusaha ikan yang mengoperasikan pukat pukat yang merusak ekosistem dan membatasi pencuri ikan. Jika kita efisien menangkap ikan, maka kelangsungan ketersediaan ikan dapat terjaga dengan baik hingga anak cucu nanti.  

       3. Memberikan penyuluhan sistem managemen ekonomi Rumah tangga Nelayan

Mengapa nelayan dengan pendapatan yang cukup besar tetapi tidak pernah kaya? Jawaban klasik adalah system manajemen ekonomi rumah tangga yang kurang baik. Bagaimana tidak jika musim ikan setiap hari nelayan hamper meraup uang sekitar 600 ribuan (pengalaman saya ikut orang melaut). Nah, uang ini cukup besar, tetapi masih saja nelayan kekurangan uang pada saat musim ikan susah. Tentunya masalah ini tidak terjadi jika system management keuangannya benar. Untuk itu perlu dilakukan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat nelayan agar hal ini tidak terjadi secara kontinu yang berakibat pada praktek KECANDUAAN kepada toke yang berlanjut. Ajarkan praktek Investasi, Investasi pada pendidikan anak mereka, Investasi pada tanah, pada asset asset lainnya. Jadi akan memperbaiki ekonomi mereka untuk yang akan datang. Alhamdulillah, dari tahun ke tahun masyarakat sudah sadar tentang pentingnya investasi masa depan.


Untuk Kali ini sekian dulu postingan dari saya, Mungkin dalam beberapa waktu kedepan saya akan melanjutkan tentang pandangan saya mengenai sektor sektor lainnya untuk pembangunan pulau Singkep. Jika ada kesalahan mohon di koreksi dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Salam,

Alyuan Dasira
Putra Singkep