Senin, 23 Februari 2015

Memperkuat Konektivitas Antarpulau untuk Akselerasi Perkembangan Daerah

Oleh : Alyuan Dasira

Tulisan ini dipublish dikolom Opini Koran Batampos Edisi 23 Februari 2015  

         Provinsi Kepulauan Riau boleh dikatakan sebagai Provinsi yang mewakili karakteristik geografis nusantara, dengan  luas daerah  hampir 95% lautan dan hanya 5% daratan yang tersebar berupa pulau  pulau. Dengan kondisi geografis yang dikelilingi oleh lautan, alat transportasi laut adalah pemeran utama dalam sistem transportasi masyarakat Kepri. Secara tradisi masyarakat telah mengenal transportasi laut sebagai penunjang aktivitas sehari hari, mencari ikan, bepergian, kesekolah maupun memasok barang barang. Kota Batam memang menjadi simbol kemajuan ekonomi di daerah ini dengan banyaknya industri industri yang dapat menciptakan banyak lapangan kerja. Namun demikian, disparitas ekonomi masih sangat jelas terlihat antara satu pulau dengan pulau lainnya, banyak pulau pulau terluar yang belum tersentuh oleh pembangunan. Permasalahan konektivitas antarpulau masih menjadi momok bagi pemerintah untuk pemerataan pembangunan ekonomi di daerah ini.
\


Peta Wilayah Provinsi Kepulauan Riau  (sumber: hanappiii.blogspot.com)

         Sejalan dengan strategi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional (MP3EI) yang lebih menitikberatkan pada penguatan konektivitas antarpulau, maka transportasi laut harus diperankan lebih maksimal lagi. Letak geografis Provinsi Kepri yang strategis, dekat dengan jalur pelayaran nasional dan internasional, bisa menjadikan Kepri salah satu pilot project dalam pembangunan ekonomi masyarakat dengan strategi penguatan konektivitas antarpulau di Indonesia. Sejalan dengan hal ini, selama ini pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten telah berupaya merintis jaringan konektivitas antarpulau yaitu dengan pembangunan pelabuhan untuk pulau berpenghuni dan juga telah berupaya bersama pihak swasta untuk merintis jalur jalur pelayaran baru yang bertujuan memperpendek jarak tempuh transportasi laut antarpulau. Salah satu diantaranya adalah dibukanya jalur pelayaran feri Batam-Lingga dimana sebelumnya untuk menempuh Kabupaten Lingga harus melalui Tanjung Pinang. Masih tingginya biaya transportasi feri dan frekuensi pelayaran yang relatif sedikit serta  hanya khusus mengangkut penumpang, mendorong pemerintah berpikir ulang untuk menyediakan transportasi yang terjangkau dan dapat memenuhi kebutuhan alat transportasi multi muatan. Terlebih lagi perusahaan feri ini dikelola oleh pihak swasta.

Pelayaran ASDP  Perkuat Konektivitas Antarpulau

          PT. ASDP(Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan) dengan armada kapal Ro-Ronya boleh dibilang menjadi alat transportasi yang bisa memenuhi harapan masyarakat dan pemerintah saat ini. Alat transportasi laut yang terjangkau, mempunyai kapasitas akses daerah pesisir serta mampu mengangkut berbagai jenis muatan atau multicargo, menjadikan moda ini sangat tepat dikembangkan di daerah kepulauan. Dari syarat syarat ini, pelayaran ASDP sudah sangat tepat diterapkan dan perlu terus dikembangkan untuk bisa lebih banyak mengakses daerah daerah luar yang ada di Kepri. ASDP sendiri mempunyai karakter bisnis yang memungkinkan menjangkau banyak pelosok kawasan kawasan pesisir, dengan karakteristik rute jarak pendek serta bisa bermanuver di kawasan terbatas. Karakteristik design panjang kapal Ro-Ro sekitar 40-50 meter dan lebar sekitar 8 meteran serta mempunyai draft kapal yang relatif kecil sehingga bisa untuk laut yang kedalamannya terbatas, menjadikan kapal Ro-Ro dapat dengan mudah mengakses selat selat dan alur pelayaran terbatas yang menjadi ciri khas dari pelayaran antarpulau. Selain itu ASDP bisa mengambil peran sebagai pengumpan(feeder) dalam jaringan transportasi sedangkan pelayaran nasional maupun internasional di pulau Batam berperan sebagai penghubung lintas provinsi maupun lintas negara atau sebagai Hub. Oleh karena itu, integrasi dengan moda transportasi lain sangat dibutuhkan untuk menjamin lancarnya arus logistik dan SDM antarpulau.     
Salah Satu kapal Ro-Ro Sedang sandar dipelabuhan (Sumber: mahardikanews.com)
    
            Eksistensi ASDP di Kepri sendiri sudah dimulai dari beberapa tahun belakangan ini. Trend positif  adanya ASDP dapat dilihat dari permintaan masyarakat yang tinggi terhadap moda transportasi ini, sehingga dari tahun ketahun perkembangan jalur pelayaran baru dan frekuensi pelayaran relatif semakin bertambah.  Secara tidak langsung ini menggambarkan perputaran arus logistik dan SDM semakin lancar. Inilah salah satu indikator bahwa penerapan jasa angkutan ini sangat tepat untuk mendorong percepatan ekonomi masyarakat pesisir di Kepri. Semakin tinggi arus barang dan SDM keluar masuk suatu daerah, perputaran roda ekonomi semakin cepat. Oleh karena itu, subsidi dan kerjasama pemerintah daerah sangat diperlukan untuk terus memperkuat eksistensi armada ini demi mengembangkan daerah daerah terpencil lainnya di Kepri. Evaluasi dan penyempurnaan yang terus menerus (continuous improvement) dari semua stakeholder serta feedback dari masyarakat sangat dibutuhkan.

           Investasi pemerintah dalam transportasi ini bisa dipertimbangkan sebagai investasi jangka menengah untuk pemerataan kemajuan daerah. Sebagai Gambaran, initial cost pembangunan kapal baru membutuhkan dana sebesar sekitar 20-30 miliar rupiah. Mengenai biaya perawatan, sebagai referensi untuk  setiap pengedokan 5 tahunan kapal ini mengeluarkan tidak lebih dari 700 juta rupiah sedangkan pengedokan tiap tahunnya memerlukan biaya relatif lebih kecil. Biaya operasional kapal ini relatif tidak terlalu besar, mengingat kapal ini digerakkan oleh mesin dengan kapasitas relatif kecil yaitu 1000-1400 HP (tenaga kuda), menjadikan kapal Ro-Ro mempunyai konsumsi bahan bakar yang relatif hemat. Sebagai gambaran, untuk setiap operasionalnya membutuhkan sekitar kurang lebih 175 liter bahan bakar per jam pelayarannya. Memang jika dibandingkan dengan pelayaran jarak menengah seperti Batam-Lingga yang memakan waktu perjalanan 12 jam, biaya operasional akan lebih besar. Hal ini memang tidak sebanding dengan biaya tiket yang relatif lebih murah. Tidak sama halnya di jarak pelayaran pendek seperti Batam- Tanjung Uban. Disinilah peran subsidi pemerintah daerah untuk membuka akses konektivitas antarpulau luar sebagai pemicu (trigger) pemerataan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Perlu digarisbawahi bahwa konektivitas atau jaringan transportasi merupakan permintaan turunan (derived demand) yang merupakan fungsi dari perkembangan alur alur komiditi maupun SDM. Jadi, pengembangan jalur konektivitas baru merupakan hubungan sebab akibat dari perkembangan ekonomi. Adanya permintaan transportasi karena adanya permintaan arus barang dan SDM yang tinggi, inilah keterkaitan yang saling mendukung.

         Pelayaran kapal Ro-Ro yang melayari perairan di Kepri antara lain; pelabuhan Telaga punggur Batam – Jagoh Dabo singkep (sebagai konektivitas antarpulau Batam dan pulau Singkep/Lingga), Pelabuhan Telaga Punggur – Tanjung Uban (Sebagai konektivitas antarpulau Batam dan Pulau Bintan), pelabuhan Telaga punggur – Parit Rempak (sebagai konektivitas antarpulau Batam dan Pulau Karimun) serta pelabuhan Telaga punggur- Tanjung buton (sebagai konektivitas antarpulau lintas provinsi Kepulauan Riau – Provinsi Riau/Pulau Sumatera). Konektivitas antarpulau melewati batas provinsi perlu dikembangkan menjadi konektivitas yang potensial dalam pengembangan ekonomi daerah. Salah satu konektivitas potential yang perlu dikaji adalah  pulau Singkep yang terletak di selatan Provinsi Kepri yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Riau (Tembilahan) serta provinsi Bangka Belitung.

Proses pengedokan kapal Ro-Ro Pemkab Bengkalis di Galangan Batam (sumber: dokumentasi pribadi)

            Tidak ada salahnya jika pemerintah daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten mempertimbangkan untuk berinvestasi pada penyediaan jasa angkutan kapal ini. Dengan menyempurnakan desain kapal yang sesuai dengan karakteristik masing masing daerah di Kepri, dan mendesain kapal yang mampu mengangkut multi muatan; SDM, kendaraan dan barang secara simultan, investasi program pemerintah ini bisa menjadi investasi yang menjanjikan untuk kemajuan daerah. Konsep investasi ini telah dijalankan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Dalam prakteknya, managemen operasional kapal tersebut dijalankan pihak kedua yang bermitra dengan pemerintah daerah. Untuk itulah studi lanjut untuk kelayakan program investasi ini sangat dibutuhkan sebagai input pemerintah daerah kita dalam pengambilan kebijakan yang tepat sasaran.

                 Pembangunan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk memperkuat konektivitas antarpulau tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan yang matang sangat dibutuhkan  untuk percepatan pembangunan ekonomi masyarakat pesisi Kepri.