Jumat, 04 Desember 2015

Prospek Pengembangan Wisata Maritim & Yacht di Kepulauan Riau

Tulisan ini saya buat dengan referensi berbagai sumber dan belum pernah dipublikasikan ke media publik. Hanya sedikit pendapat saya tentang perkembangan sektor maritim di wilayah kepulauan riau yang sangat berpotensi menjadi destinasi pariwisata dunia.

Gambar 1, ilustrasi dermaga kapal yacht lokal moulinc blanc, kota Brest, Perancis (dokumentasi pribadi 2013)

        Jika melihat kebelakang Sebenarnya di Indonesia sendiri pengembangan wisata maritime yacht telah dirintis pada tahun 2003. Hal ini ditandai dengan diselenggarakannya sail Indonesia oleh pihak swasta. Namun sampai saat ini, pengembangan wisata kearah ini masih belum berkembang signifikan. Berdasarkan fakta yang dikemukakan oleh Menteri pariwisata dalam acara 2nd Indonesian yacht forum 2015, Indonesia yacht show, kontribusi yang diberikan oleh sektor ini masih sangat kecil yaitu sebesar 35 persen. Wisata maritim yacht di Indonesia masih belum digarap maksimal. Padahal Negara kita mempunyai potensi besar pada pengembangan sektor ini sebagai penunjang pada sektor pariwisata lainnya secara terintegrasi.

        Kita bisa bercermin dari Negara tetangga yang telah berhasil mengembangkan wisata maritimnya; Thailand, Malaysia dan Singapura. Sebagai contoh, Thailand mengembangkan wilayah pulau Phuket sebagai pintu masuk untuk para pelayar wisata dunia. Begitu juga dengan Singapura dan Malaysia yang memiliki fasilitas lengkap dan kemudahan untuk disinggahi yacht yacht dunia. Konsep sederhananya adalah dengan memfokuskan titik potensial untuk pembangunan infrastruktur penunjang sehingga mempermudah dan menarik wisatawan untuk berkunjung bahkan menginap.

Gambar 2, ilustrasi dermaga kapal yacht lokal di port de commerce kota Brest, Perancis (dokumentasi pribadi 2013)

          Data menunjukkan hingga Juli 2015 jumlah kapal yacht yang masuk ke Indonesia sekitar 800 dari target 1500. Padahal potensinya sangat besar, ada lebih dari 5.000 yacth yang melintas di selatan Indonesia setiap tahunnya tanpa memasuki perairan Indonesia. Beberapa faktor yang ikut andil pada rendahnya angka yacht yang melintasi dan singgah di perairan Indonesia diantaranya adalah masalah sulitnya pengurusan visa wisatawan yacht, kurangnya destinasi titik labuh (hanya 38 titik labuh seluruh Indonesia), sistem pengurusan Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) yang dinilai masih mempersulit wisatawan.

        Untuk menunjang program pengembangan wisata maritim yacht, pemerintah Indonesia telah menetapkan 120 titik baru destinasi kapal yacht di seluruh Indonesia. Titik-titik tersebut merupakan implikasi Perpres 180 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Perpres 79 Tahun 2011 yang mengatur khusus untuk kapal layar (asing) ke Indonesia. Pasal 2 Perpres itu menyebutkan yacht asing beserta awak kapal atau penumpang termasuk barang bawaan yang masuk perairan Indonesia untuk kunjungan wisata diberikan kemudahan dalam Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT), Kepabenan (Customs), Keimigrasian (Immigration), Karantina (Quarantine) dan Kepelabuhanan (Port) (C.I.Q.P). Selain itu, untuk mempermudah wisatawan mengenai peizinan, Perpres ini juga menyebutkan bahwa perizinannya dapat dilakukan dengan sistem elektronik.

       Untuk memacu pertumbuhan volume yacht setiap tahunnya seperti yang dicantumkan dalam Perpres 180, peran pemerintah pusat dan daerah sangat vital. Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah mempunyai fungsi untuk memberikan dukungan fasilitas bagi kapal wisata (yacht) asing berupa; penyiapan alur pelayaran kapal wisata asing, kemudahan dalam pembangunan marina atau terminal khusus kapal wisata asing, pembangunan dermaga, pemasangan sarana bantu navigasi pelayaran, kemudahan untuk fasilitas perawatan dan perbaikan kapal wisata, pembangunan titik labuh kapal wisata serta fasilitas dan kemudahan lainnya sesuai kebutuhan.

      Sejalan dengan ini, Kementerian pariwisata akan mencanangkan pengembangan destinasi pariwisata pembangunan kawasan eko wisata maritim yaitu berupa pembangunan empat dermaga titik labuh yact dengan kategori basic scale infrastruktur. Salah satu dari empat rencana pembangunan dermaga akan ditempatkan di Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.

      Pemilihan tanjung pinang sebagai salah satu lokasi pembangunan dermaga dirasa sangat tepat untuk pembangunan wisata kepri secara terintegrasi. Hal ini mengingat bahwa di wilayah kepri lainnya sendiri sudah ada dermaga yacht yang terdapat di Nongsa point marina di Batam dan satu lagi dermaga yacht di resort Bintan. Dengan adanya rencana pembangunan dermaga di Tanjung pinang ini bisa memperkuat konektivitas wisata maritim berupa alur-alur pelayaran yacht. Dan tidak menutup kemungkinan jika nantinya dermaga yacht ini menjadi pemacu (trigger) pada pembangunan dermaga yact maupun titik titik labuh potensial di Kabupaten di Kepri lainnya. Setidaknya titik labuh yacht lainnya sebagai feeder di Provinsi kepri mempunyai alasan untuk dikembangkan. Dengan pertimbangan alur  pelayaran jalur khatulistiwa sebagai kartu as dalam menjual potensi kepri sebagai jalur yacht dunia.


Gambar 3 ilustrasi pulau pulau kepulauan riau sebagai pengembagan jalur pelayaran yacht 

       Selain Batam, Bintan, maupun Tanjung pinang, daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pendukung wisata maritim yacht yang terintegrasi adalah Kabupaten Lingga, Natuna, dan Anambas. Seperti yang kita ketahui bahwa perairan Lingga saat ini telah digunakan menjadi arena untuk event yachting skala internasional yaitu Singapura strait regatta dan Neptune Regata. Lingga mempunyai potensi mengingat perairannya menjadi jalur khas khatulistiwa.

      Pengembangan daerah wisata yacht ini akan berdampak langsung pada pembangunan ekonomi masyarakat setempat. Sebagai asumsi, setiap kapal yang singgah tentunya memerlukan bahan bakar, kebutuhan air bersih, reparasi atau perbaikan, pembersihan, keperluan logistik, maupun kebutuhan lainnya untuk menunjang kebutuhan hidup wisatawan dan operasional kapal. Kebutuhan ini bisa menjadi pasar potensial sumber pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah daerah. Misalnya saja masyarakat setempat membuat kelompok kerja yang tentunya di bawah bimbingan untuk menawarkan jasa pembersihan kapal kapal yacht. Selain itu dengan dukungan tenaga berskill, bukan tidak mungkin masyarakat setempat dapat membangun tempat pengedokan khusus kapal yacht untuk memenuhi kebutuhan reparasi skala kecil. Belum lagi ditambah keuntungan interaksi sosial budaya, masyarakat dengan sendirinya akan mulai terbiasa dengan bahasa asing.

         Pembangunan fasilitas penunjang mutlak diperlukan untuk program jangka pendek. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah mengenai Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan CIQP. Sistem elektronik yang terintegrasi akan mempermudah langkah wisatawan. Di sisi lain, secara simultan fasilitas penunjang seperti fasilitas air bersih, bunker, listrik, logistik, pusat akses ke pariwisata unggulan lainnya, maupun pusat souvenir harus sudah mulai diinisiasi. Untuk jangka panjangnya, jika mengacu pada strategi pengembangan coastal and maritime tourism yang diusulkan oleh European Commission, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemangku kepentingan yaitu:1. Mempromosikan tindakan pecegahan dan managemen sampah untuk membangun wisata maritim yang berkelanjutan. 2. Mendorong diversifikasi dan integrasi antara sumber daya maritim dan masyarakat pesisir seperti: budaya daerah, kepercayaan, dan atau rute rute yang bernilai sejarah. 3. Melakukan studi pengembangan konektivitas antar pulau dan mendesain strategi inovasi wisata maritim untuk daerah strategis. 4. Melakukan study  untuk mengidentifikasi kegiatan inovasi pengembangan daerah maritim. 5. Mengembangkan guidance secara online untuk menginformasi peluang investasi pada untuk menarik investor.         

    Mimpi Kepri menjadi pusat wisata maritim dan yacht internasional bukan hanya sekedar mimpi jika di dukung penuh oleh semua pihak. Tentunya semua pihak harus bekerja sama sesuai dengan fungsinya masing masing.