Tulisan ini saya buat dengan referensi berbagai sumber dan belum pernah dipublikasikan ke media publik. Hanya sedikit pendapat saya tentang perkembangan sektor maritim di wilayah kepulauan riau yang sangat berpotensi menjadi destinasi pariwisata dunia.
Gambar 1, ilustrasi dermaga kapal yacht lokal moulinc blanc, kota Brest, Perancis (dokumentasi pribadi 2013)
Jika melihat kebelakang Sebenarnya di
Indonesia sendiri pengembangan wisata maritime yacht telah dirintis pada tahun
2003. Hal ini ditandai dengan diselenggarakannya sail Indonesia oleh pihak
swasta. Namun sampai saat ini, pengembangan wisata kearah ini masih belum
berkembang signifikan. Berdasarkan fakta yang
dikemukakan oleh Menteri pariwisata dalam acara 2nd Indonesian yacht
forum 2015, Indonesia yacht show, kontribusi yang diberikan oleh sektor ini
masih sangat kecil yaitu sebesar 35 persen. Wisata maritim yacht di Indonesia
masih belum digarap maksimal. Padahal Negara kita mempunyai potensi besar pada
pengembangan sektor ini sebagai penunjang pada sektor pariwisata lainnya secara
terintegrasi.
Kita bisa bercermin dari Negara
tetangga yang telah berhasil mengembangkan wisata maritimnya; Thailand,
Malaysia dan Singapura. Sebagai contoh, Thailand mengembangkan wilayah pulau Phuket
sebagai pintu masuk untuk para pelayar wisata dunia. Begitu juga dengan
Singapura dan Malaysia yang memiliki fasilitas lengkap dan kemudahan untuk
disinggahi yacht yacht dunia. Konsep sederhananya adalah dengan memfokuskan
titik potensial untuk pembangunan infrastruktur penunjang sehingga mempermudah dan
menarik wisatawan untuk berkunjung bahkan menginap.
Gambar 2, ilustrasi dermaga kapal yacht lokal di port de commerce kota Brest, Perancis (dokumentasi pribadi 2013)
Data menunjukkan hingga Juli 2015
jumlah kapal yacht yang masuk ke Indonesia sekitar 800 dari target 1500. Padahal
potensinya sangat besar, ada lebih dari 5.000 yacth yang melintas di selatan
Indonesia setiap tahunnya tanpa memasuki perairan Indonesia. Beberapa faktor
yang ikut andil pada rendahnya angka yacht yang melintasi dan singgah di
perairan Indonesia diantaranya adalah masalah sulitnya pengurusan visa
wisatawan yacht, kurangnya destinasi titik labuh (hanya 38 titik labuh seluruh
Indonesia), sistem pengurusan Clearance
and Approval for Indonesian Territory (CAIT)
yang dinilai masih mempersulit wisatawan.
Untuk menunjang program pengembangan
wisata maritim yacht, pemerintah Indonesia telah menetapkan 120 titik baru destinasi
kapal yacht di
seluruh Indonesia. Titik-titik tersebut merupakan implikasi Perpres 180 Tahun
2014 yang merupakan perubahan dari Perpres 79 Tahun 2011 yang mengatur khusus
untuk kapal layar (asing) ke Indonesia. Pasal 2 Perpres itu menyebutkan yacht
asing beserta awak kapal atau penumpang termasuk barang bawaan yang masuk
perairan Indonesia untuk kunjungan wisata diberikan kemudahan dalam Clearance and Approval for Indonesian Territory
(CAIT), Kepabenan (Customs), Keimigrasian
(Immigration), Karantina (Quarantine) dan Kepelabuhanan (Port) (C.I.Q.P). Selain itu, untuk
mempermudah wisatawan mengenai peizinan, Perpres ini juga menyebutkan bahwa perizinannya dapat dilakukan dengan sistem elektronik.
Untuk memacu
pertumbuhan volume yacht setiap tahunnya seperti yang dicantumkan dalam Perpres
180, peran
pemerintah pusat dan daerah sangat vital. Pemerintah pusat maupun Pemerintah
Daerah mempunyai fungsi untuk memberikan dukungan fasilitas bagi kapal wisata
(yacht) asing berupa; penyiapan alur pelayaran kapal wisata asing, kemudahan
dalam pembangunan marina atau terminal khusus kapal wisata asing, pembangunan
dermaga, pemasangan sarana bantu navigasi pelayaran, kemudahan untuk fasilitas
perawatan dan perbaikan kapal wisata, pembangunan titik labuh kapal wisata
serta fasilitas dan kemudahan lainnya sesuai kebutuhan.
Sejalan dengan ini, Kementerian
pariwisata akan mencanangkan pengembangan destinasi pariwisata pembangunan
kawasan eko wisata maritim yaitu berupa pembangunan empat dermaga titik labuh yact
dengan kategori basic scale infrastruktur. Salah satu dari empat rencana
pembangunan dermaga akan ditempatkan di Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Pemilihan tanjung pinang sebagai salah
satu lokasi pembangunan dermaga dirasa sangat tepat untuk pembangunan wisata
kepri secara terintegrasi. Hal ini mengingat bahwa di wilayah kepri lainnya
sendiri sudah ada dermaga yacht yang terdapat di Nongsa point marina di Batam
dan satu lagi dermaga yacht di resort Bintan. Dengan adanya rencana pembangunan
dermaga di Tanjung pinang ini bisa memperkuat konektivitas wisata maritim
berupa alur-alur pelayaran yacht. Dan tidak menutup kemungkinan jika nantinya
dermaga yacht ini menjadi pemacu (trigger) pada pembangunan dermaga yact maupun
titik titik labuh potensial di Kabupaten di Kepri lainnya. Setidaknya titik
labuh yacht lainnya sebagai feeder di Provinsi kepri mempunyai alasan untuk
dikembangkan. Dengan pertimbangan alur pelayaran
jalur khatulistiwa sebagai kartu as dalam menjual potensi kepri sebagai jalur
yacht dunia.
Gambar 3 ilustrasi pulau pulau kepulauan riau sebagai pengembagan jalur pelayaran yacht
Selain Batam, Bintan, maupun Tanjung
pinang, daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pendukung wisata maritim
yacht yang terintegrasi adalah Kabupaten Lingga, Natuna, dan Anambas. Seperti
yang kita ketahui bahwa perairan Lingga saat ini telah digunakan menjadi arena
untuk event yachting skala internasional yaitu Singapura strait regatta dan
Neptune Regata. Lingga mempunyai potensi mengingat perairannya menjadi jalur khas
khatulistiwa.
Pengembangan daerah wisata yacht ini akan
berdampak langsung pada pembangunan ekonomi masyarakat setempat. Sebagai
asumsi, setiap
kapal yang singgah tentunya memerlukan bahan bakar, kebutuhan air bersih, reparasi
atau perbaikan, pembersihan, keperluan logistik, maupun kebutuhan lainnya untuk
menunjang kebutuhan hidup wisatawan dan operasional kapal. Kebutuhan ini bisa
menjadi pasar potensial sumber pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah
daerah. Misalnya saja masyarakat setempat membuat kelompok kerja yang tentunya
di bawah bimbingan untuk menawarkan jasa pembersihan kapal kapal yacht. Selain
itu dengan dukungan tenaga berskill, bukan tidak mungkin masyarakat setempat dapat
membangun tempat pengedokan khusus kapal yacht untuk memenuhi kebutuhan
reparasi skala kecil. Belum lagi ditambah keuntungan interaksi sosial budaya,
masyarakat dengan sendirinya akan mulai terbiasa dengan bahasa asing.
Pembangunan fasilitas penunjang mutlak
diperlukan untuk program jangka pendek. Hal pertama yang perlu diperhatikan
adalah mengenai Clearance
and Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan CIQP.
Sistem elektronik yang terintegrasi akan mempermudah langkah wisatawan. Di sisi
lain, secara simultan fasilitas penunjang seperti fasilitas air bersih, bunker,
listrik, logistik, pusat akses ke pariwisata unggulan lainnya, maupun pusat
souvenir harus sudah mulai diinisiasi. Untuk jangka panjangnya, jika mengacu
pada strategi pengembangan coastal and
maritime tourism yang diusulkan oleh European
Commission, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemangku
kepentingan yaitu:1. Mempromosikan tindakan pecegahan dan managemen sampah
untuk membangun wisata maritim yang berkelanjutan. 2. Mendorong diversifikasi
dan integrasi antara sumber daya maritim dan masyarakat pesisir seperti: budaya
daerah, kepercayaan, dan atau rute rute yang bernilai sejarah. 3. Melakukan
studi pengembangan konektivitas antar pulau dan mendesain strategi inovasi wisata
maritim untuk daerah strategis. 4. Melakukan study untuk mengidentifikasi kegiatan inovasi
pengembangan daerah maritim. 5. Mengembangkan guidance secara online untuk menginformasi
peluang investasi pada untuk menarik investor.
Mimpi Kepri menjadi pusat wisata maritim
dan yacht internasional bukan hanya sekedar mimpi jika di dukung penuh oleh
semua pihak. Tentunya semua pihak harus bekerja sama sesuai dengan fungsinya
masing masing.